Tanah itu masih merah. Bunga yang tertabur di atasnya juga masih segar.
Bau harum langsung menyerbu hidungku saat aku mulai mengayunkan
cangkul. Di langit, bulan purnama bersinar terang, menerangi tanah
pekuburan itu dengan cahayanya yang lembut, membantuku untuk terus
bekerja, menyingkirkan gundukan tanah itu sedikit demi sedikit. Suara
burung hantu bergema di kejauhan saat aku sudah berhasil mencopot nisannya.
“Tinggal sedikit lagi,” aku berusaha untuk untuk menyemangati diriku yang sudah mulai kelelahan.
Kembali cangkulku menghantam tanah, kali ini dengan lebih kuat. Aku
sudah hampir kehabisan waktu. Tengah malam sudah hampir tiba, kalau aku
tidak menyelesaikan pekerjaan ini tepat pada saat itu, maka akan sia-sia
lah semua yang sudah aku lakukan mulai kemarin. dan aku tidak mau itu
terjadi. Kuseka peluh yang menetes di kepalaku. Bajuku sendiri sudah
basah dari tadi. Ketika aku sudah hampir kehabisan tenaga, cangkulku
menghantam bilah papan dari kayu mahoni.
“Akhirnya...” aku berseru penuh kemenangan.
Cepat aku mencabut papan itu. Bau busuk yang menguar dari mayat di
bawahnya tidak aku hiraukan. Sebagai seorang juru kunci makam, aku tidak
takut sedikitpun, aku sudah sering melihat mayat.
Kupandangi wajah Juragan Karta yang sudah bengkak membiru. “Maaf, Juragan. Kuharap Juragan tidak marah dengan tindakanku ini.”
Kulonggarkan kain pengikat dikepalanya. Dengan hati-hati kuselipkan
tanganku, kuambil benda yang tersembunyi di belakang lehernya: sebuah
telor ayam kampung. Benda itu terasa hangat, sesuatu yang aneh mengingat
tubuh Juragan Karta yang sudah sedingin es. Cepat aku mengantonginya.
Di langit, bulan sudah sedikit bergeser. Tengah malam baru saja berlalu,
tapi tidak masalah karena aku sudah berhasil melakukan ritualku.
***
Fajar baru saja menyingsing saat aku tiba kembali di rumah. Kulihat Indah, istriku, sudah mulai sibuk di dapur.
“Darimana saja, Bang?” tanyanya sambil memasukkan beras ke dalam panci.
“Jam segini baru pulang.” Dia melirikku, meminta jawaban.
“Emm, aku diminta pak RT untuk menemaninya ngobrol di rumah Juragan Karta.” sahutku berbohong.
“Menemani pak RT apa menemani si Mitha?” Indah menyindir.
Mitha adalah istri kelima Juragan Karta. Umurnya baru 21 tahun.
Orangnya cantik dan sangat seksi, maklum gadis kota. Sebagai orang
terkaya di desa, Juragan Karta memang mempunyai banyak istri.
Sebenarnya Indah juga cantik, tidak kalah dengan si Mitha. Tapi setelah
melahirkan anak kami yang pertama, dia jadi sedikit berubah, agak
sedikit gemuk. Tambah seksi sih, tapi sudah nggak padat lagi. Payudara
dan bokongnya agak sedikit menurun.
Tidak menjawab, aku
beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka. Aku tidak ingin memperpanjang
masalah dengan istriku. Hatiku terlalu gembira untuk mengurusi hal-hal
remeh seperti itu. Mengingat ritualku yang sukses besar tadi, sindiran
istriku kuanggap angin lalu yang tidak berarti apa-apa.
Hari ini akan kutiduri si Mitha. Itu pasti!
Aku terkekeh sendirian di kamar mandi membayangkannya. Sambil gosok
gigi, tak terasa penisku mulai membesar. Ahh, aku mengelusnya pelan dari
luar celana. Apa harus kulampiaskan sekarang? Kulirik istriku yang
masih sibuk di dapur.
Selesai mengelap muka dengan handuk, aku menghampirinya. “Masih lama, Dik?” tanyaku sambil mengelus pundaknya.
Indah menoleh dan melotot, “Sudah ah, jangan merayu. Aku masih banyak kerjaan,” dia menepiskan tanganku.
Tapi aku tidak mau menyerah. Kupeluk lagi tubuh montoknya. “Kamu cantik
deh hari ini.” beginilah kalau sudah terangsang, istri belum mandi
tetap dibilang cantik.
“Abang pengen ya?” tanyanya sambil
mengiris bawang. Dia membiarkan tanganku bergerak ke atas gundukan buah
dadanya dan mengelusnya pelan. Terasa empuk dan hangat disana.
“He-eh,” aku mengangguk. Kucoba untuk mencari putingnya, terasa tapi cuma sedikit. BH Indah terlalu tebal.
“Baru ingat ya kalau punya istri?” sindirnya tajam. “Dari kemarin aku merayu-rayu nggak direspon.”
Ah, benarkah seperti itu? aku mencoba mengingat-ingat. Tapi aku lupa.
Mungkin karena saking sibuknya mempersiapkan ritual, aku sampai
mengabaikannya.
“I-iya, maafkan aku!” kukecup pipinya sebagai tanda minta maaf.
Indah mendengus, tapi tidak menolak.
Kulanjutkan dengan melumat bibir tipisnya. Dia mengerang dan membalas
sekilas. “Kompor... nanti gosong!” desahnya lirih. Tangannya dengan
gemetar menunjuk ikan mujaer yang sedang dia goreng.
Aku segera
mematikannya dan membopong tubuh mulus Indah ke dalam kamar. Tapi masih
sampai di ruang tengah, dia sudah tak tahan. Indah menyudutkan tubuhku
ke meja makan dan menciumiku bertubi-tubi. Ah, tumben dia seperti ini?
tapi aku tidak ingin repot memikirkannya. Lebih baik kunikmati saja apa
yang dia berikan.
Indah segera mencopoti bajuku dan menciumi
perutku yang mulai sedikit gendut. Dia tahu, aku paling suka kalo dicium
di daerah pusar. “Ughhh,” aku mengerang dan semakin terangsang. Penisku
makin terasa kaku dan tegak.
Indah yang mengetahuinya segera
menarik celana pendekku ke bawah. Tampak tak sabar, dia menarik keluar
penisku dan menjilatinya. Aku cukup surprise dengan kelakuannya. Sejak
dulu, dia tidak pernah mau kalau kusuruh menggarap batangku. Jijik
katanya. Jangankan menjilat, mencium saja dia ogah. Tapi hari ini terasa
berbeda, Indah kelihatan sedikit liar dan ganas. Dan aku makin kaget
saat dia membuka mulutnya dan mengoral penisku! Indah mengemut batangku
yang terbilang cukup besar itu dengan cepat dan penuh nafsu, seperti
makan es krim batangan.
“Ahhh.. Aaghhhh..” aku langsung merintih. Nikmat sekali rasanya, seperti melayang-layang di angkasa.
Indah terus mengemutnya dengan cepat dan panas, sampai-sampai aku harus
menahan kepalanya agar tidak terlepas. ”Aaaahhh.. Sssshhs… Dik, enak
sekali! Ahhhhh...” aku makin merintih keenakan.
Indah cuma
tersenyum menanggapinya. Sambil mengocok penisku dengan tangan, dia
berbisik. ”Bang, pagi ini akan kubuat menjadi pagi yang spesial.
Mmmmupph...” dan kembali dia mengulum penisku.
Aku yang sudah
tak tahan, segera menarik tubuh sintalnya ke atas. Aku tidak mau moncrot
di dalam mulutnya. aku ingin menyetubuhi wanita cantik ini. Kamipun
segera berpelukan satu sama lain. Indah menciumiku dengan sangat ganas,
tak jarang dia menggigit kecil lidahku. Tanganku juga dibimbingnya masuk
ke dalam bajunya. Rupanya dia ingin aku mempermainkan payudaranya yang
besar itu. Langsung saja kusingkap BHnya dan kumainkan puting susunya
yang sudah tegak memerah dengan lidahku.
Indah menggelinjang dan merintih pelan. ”Oohhh... Bang, enak banget, sayang. Teruuus..!!”
Tanganku yang satu lagi mulai merambahi selangkangannya dan istriku
menyambutnya dengan merenggangkan kedua kakinya. “Ahh.. Terus, Bang!”
desisnya ketika jemariku mulai menyentuh liang kemaluannya.
Aku
dengan perlahan menyusuri lembah berbulu dimana di dalamnya terdapat
bibir lembut yang lembab. “Ohhhh… Bang, lakukanlah! Cepat setubuhi aku!”
desahnya saat mulai tak tahan menahan hasrat.
Segera
kuhentikan jilatanku pada payudaranya dan mengatur posisi.
Kutelentangkan tubuh montok Indah di atas meja makan. Dengan mata sayu
sedikit terpejam, dia terlihat pasrah. Kedua pahanya dibuka lebar-lebar,
memperlihatkan liang vaginanya yang sudah becek dan basah, siap untuk
menerima hujaman batang penisku.
Indah merengkuh tubuh hitamku ketika perlahan batang penisku yang keras mulai menyusuri lubang memeknya.
“Akhhhh… enak, Bang!” desisnya. Tangannya menekan pinggulku agar segera menggarap tubuhnya.
Aku pun menekan, dan tanpa kesulitan, batangku pun amblas seluruhnya,
masuk ke dalam liang vagina Indah yang terasa hangat dan empuk, menembus
hingga ke pangkalnya.
”Oughhhhhsssss...!” kami merintih berbarengan.
Sambil menciumi bibir dan payudaranya, aku pun mulai menggoyang.
Kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Semakin lama semakin
cepat. Juga semakin liar dan kasar. Sampai-sampai Indah harus
mengimbangi dengan gerakan pinggulnya kalau tidak ingin kesakitan.
Tapi sepertinya wanita itu menikmatinya. “Ayo, Bang. Genjot terusss!
Ahhhhh..” desisnya, terlihat mulai hilang kendali merasakan nikmat yang
kuberikan.
Aku yang juga keenakan, menggerakkan pinggulku
semakin cepat dan keras. Sesekali kusentakkan ke depan kuat-kuat hingga
batang penisku tuntas masuk seluruhnya ke dalam memeknya.
“Oh..
Bang!” jerit Indah setiap kali aku melakukannya. Terasa batang penisku
menyodok dasar lubang memeknya yang terdalam dengan telak.
“Akhhhhh.. Ahhhhhh… Aduh! Aduduh! Aakhh.. A-aku mau keluarghh!”
teriaknya tertahan seperti seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik
berkekuatan rendah yang membuatnya berdesir.
“I-iya, aku juga mau keluar.” balasku sambil mempercepat genjotan ke arah tubuh sintalnya.
Tak berapa lama, terasa tubuh Indah menegang. Tangannya memelukku
erat-erat, dia orgasme. Terasa cairan hangat menyiram ujung kontolku.
Dan bersamaan dengan itu... aku pun menyemburkan cairan maniku ke dalam
memeknya. Dengan berpeluh keringat, kami pun saling berpelukan mesra.
Saat itulah kulihat sesuatu di lehernya. Sesuatu yang membuat jantungku
hampir berhenti berdetak. Di lehernya terlihat tanda seperti bekas
cupangan yang berbentuk bulat sempurna seukuran koin. Itu tidak mungkin
hasil perbuatanku karena aku sama sekali tidak menyentuh lehernya.
Jadi... jangan-jangan! Ah, hatiku langsung panas. Ternyata Indah sudah
pernah tidur dengan juragan Karta. Pantas dia tadi jadi liar. Itu bukan
istriku yang sebenarnya. Indah sudah terpengaruh ilmu peletku.
Tapi dalam hati aku berseru gembira. Apa yang kulakukan selama dua hari
ini ternyata tidak sia-sia. Aku berhasil. Malam nanti, giliran Mitha
yang akan jadi korbanku. Awas gadis cantik, aku datang!
***
Kelelahan karena kerja semalaman membuatku tidur sampai sore. Kalau
saja istriku tidak membangunkan, aku pasti akan melewatkan rencanaku
terhadap Mitha, istri paling muda juragan Karta.
Selesai mandi
dan ganti pakaian, aku segera mengangkat kayu bakar yang sudah kusiapkan
sejak kemarin. ”Dik, aku berangkat dulu ya,” aku pamit pada istriku
yang berada di kamar, sedang menyusui si kecil.
”Iya, hati-hati, Bang.” teriaknya membalas.
Dengan penuh semangat, aku melangkah menuju kediaman juragan Karta.
Pariyem, istri pertamanya, kemarin pesan kayu bakar kepadaku untuk
digunakan memasak di acara tahlilan suaminya. Hari ini adalah malam
kedua peringatan kematian sang Juragan.
Sebentar saja, aku
sudah sampai karena jarak rumahku dan kediaman juragan Karta memang
tidak terlalu jauh. Sambil terus melangkah, aku memikirkan percakapan
dengan istriku tadi sebelum tidur. Setelah kudesak, Indah akhirnya
mengaku kalau memang pernah tidur dengan juragan Karta. Dia terpaksa
melakukannya karena kepepet hutang pada rentenir untuk biaya persalinan
bayi kami. Juragan Karta bersedia melunasinya asal Indah mau melayaninya
di ranjang. Meski cuma sekali, tapi itu sudah cukup untuk membuatnya
terkena ilmu peletku. Siapapun yang pernah tidur dengan laki-laki tua
itu, akan terpengaruh oleh ilmu gaibku.
Ilmu ini tidak ada
namanya. Aku mengetahuinya dari kakekku yang juga seorang juru kunci
makam. Suatu hari, aku memergokinya sedang menyetubuhi mbak Mira, istri
pakde Karto yang baru meninggal tiga hari yang lalu. Saat kudesak,
kakek akhirnya cerita kalau dia sudah memelet wanita cantik itu. Memang
dalam kondisi normal, tidak mungkin mbak Mira yang masih muda mau tidur
dengan kakekku yang sudah bau tanah, apalagi suaminya baru saja
meninggal.
Kakek memeletnya dengan menaruh telor ayam perawan
–ayam yang baru pertama kali bertelor- di kuburan pakde Karto. Sama
seperti yang telah kulakukan di kuburan juragan Karta. Itupun dengan
syarat, orang yang meninggal harus dikubur tepat pada saat bulan
purnama. Telor itu harus sudah diambil sebelum tengah malam, saat bulan
masih belum bergeser, kalau tidak akan sia-sia saja. Mantranya agak
sedikit rumit, tapi kakek sudah mencatatkannya untukku. Dia mau
memberitahukan rahasia ini setelah aku berjanji akan meneruskan
pekerjaannya sebagai juru kunci makam.
Setelah memakan telor
itu -sambil membaca mantra- siapapun yang pernah tidur dengan si mayat,
akan bisa kita ajak tidur sampai 40 hari ke depan. Aku tidak pernah bisa
mempraktekkan ilmu ini karena memang sulit sekali mencari orang yang
meninggal tepat pada saat malam bulan purnama. Ataupun kalau ada,
menaruh telornya yang sulit. Kalau dipergoki keluarganya, bisa-bisa kita
dituduh macem-macem.
Karena itulah, begitu juragan Karta
meninggal kemarin, aku benar-benar gembira. (Hmm, orang yang aneh!)
dengan persiapan matang dan hati-hati, aku menjalankan ritual itu.
Kuselipkan telor ayam saat aku pura-pura mengikat kembali tali pocong
sang juragan yang agak sedikit kendor. Lalu malamnya, berharap tidak ada
orang melihat, aku menggali makamnya untuk mengambilnya kembali. Dan
aku berhasil.
Yang tak kusangka, korban pertama malah istriku
sendiri. Aku tidak bisa marah kepadanya karena sudah tidur dengan
juragan Karta karena itu salahku juga yang tidak becus menjadi seorang
laki-laki. Karena kerja serabutan, aku jadi tidak bisa menghidupinya
secara layak. Tapi tadi Indah sudah berjanji, itu yang pertama sekaligus
yang terakhir. Aku yang tidak sanggup kehilangan dirinya, cuma bisa
mengangguk mengiyakan.
Kini giliran kelima istri juragan Karta.
Akan kugilir mereka satu per satu. Dimulai dari si Mitha, istri yang
paling muda sekaligus yang paling cantik.
Di teras rumah
Juragan Karta, tampak sudah mulai ramai. Beberapa orang terlihat sibuk
menata tikar dan kursi plastik. Selebihnya cuma duduk-duduk menonton
sambil mengobrol ringan. Sambil menyapa basa-basi, aku terus
melangkahkan kakiku menuju ke belakang, ke arah dapur. Disitu, banyak
ibu-ibu berkumpul untuk memasak dan menata makanan yang sudah jadi.
Beberapa kukenal karena mereka memang tetanggaku. Tapi banyak juga yang
asing, mungkin itu adalah saudara atau sanak famili juragan Karta.
”Taruh kayunya disitu, Mal.” kata Bu Sofi, istri pak RT. Tangannya
menunjuk tumpukan kayu sisa kirimanku kemarin. ”Kok telat banget? Kukira
lupa tadi.” wanita itu tersenyum kepadaku, hal yang sangat jarang dia
lakukan.
Curiga, aku pun melirik lehernnya. Seperti dugaanku,
meski sedikit tertutup kerah baju, bisa kulihat tanda itu. Bulatan merah
sempurna seukuran koin. Dia pernah tidur dengan juragan Karta! Wah,
kalau yang alim seperti Bu Sofi saja melakukannya, apalagi yang...
Aku segera mengedarkan pandangan ke seluruh dapur. Kupandangi leher
setiap orang satu per satu. Seperti mendapat durian runtuh, aku bersorak
dalam hati. Hampir separo dari wanita di dapur itu memilikinya. Mulai
dari Reni, siswi kelas tiga SMA keponakan juragan Karta yang manis dan
centil, hingga Mak Yem, janda berumur 60 tahun yang sudah peyot dan
keriput. Aku benar-benar beruntung. Baru pertama kali mempraktekan ilmu
ini, sudah bisa dapat calon korban sebanyak ini. Hebat juga juragan
Karta, bisa meniduri mereka semua.
Sayang, tidak kulihat Mitha
di ruangan itu. Padahal dia yang menjadi orang nomor satu di dalam
daftarku. Tapi tidak apalah, dia bisa disimpan buat kapan-kapan. Toh aku
masih punya waktu 39 hari lagi.
Kuedarkan kembali pandanganku.
Kuteliti satu per satu wanita di dapur untuk mendapatkan yang pas
sesuai seleraku. Karena banyaknya pilihan, aku jadi jual mahal. Harus
kudapatkan yang terbaik! Pilihanku akhirnya jatuh pada Linda, ibu muda
cantik yang tinggal di ujung gang. Suaminya bekerja jadi tukang batu di
kota, jadi jarang pulang.
Aku tidak tertarik untuk menyelidiki
bagaimana dia bisa tidur dengan juragan Karta, yang penting adalah, aku
bisa menikmati dan merasakan tubuh montoknya sekarang.
Aku
segera beranjak menghampirinya yang saat itu sedang sibuk menggoreng
ikan. Seperti biasa, Linda menggunakan baju longgar untuk menutupi tubuh
montoknya yang menggiurkan. Dia seperti tidak ingin terlalu
mengeksposnya. Itu yang kukagumi dari dia. Dan itu pula yang membuatku
makin penasaran. Dari segi wajah, dia juga luar biasa. Linda sangat
cantik dan manis. Kelembutan kulitnya tidak kalah dengan remaja belasan
tahun.
Aku tahu kalau Linda mempunyai tubuh yang bagus dari
istriku. Dia pernah bilang ingin diet agar bisa langsing dan seksi
seperti Linda. Sejak saat itulah, diam-diam aku jadi sering
memperhatikan istri tetanggaku itu. Dan apa yang dikatakan Indah memang
benar, Linda memang benar-benar cantik dan seksi. Bodynya sangat sintal.
Payudaranya lumayan besar dan walaupun tertutup baju longgar, benda itu
masih tampak begitu menonjol. Bodoh sekali suaminya yang telah
membiarkan barang sebagus itu tidak terjamah. Jadi, biar aku saja yang
memanfaatkannya. Hehehe... (tawa setan!)
Aku menepuk pundak
Linda dari belakang. ”Lagi goreng apa, Lin?” tanyaku dan ups, ternyata
dia kaget dan membalikkan badannya sehingga tanpa sengaja aku menyenggol
payudaranya. Terasa kenyal sekali. ”Eh, maaf, Lin. Kaget ya?” aku
tersenyum.
Wajahnya langsung memerah karena malu. ”Ooh, nggak apa-apa kok. Ini lagi goreng ikan.” jawabnya.
”Wah, enak tuh.” balasku sambil memandang wajah cantiknya. Dia makin
tersipu. Rupanya, ilmu peletku sudah mulai bekerja. Terbukti dia mulai
keringetan dan memandangku dengan mata nanar. Nafasnya juga mulai
memburu.
“Mbak Lin, sudah belum ikannya?” tanya ibu-ibu gendut mengagetkan kami berdua.
Linda buru-buru mengangkat gorengannya dan mematikan kompor. Setelah
itu... ”Mal, mau nggak ikut aku sebentar?” dia bertanya, sedikit
memaksa.
Aku pun mengangguk mengiyakan. Kutebak, dia sudah tak
tahan. Memeknya pasti sudah basah saat ini. Beriringan, kami
meninggalkan rumah juragan Karta. Linda mengajakku ke rumahnya. Putranya
yang saat itu sedang menonton televisi, diberinya uang sepuluh ribu.
”Ini, main PS sana!” suruhnya pada bocah kecil itu. Si bocah nyengir
lebar dan bergegas berlalu. Jarang-jarang ibunya baik hati seperti ini.
Linda mengajakku masuk dan menyuruhku duduk di kursi kayu ruang tamu.
Dia lalu ke belakang sebentar untuk membuatkanku minum. ”Suamimu kok
nggak pulang-pulang?” aku bertanya saat dia kembali. Di tangannya ada
dua gelas es teh manis.
”Nggak tahu, sudah satu bulan ini nggak
pulang,” jawabnya acuh. Dia yang biasanya sopan, kini duduk
sembarangan. Kakinya agak mengangkang hingga aku bisa sedikit mengintip
kemulusan kulit pahanya.
”Sayang banget ya, punya istri secantik ini kok ditinggal-tinggal.” aku mengerling nakal.
Linda yang rupanya mengerti dengan isyaratku, makin membuka kakinya
lebih lebar. ”Emang aku ini cantik ya?” dia bertanya. Kini aku bisa
melihat hingga ke pangkal pahanya.
Aku mengangguk, ”He-eh,”
kulihat dia memakai celana dalam hijau muda. ”Kamu cantik banget, nggak
kalah sama si Mitha.” untuk ukuran cantik, memang Mitha yang selalu jadi
ukuran, tidak ada yang lain.
”Ah, kamu bisa aja,” Linda
tertawa, tapi tak urung wajahnya tetap bersemu merah mendengar pujianku.
Mendadak dia bangkit dari kursi dan memegang tanganku, lalu menyeretku
menuju ke kamarnya.
”Eh, kita mau kemana?” meski tahu apa yang dia inginkan, aku tetap harus bertanya. Jaim gitu lho!
”Sebentar, ada yang mau kutunjukkan.” katanya singkat.
Sesampainya di kamar, Linda menuju ke depan cermin. Aku cuma
memandanginya saja, tidak bertanya atau pun membantah. “Kamu lihat, Mal,
wajahku sudah penuh dengan kerutan. Juga, bodyku sudah pada melar
semua. Masa gini dibilang cantik?” katanya sambil berpose di depan
cermin.
”Ah, nggak kok. Bagiku kamu tetap cantik.” sahutku
meyakinkan. ”Lihat wajahmu, begitu putih dan mulus.” aku mencoba
menghiburnya dengan membelai pipinya yang bulat, dan tanpa kuduga dia
memegang tanganku. Linda menahan tanganku untuk tetap menempel di
pipinya.
”Kamu berani sekali, Mal, menyentuhku seperti ini!” dia menatapku sayu.
”Kamu duluan yang menggodaku dengan mengajak ke kamar ini.” aku berkilah.
Linda langsung tersipu malu. ”Dibanding istrimu, aku bagaimana?” tanyanya.
”Kamu tetap yang tercantik.” jawabku diplomatis. Dalam hati aku mulai tak sabar, kapan aku bisa mencicipi tubuh mulusnya?
”Kalo yang ini, apa masih kencang seperti punya istrimu, Mal?” tanyanya
sambil menyelipkan tanganku ke balik baju longgarnya dan ditempelkan ke
atas gundukan payudaranya.
Ah, akhirnya saat itu tiba juga.
Tersenyum penuh kemenangan, aku mengusap-usapnya perlahan, masih tak
percaya kalo Linda akan mau melakukan ini.
”Ayo, Mal, jawab.
Apa payudaraku masih sekencang punya istrimu?” dia mengulangi
pertanyaanya. Dari matanya tersirat betapa dia sangat merindukan
sentuhan laki-laki.
Aku pun mendekat ke wajahnya dan
kubisikkan, ”Kecantikanmu sungguh tak tertandingi. Kau begitu menggoda.”
sambil aku semakin berani mendekatkan bibirku hampir menyentuh
bibirnya.
Linda memejamkan mata menerimanya. Melihat itu, aku
semakin memberanikan diri untuk menciumnya, dan seperti yang sudah bisa
diduga, dia menyambut ciumanku dengan begitu mesra.
Merasa di
atas angin, aku sudah tak segan-segan lagi untuk membelai wajah ibu muda
itu, membelai hidungnya yang bangir, matanya yang sayu, hingga bibirnya
yang tipis dan penuh. Tak sadar, tubuh kami berdua sudah berhimpitan
hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi
setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar
dari yang aku kira. Tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri
mengencang. Tak salah aku memilihnya.
Linda sendiri tampaknya
juga mulai kehilangan akal sehatnya. Bahkan dia tidak bergeming ketika
aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang
tipis. Nafsuku yang sudah tak tertahankan lagi, membuat bibirku terus
memagut dan melumat, sementara tanganku mulai menggerayangi tubuh
mulusnya yang sintal. Kujamah gundukan daging kembar yang menghias di
dadanya. Dengan gemas kuremas-remas benda empuk dan lunak itu. Semua
kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh BH-nya
yang tipis.
“Aaah… Mal, aku… kenapa jadi seperti ini?!” Linda
memegang tanganku yang berada di atas payudaranya, dan menekannya agar
meremas lebih kuat lagi. Sementara bibirnya, terus mengejar mulutku
untuk terus saling melumat dan bertukar air liur. Matanya yang bulat
terpejam, dengan nafas mulai memburu dan tidak teratur seperti sehabis
berlari.
”Sst.. nikmati saja, Lin.” Kubelai lembut wajahnya
yang bulat. Dia kelihatan cantik sekali hari ini. Lalu kembali kupagut
bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. Bergantian kucucup bibir
bawah dan bibir atasnya.
”Oughhh.. Hmmmphh!” Linda semakin
mengerang. Desahan dan rintihannya bercampur menjadi satu. Bisa
kurasakan detak jantungnya yang menjadi semakin kencang.
Kusupkan tanganku ke balik bajunya. Masih dari luar BH-nya, perlahan
kuremas-remas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Linda
merintih menikmatinya. Sungguh suatu kenikmatan tersendiri bisa menjamah
benda bulat kembar nan indah yang kenyal itu, yang selama ini cuma bisa
menjadi fantasiku. Kuusap-usap terus payudara yang begitu menggiurkan
itu hingga tubuh Linda mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.
“Aaauuhh… Mal, Auuuh…!” Dia mendesis-desis penuh gairah.
Mendengarnya, aku jadi makin bersemangat. Remasan-remasan tanganku di
payudaranya semakin menggila dan merajalela. Tanganku mulai membuka kaos
longgarnya ke atas, kusibak kain itu hingga bisa kulihat tubuh Linda
yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat bertengger dengan
begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem
kekuningan. Aku sejenak terpaku memandanginya. Tetapi aku segera
tersadar bahwa pemandangan surga dihadapanku ini memang tersedia
untukku. Segera kepala turun untuk menciuminya. Kucucup dan kujilat
tonjolan daging bulat itu dengan lidahku. Kugesek belahannya yang
membukit dengan ujung hidungku.
Linda yang menerimanya cuma
bisa menggeliat-geliat kegelian. “Mal, Oughhhh… Sshhhh…” ia merintih.
Matanya terpejam merasakan kenikmatan yang begitu menghebat.
Sambil terus mencium, salah satu tanganku turun ke bawah, kuraih
pantatnya yang bulat padat dan kuremas-remas dengan penuh nafsu.
Kuusap-usap bokong yang besar itu dari luar rok pendeknya.
”Aghhhh…” Linda semakin menggelinjang.
Sementara itu, aku terus menyerangnya. Kuciumi buah dadanya, pipinya,
bibir, juga lehernya, sambil tanganku terus bergerilya membelai,
mengusap, meraba, dan meremas-remas pantatnya. Wanita berlesung pipit
ini menggelinjang, tubuhnya menggeliat-geliat dan mengejang. Apalagi
saat tanganku mulai mengelus-elus selangkangannya yang masih tertutup
celana dalam hijau muda, dia makin pasrah dan tak tahan, sama sekali
tidak menolak perlakuanku.
Dengan cepat, sambil tetap
berciuman, aku melepaskan semua pakaianku. Aku sudah tak tahan lagi
ingin segera mengentotnya. Kudorong tubuh montok Linda ke atas ranjang
dan kusibakkan ke atas rok pendeknya. Kemudian kutarik ke bawah celana
dalamnya yang berwarna hijau muda lalu kupeluk erat tubuhnya. Sambil
mengendusi lehernya, kuarahkan penisku ke dalam liang kemaluannya yang
terlihat sudah sangat basah. Dengan gerakan yang lembut dan pelan,
kudorong pelan penisku yang sudah tegang maksimal ke dalam memek wanita
cantik itu.
”Auwwhhhhh...!” Linda menjerit lirih saat penisku
sudah membobol memeknya yang sempit dengan mantab. Batangku yang panjang
terbenam seluruhnya.
Kami terdiam sejenak. Kupeluk erat tubuh
Linda sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang masih tertutup BH
kuning tipis, sementara bibirku tiada henti mengecup bibirnya,
menyedotnya dengan mesra.
Linda mengangguk saat aku meminta
ijin untuk mulai menggoyang. ”Lakukan, Mal. Tapi pelan-pelan saja.
Penismu terlalu besar, aughhhh...” rintihnya saat aku mulai menarik dan
mendorong batangku.
Terasa memeknya sudah sangat basah oleh
lendir birahi yang melanda tubuh mulusnya. Linda sudah tidak mampu lagi
berkata-kata. Hanya desahan dan geliatan tubuh saja yang dapat dia
lakukan untuk mengimbangi goyanganku. Gejolak nafsu birahi telah
membakar jiwa mudanya.
Aku yang melihatnya, jadi semakin
merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya. Kudorong penisku semakin
cepat ke dalam memeknya. Bles… Bles… Bles... Ujungnya menusuk, menyeruak
hingga dinding terdalam liang kewanitaan Linda yang terasa semakin
panas dan basah. Kutarik dan kudorong terus benda itu secara
berulang-ulang, dengan cepat dan keras, hingga Linda sampai merem melek
keenakan dibuatnya. Desahan-desahan kecil darinya membuatku semakin
bernafsu untuk mempercepat tempo seranganku.
Keringat birahi
telah membasahi tubuh kami berdua. BH kuning yang dikenakannya nampak
kusut dan awut-awutan karena seringnya aku menjamah benda tersebut. Aku
segera menariknya ke atas hingga isinya yang bulat kembar tumpah ruah
keluar. Terlihat sepasang payudara Linda yang besar, yang berkulit putih
mulus menyilaukan, dengan sepasang puting kemerahan yang sudah tegak
mencuat.
Gemas, aku segera meremas dan memijit-mijitnya.
Sementara di bawah, pinggulku terus bergoyang. Gerakan maju mundur
penisku yang panjang menimbulkan bunyi yang sangat sensasional. Linda
nampak sangat bernafsu menikmatinya. Bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan
penisku yang mengobrak-abrik seisi liang kewanitaannya, dipadu dengan
denyut-denyut nikmat otot di memeknya menimbulkan gejolak dan nafsu yang
membakar jiwa kami berdua.
Aku memang sengaja ingin
menunjukkan segala daya dan kekuatan seksku pada ibu muda cantik ini.
Aku ingin Linda mengakui kejantananku, kebrutalanku… Ya, aku ingin
membuat kesan yang sangat mendalam pada diri wanita yang jarang dijamah
oleh suaminya ini. Setidaknya aku ingin membuatnya ketagihan bercinta
denganku.
Entah sudah berapa lama aku menggoyang tubuhnya
dengan gerakan yang cepat dan kasar saat tiba-tiba kedua tangan Linda
merangkul tubuhku untuk lebih merapatkan diri lagi. Aku pun melepaskan
payudaranya untuk meraih tubuhnya. Kurasakan betapa halus dan empuk
tubuh ibu muda yang agak gemuk dan seksi ini ketika kudekap. Kelunakan
tubuhnya dan kehalusan kulitnya, ditambah pertemuan dan gesekan antara
kulit dadaku dengan kedua payudaranya, membawa sensasi tersendiri yang
luar biasa rasanya bagi diriku.
Irama gerakan pinggulku dan
pinggulnya tetap stabil. Tetap cepat dan kencang. Tapi tiba-tiba Linda
mendesah dengan suara yang agak berbeda dari sebelumnya, dengan kedua
bola matanya memejam rapat-rapat.
”Aahhk… Aahhhh…” Ia
mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar selangkangannya
lebih rapat dengan selangkanganku. Setelah itu kedua kakinya mencoba
mengkait kedua kakiku.
Nampak Linda menggigit bibir bawahnya
untuk menahan desahan dan rintihannya yang semakin menggila. Tapi tetap
dia tidak mampu menyembunyikan perasaan nikmat tiada tara yang sedang
melingkupi tubuh mulusnya. Dengan gerakan yang semakin cepat dan cepat,
naik turun dan berputar-putar dengan sangat erotis sekali, kepala Linda
oleng kesana kemari mengikuti geliatan tubuhku dan mengimbangi gerakan
maju mundur penisku yang semakin cepat di liang memeknya. Gerakan bibir
dan raut mukanya menunjukkan bahwa dia baru saja orgasme.
Linda
membuka matanya untuk mengucapkan terima kasih padaku. Ia mendekatkan
wajahnya dengan bibir terbuka lebar, memperlihatkan isyarat untuk minta
aku cium. Aku pun segera memagut dan melumatnya dengan mesra.
”Makasih ya, Mal.” bisiknya dengan nafas masih memburu. Hanya itu yang
sanggup dia katakan kepadaku karena aku masih terus menggenjot tubuh
montoknya, berusaha mencari kenikmatan yang seperti baru dia rasakan.
Terasa getaran memek Linda di batang penisku, sangat kuat.
Berdenyut-denyut seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera
mengguyur, menyiram memeknya yang sudah luar biasa becek.
”Arghhhh..” menggeram, makin kupercepat kocokan kontolku di dalam liang
vaginanya, makin kencang pula Linda memelukku. Nafasnya tertahan, seolah
tidak ingin kehilangan momen-momen saat aku menggapai puncak
kenikmatan.
Karena denyutan memek Linda yang membuatku nikmat,
ditambah rasa hangat karena guyuran lendir birahinya, aku pun tak tahan.
Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu
namun tersirat kepuasan yang amat sangat.
“Ayo, Mal. Keluarin pejuh kamu. Keluarin semua di memekku.” Linda memohon.
“Kamu nggak apa-apa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.
“Tidak apa-apa, aku KB kok.” sahutnya enteng.
Mengangguk gembira, aku pun melepaskannya. ”LIN… LINDAAAA…
ARGGGGGGHHHHH…!!!” aku merasakan pejuhku mendesak dan.. Crroooot…!
Crrooooot...! Crroooooot...! Tak kurang dari tujuh kali semprotan
spermaku menyiram rahim sempit wanita cantik itu, sampai-sampai Linda
tersentak. Ia segera mengencangkan otot memeknya untuk menerima pejuhku.
“Ohhh… Mal, enak sekali! Aghhhhhsss... Hangat sekali pejuh kamu.” ucapnya lirih.
Saat getarannya sudah hilang, segera kucabut penisku. Plook… Linda agak
berjengit, dan dia tersenyum. Senyum penuh kepuasan. Kupandangi
memeknya yang tampak membengkak dan merah basah dengan lubang menganga
penuh lendir. Segera saja jemari Linda meraih dan mengorek bibir
vaginanya, menjaga agar pejuhku tidak sampai tumpah ke ranjang.
Akibatnya, telapak tangannya jadi belepotan, penuh dengan pejuhku yang
telah bercampur lendir birahinya. Dengan pejuh di telapak tangan
kanannya, Linda menggunakan jari tangan kirinya untuk membersihkan
kemaluannya dari sisa-sisa spermaku.
”Mmpmm..” dijilatnya telapak tangan kanannya yang penuh dengan sperma.
”Eh, apa yang kamu lakukan?” aku heran melihat kelakuannya. Tadinya aku menebak dia bakalan jijik.
”Sperma bagus buat obat awet muda.” sahutnya tenang, nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Astaga... kamu tuh ya, diam-diam ternyata…” aku terkejut.
“Kenapa, kaget ya?” dia tertawa.
“Muka alim, tapi kalo urusan birahi liar juga ya.” aku ikut tertawa.
“Aku juga nggak tahu, Mal. Entahlah.. kok bisa aku jadi seperti ini. Begitu lihat kamu di dapur tadi, aku langsung jadi panas.”
Hmm, aku mengerti sekarang. Ini pasti karena ilmu peletku. Istriku aja
yang alim juga jadi liar kok. Kalau begitu, apakah semua yang kena akan
jadi liar? Aku jadi tak sabar untuk membuktikannya. Terutama dengan
Mitha. Awas gadis cantik, sebentar lagi aku datang!
Membayangkannya membuat penisku perlahan terbangun dan bangkit lagi. Linda yang melihatnya menjerit gembira.
”Bangun lagi, Mal. Ayo kita lakukan lagi.” dia sudah benar-benar berubah menjadi wanita haus seks sekarang.
Aku pun mengangguk mengiyakan. Siapa juga yang mau menolak ajakan
bersetubuh wanita secantik dan semolek Linda. Sore itu kami melakukannya
sampai tiga kali. Sebenarnya Linda masih minta tambah, tapi aku sudah
tidak kuat lagi. Nafsu wanita yang lama tidak dijamah laki-laki memang
luar biasa. Lagian, aku juga harus menghemat tenaga. Masih banyak
wanita-wanita tetanggaku yang menunggu giliran untuk kutiduri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar