Rabu, 08 Januari 2014

Catatan Fariz ; Tetangga Yang Baik Chapter.4

SALAH RAYUAN BERAKIBAT FATAL

Aku bangun dari tidur setelah ritual yang melelahkan karena kenikmatan. Aku makan siang, terus buka diktat kuliahku kalau-kalau ada tugas. Aku ingat bahwa ada tugas yang belum aku kerjakan. Dengan terpaksa aku berangkat ke kost temanku untuk kerjakan tugas yang terlupakan. Setelah sampai kost, ternyata teman-temanku sudah ngumpul, sudah mengerjakan tugas yang cukup menyita waktu itu. Aku langsung nimbrung ngerjakan tugas dengan semangat, jangan sampai aku tidak berhasil gara-gara memek mbak Lasmi. Aku lupakan dulu semua, toh mbak Lasmi pun mungkin akan menerima alasanku tidak nyodok memeknya. Sampai tengah malam, aku baru selesai. Akhirnya aku tertidur kelelahan di rumah temenku sampai pagi.

Tanpa pulang dulu, aku langsung kuliah dengan pakaian seadanya. Maklum mahasiswa teknik, isinya cowok semua, kuliah tidak ganti baju tidak masalah. Tugas berhasil aku kumpulkan meskipun masih ada sedikit kesalahan, tapi dosen memakluminya. Ia menghargai mahasiswa yang masih mau berusaha. Sampai sore, aku sibuk di kampus. Jam tiga baru aku pulang ke rumahku. Dalam perjalanan pulang, sudah mulai terbayang lagi kemontokan tubuh mbak Lasmi. Dalam hati aku berucap, ”Mbak, akan kuganti ketidakhadiranku. Akan kuentot mbak sampai pagi.”

Sampai rumah...

“Pergi kok sehari semalam to, Riz, kemana kamu?” tanya ibuku.

“Anu, bu, semalam ngerjakan tugas di kost teman, trus langsung kuliah.“ jawabku.

“Oalah, masak anak ibu kuliah tidak ganti baju... tugasnya beres tidak?” kata ibu.

“Beres dong, lha ibu mau kemana?” tanyaku melihat kedua orang tuaku siap dengan tas besar.

“Ini, Riz, aku dan bapak mau ke Semarang sama om Joko, ada acara mantenan besok pagi. Malam ini acara midodareni, jadi aku sama bapak nginep di sana.“ jelas ibuku.

“Lha kok gantian yang pergi, aku jadi sendirian lagi.” kataku sambil ngeloyor ke kamarku.

Tak berapa lama, mobil om Joko datang. Aku keluar untuk bantu angkat-angkat barang bawaan orang tuaku.

“Kamu nggak ikut, Riz?” tanya om Joko.

“Tidak, om. Besok masuk.“ jawabku singkat. Dalam hati: ”Aku malam ini mau merengkuh kenikmatan, om.”

“Walah, paling kamu kencan sama pacarmu ya?” canda om Joko.

“Ti-tidak, om. Belum ada yang mau.” jawabku agak gelagapan.

"Hati-hati di rumah ya, Riz. Jangan kamu tinggalkan rumah lagi." pesan ibu.

"Iya, bu. Salam untuk keluarga disana." jawabku.

Akhirnya mereka berangkat, aku lambaikan tanganku mengantar mereka pergi, dalam hati aku berdoa semoga lancar perjalanan mereka. Aku lihat rumah mbak Lasmi kosong, mungkin lagi pergi. Sebenarnya aku pengin kesana, tapi akhirnya aku langsung tidur di kamarku. Sampai sore aku tertidur, terasa lapar saat aku bangun. Aku langsung makan dan mandi. Sore itu kuisi dengan mengobrol dengan tetangga di luar rumah sambil melihat keadaan rumah mbak Lasmi.

Habis maghrib hujan malah turun, kelihatan jalan sudah sepi. Aku merasa sepi di rumah, sementara kulihat rumah mbak Lasmi masih saja gelap pertanda tidak ada kehidupan disana, mungkin mbak Lasmi memang pergi atau malah marah karena semalam aku tidak main ke rumahnya. Mungkin dia ingin balas dendam kepadaku. Dalam kesendirian, terlihat sepeda motor mbak Lasmi datang, tapi dia cuek saja, tidak sedikitpun melihat ke rumahku. Aku tidak sabar ingin langsung ke rumah mbak Lasmi, tapi sebelumnya tak lupa beres-beres rumah supaya kelihatan aku pergi jauh. Motor kusembunyikan di belakang supaya kalau ada yang datang mengira aku pergi keluar. Aku pingin memberi kejutan kepada mbak Lasmi. kulihat rumah mbak Lasmi lampunya sudah menyala. Karena situasi saat itu yang sepi, akupun masuk ke rumahnya lewat pintu samping seperti biasa dan mendengar ada yang sedang mandi. Kulihat pintu kamar mandi terbuka sedikit. Saat akan mengintipnya, kurasa ada yang memergokiku dan langsung menguncinya dari dalam. Aku jadi ragu, apakah mbak Lasmi benar-benar marah?

Setelah pintu samping kututup, kupanggil mbak Lasmi yang ada di kamar mandi. "Mbak, lagi mandi yah?” tanyaku basa-basi.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan. "Kamu marah yah. mbak? Maaf yah, aku gak kasih tahu kalo aku mau nginep di kost temanku. Malam ini aku mau buat mbak puas. Aku akan cium mbak, bikin mbak puas hari ini. Aku akan jilati tubuh mbak mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." rayuku.

Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Aku mendekati pintu kamar mandi sambil berkata, "Mbak. Aku akan bikin kamu puas beberapa kali hari ini sebelum kau rasakan kontolku. Aku akan cium memekmu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan kontolku. Mbak ingat waktu memekmu kusodok dibelakang mas slamet?"

Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi, sudah tidak terdengar guyuran air lagi, tinggal suara orang yang menggunakan handuk.

"Mbak, maafkan aku. Aku rela mencium kakimu untuk memohon maaf. Mbak nggak usah pakai baju saja, toh nanti akan kuciumi semua. Tidak hanya kakimu, pokoknya semua, sampai itilmu. Aku kunci pintu depan dulu dan matikan lampunya ya, mbak." Akupun berbalik untuk mengunci pintu dan mematikan lampu depan, sekarang tinggal lampu ruang tengah yang menyala. Kupikir dengan begini, aku bisa ngentot mbak Lasmi dengan tenang.

Ketika kumatikan lampu depan, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun tersenyum dan bersorak dalam hati. Aku langsung balik ke ruang tengah, pengin langsung memeluk mbak Lasmi. Tapi ternyata, yang ada dalam kamar bukanlah mbak Lasmi, tapi mbak Tari, adiknya. Aku jadi kaget dan mematung, memang mbak Tari mirip sekali dengan mbak Lasmi, tapi agak sedikit hitam. Namun untuk masalah bodi, tidak kalah sama mbak Lasmi, malah menurutku lebih bahenol mbak Tari. Aku memang sering memperhatikan bodinya ketika ia berkunjung kesini. Mbak Tari umurnya lebih muda dua tahun dari pada mbak Lasmi, suaminya seorang PNS di Jogja. Mereka belum dikaruniai anak, entah apa sebabnya, aku tidak tahu.

Terlihat mbak Tari yang baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan daster bertali merah milik mbak Lasmi yang sangat ketat membalut tubuh sintalnya. Ia berdiri memandangiku penuh pertanyaan. Ia memang sudah mengenalku. Aku juga memandanginya; mulai dari kakinya yang mulus terawat, betisnya yang indah, pahanya yang kencang, bokong dan pinggulnya yang besar, pinggangnya yang ramping, hingga ke belahan buah dadanya yang terlihat sangat menantang sekali untuk diremas dan dielus. Ukurannya jelas sedikit lebih besar dari punya mbak Lasmi.

Mbak Tari hanya tersenyum sambil berkata, ”Cari siapa, Riz, kok langsung nylonong masuk?”

“Anu, mbak, aku cuma pingin nyambangi rumah ini. Kan mbak tahu aku sudah seperti keluarga sendiri.” kataku berkelit. “Mbak Lasmi kemana, mbak, kok nggak kelihatan?” tanyaku sambil duduk di sofa.

Mbak Tari pun ikut duduk. "Mbak Lasmi sedang ke Yogya, menginap di acara dikeluarga mas Slamet. Tadi aku ketemu di Solo, mbak Lasmi ke Jogja dan motornya aku pakai. Karena besok masih ada acara, maka aku menginap disini." terang mbak Tari sambil menyilangkan kakinya sehingga hampir semua pahanya kelihatan. Tidak aku sia-siakan pemandangan itu, langsung aku memelototinya, otomatis kontolku yang tadi sempat tertidur sebentar langsung berdiri tegak.

“Kalau mbak sudah di sini, aku sebaiknya pulang saja. Mau jaga rumah, kebetulan rumahku juga kosong.” kataku kaya maling ketahuan.

“Tunggu, Riz, ada yang perlu aku omongkan.“ kata mbak Tari mencegah kepergianku.

“A-ada apa, mbak?” tanyaku penuh cemas, jangan-jangan mbak Tari akan marah atas rayuanku yang salah sasaran tadi.

"Kamu harus jawab jujur! Tadi mbak sudah dengar rayuanmu, maaf mbak memang sengaja mendengarkan rayuanmu ataupun pengakuanmu, jadi selama ini kamu suka ngentot ya sama mbak Lasmi? Padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama kakakku." kata mbak Tari.

“Kuakui, mbak, aku memang pernah ngentot sama mbak Lasmi. Tapi mungkin baru sebulan ini, semenjak mas Slamet ditahan kemarin karena kita sama-sama mau dan keadaan memungkinkan.” jelasku sambil menunduk.

“Kamu cinta mbak Lasmi?” tanya mbak Tari.

“Tidak, mbak. Hubungan kita cuma atas nama nafsu, saya tidak akan mengganggu rumah tangga mas Slamet, itu prinsip kami.” jawabku sedikit lebih berani.

“Kamu pernah ngentot yang lain selain mbak Lasmi?” tanya mbak Tari lebih lanjut.

“Tidak, mbak. Baru sama mbak Lasmi dan itupun aku banyak diajari untuk menjadi lelaki sejati olehnya.“ jelasku.

Kami diam beberapa saat dengan pikiran masing-masing. Akhirnya aku beranikan ngomong untuk mencairkan suasana. "Maaf, mbak. Aku nggak tahu kalo yang di dalam itu mbak Tari." kataku sambil kuberanikan diri memandangnya meskipun aku masih takut. Tapi di lain sisi aku juga terangsang melihat tubuhnya. Mbak Tari menyadari kalau aku sedang memandanginya, tapi ia membiarkannya saja. Rambutnya yang hitam sepundak tampak tergerai basah. Dada yang menantang dengan belahan yang terlihat cukup dalam. Paha yang mulus dan kencang hingga betis yang terawat rapi. Kalau menurutku, mbak Tari boleh mendapat nilai 8 hingga 8,5 dari 10.

"Lalu kalo bukan mbak Lasmi kenapa? Kamu nggak mau mencium mbak, buat mbak puas, menjilati tubuh mbak seperti yang kamu bilang tadi?" tanya mbak Tari memancingku.

"Aku sih mau aja, mbak, kalo mbak kasih!" jawabku langsung tanpa berpikir, seperti kejatuhan duren lagi sambil melangkah mendekatinya. Sebab sebagai laki-laki normal, aku sudah tidak kuat menahan nafsuku melihat sesosok wanita cantik yang hampir pasti telanjang karena baru selesai mandi. Belum lagi pemandangan dada putih mulusnya yang sangat menggoda.

Setelah duduk di sebelahnya, aku mencium wangi harum tubuhnya. "Tubuh Mbak harum sekali," kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.

Mbak Tari menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik dan mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Mbak Tari pun membalas ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat mbak Tari semakin hangat.

Perlahan tangan kiriku menyelusup ke dalam dasternya, ternyata mbak Tari tidak memakai bra, persis seperti dugaanku. Kuraba payudaranya yang hangat dan kenyal, terasa lebih besar dari punya mbak Lasmi. Sambil terus berciuman, kuusap dan kupijat lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun makin mengeras dan putingnya pun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya dengan tanganku sambil terus melumat bibirnya.

Tidak puas dengan itu, aku angkat dasternya dan mbak Tari membantuku sehingga dengan mudah kain itu melewati kepalanya. Aku pun mengubah posisiku, kurebahkan tubuh mbak Tari di sofa sambil terus melumat bibirnya dan meraba payudaranya.. Aku berhenti mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang akan kutiduri sebentar lagi ini, karena aku belum pernah melihat tubuh mbak Tari tanpa seutas benang sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela.

Payudaranya yang montok dan tegak menantang berukuran lebih mantap dari milik mbak Lasmi, dengan puting yang sudah naik penuh, terlihat sangat menggairahkan. Pinggangnya juga langsing karena perutnya yang kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya tampak rapi, mungkin mbak Tari baru saja mencukur rambut kemaluannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah dan menggiurkan.

"Hh, gimana, Riz, kamu mau ngentot denganku?" desah mbak Tari membuyarkan lamunanku.

Aku pun langsung melanjutkan kegiatanku yang tadi sempat terhenti karena mengagumi keindahan tubuhnya. Kembali kulumat bibir mbak Tari sambil tanganku mengelus payudaranya dan perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun turun ke lehernya. Desahan mbak Tari pun makin terdengar. Perlahan mulutku pun turun ke payudaranya dan menciuminya dengan leluasa. Payudaranya yang kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling putingnya.

Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke pahanya. Sengaja aku membelai sekeliling memeknya dahulu untuk memancing reaksi mbak Tari. Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya, kaki mbak Tari pun merapat. Terus kuelus paha mbak Tari hingga akhirnya perlahan tanganku pun ditarik olehnya dan diarahkan ke belahan memeknya.

"Elus dong, Riz. Biar mbak ngerasa enak, Riz." ucapnya sambil mendesah.

Bibir memek mbak Tari sudah basah ketika kusentuh. Kugesekkan jariku sepanjang bibir kemaluannya, dan iapun mendesah. Tangannya meremas kepalaku yang masih berada di atas gundukan payudaranya.

"Ahh, terus, Riz!" Pinggulnya makin bergoyang hebat sejalan dengan rabaan tanganku yang makin cepat. Jari-jariku kumasukkan ke dalam lubang memeknya yang semakin terasa basah. "Ohh... Riz, enak sekali, Riz!!" desah mbak Tari makin hebat dan goyangan pinggulnya juga menjadi semakin cepat.

Jariku pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit memek mbak Tari. Kucoba memasukkan kedua jariku dan desahan serta goyangan mbak Tari makin hebat, membuatku semakin terangsang.

"Ahh... Riz!!" mbak Tari pun merapatkan kedua kakinya sehingga tanganku terjepit di dalam lipatan pahanya, tapi jariku masih terus mengobok-obok memeknya yang sempit dan basah dengan leluasa.

Remasan tangan mbak Tari di kepalaku semakin kencang, mbak Tari seperti sedang menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama, mbak Tari pun melenguh panjang, jepitan tangan dan kakinya pun perlahan mengendur.

Kesempatan ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos dan sarungku. Setelah aku tinggal mengunakan CD saja, kuubah posisi tidur mbak Tari. Semula seluruh badan mbak Tari ada di atas sofa, sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja yang ada di atas sofa, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah. Dengan posisi ini, aku bisa melihat memek mbak Tari yang merah merekah. Kuusap sesekali benda itu, masih terasa basah. Akupun mulai menciuminya. Terasa lengket tapi harum sekali. Pasti mbak Tari selalu menjaga bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.

"Ahh… Riz, enak, Riz!!" racau mbak Tari. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan lidahku di sepanjang memeknya. Memek merahnya semakin basah oleh lendir cinta yang harum lengket. Desahan mbak Tari pun makin hebat ketika kumasukkan lidahku ke dalam lubang memeknya. Ia menggelinjang hebat. "Terus, Riz!!" desahnya.

Tanganku yang sedang meremas pantatnya yang padat ditariknya ke payudara. Tangannku pun bergerak meremas-remas payudaranya yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus menjilati memeknya. Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya bergerak tidak beraturan. Sepuluh menit hal ini berlangsung dan mbak Tari pun mengalami orgasme yang kedua. "Ahh... Riz, aku keluar, Riz!!!" jeritnya.

Aku pun merasakan cairan hangat keluar dari lubang memeknya. Cairan itu pun kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam mulutku dan secepatnya kucium bibir mbak Tari yang sedang terbuka agar dia merasakan cairannya sendiri.

Lama kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat di depan memeknya. Sambil terus menciumnya, kugesekkan ujung penisku yang mencuat keluar dari CD-ku ke bibir memeknya. Tangan mbak Tari yang semula berada disamping, kini bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya mengocok penisku perlahan-lahan.

"Besar juga punya kamu, Riz, panjang lagi. Lebih besar dari milik suamiku dan mas Slamet." ucap mbak Tari di sela-sela ciuman kami.

Aku kaget, kok mbak Tari bisa ngomong lebih besar dari milik mas Slamet? Berarti dia pernah merasakannya. "Kok kontol mas Slamet? Jangan-jangan mbak pernah ngentot sama mas Slamet ya?" tanyaku.

"Iya, Riz. Tapi itu tidak sengaja. Cepat, Riz, mau nggak sama memek mbak?” desaknya. ”Meskipun sudah dipakai dua orang, tapi kurasa akan nikmat untuk kontolmu yang besar ini." kata mbak Tari lagi. "Nanti aku ceritakan bagaimana kau bisa ngentot sama mas Slamet, sekarang cepet sodok memekku, Riz." tambahnya.

Aku sudah tanggung pinging ngentot meskipun dapat dua memek yang semuanya pernah dipakai oleh mas Slamet, tapi kurasa akan tetap sempit sebab milikku lebih besar. Sambil masih berciuman, aku melepaskan CD-ku sehingga tangan mbak Tari bisa leluasa mengocok kontolku. Setelah lima menit, akupun menepis tangan mbak Tari dan menggesekkan kontolku ke bibir memeknya. Posisi ini lebih enak dibandingkan dikocok.

Perlahan aku mulai mengarahkan penisku ke dalam memeknya. Ketika penisku mulai masuk, badan mbak Tari pun sedikit terangkat. Terasa basah sekali sekaligus nikmat. Lobang memeknya lebih sempit dibandingkan punya mbak Lasmi, atau mungkin karena lubang memeknya belum terbiasa dengan kontolku?

"Ahh... Fariz. Ya, begitu, sayang! Uhh, enak sekali!" racaunya ketika kontolku mulai kugerakkan maju mundur. Pinggul mbak Tari bergoyang liar mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi bagian belakang lehernya.

"Ahh..." desahnya semakin menjadi. Akupun semakin bernafsu untuk terus memompanya. Semakin cepat gerakanku, semakin cepat pula goyangan pinggul mbak Tari. Kaki mbak Tari yang menjuntai ke bawah pun bergerak melingkari pinggangku. Akupun mengubah posisiku sehingga seluruh badan kami ada di atas sofa.

Setelah seluruh badan ada di atas sofa, akupun menjatuhkan dadaku diatas payudara besar dan kenyalnya. Tanganku bergerak ke belakang pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat. Goyangan mbak Tari pun semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku. Sedangkan pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur dengan cepat yang diimbangi goyangan pinggul mbak Tari yang semakin lama menjadi semakin liar.

"Riz, kamu hebat, Riz. Terus, Riz. Penis kamu besar dan panjang, Riz. Terus. Goyang lebih cepat lagi, Riz." begitu racau mbak Tari di sela kenikmatannya.

Aku pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Memek mbak Tari memang lebih enak dari punya mbak Lasmi, lebih sempit, sehingga penisku sangat menikmati berada di dalam lorongnya. Goyangan mbak Tari yang semakin liar, juga desahannya yang tidak beraturan, membuatku semakin bernafsu hingga mempercepat gerakanku.

"Mbak, aku mau keluar, Mbak!" kataku tersengal.

"Di dalam aja, Riz, biar enak." desah mbak Tari sambil tangannya memegang pantatku seolah dia tidak mau penisku keluar dari memeknya barang sedikitpun.

"Ahh!!" desahku saat aku memuntahkan semua cairanku ke dalam lubang rahimnya.

Tangan mbak Tari menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah dia masih ingin melanjutkan lagi, matanya terpejam. Aku pun mencium bibir mbak Tari, dengan posisi badan masih diatasnya dan penisku masih dalam memeknya. Mata mbak Tari terbuka, dia membalas ciuman bibirku cukup lama. Badannya basah oleh keringat.

"Kamu hebat, Riz, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya." kata mbak Tari.

"Mbak juga hebat. Memek Mbak sempit, legit dan harum lagi." ucapku.

"Memang memek mbak Lasmi nggak?" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.

"Sedikit lebih sempit punya mbak dibanding punya mbak Lasmi." jawabku sambil menggerakkan penisku yang masih menancap di dalamnya. Sepertinya dia masih ingin melanjutkan lagi, pikirku.

"Penis kamu masih keras, Riz?" tanya mbak Tari sambil memutar pinggulnya.

"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku.

"Mau, tapi Mbak diatas ya?" kata mbak Tari. "Cabut dulu, Riz." Ia menyuruh.

Setelah kucabut, mulut mbak Tari pun bergerak untuk menciumi penisku. Ia mengulum penisku terlebih dahulu sambil memberikan memeknya kepadaku. Kembali terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan mbak Tari dan hangat lubang memeknya yang harum membuatku melupakan mbak Lasmi untuk sementara waktu. Malam itu sampai pagi, aku ngentot mbak Tari. Mungkin sampai lima kali aku orgasme di memek maupun mulutnya, tapi mbak Tari lebih banyak lagi. Kupikir mumpung mbak Lasmi tidak ada, kucumbu saja adiknya dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar