Rabu, 08 Januari 2014

Catatan Fariz ; Tetangga Yang Baik Chapter.3

MENGANTAR RITUAL

Setelah mas Slamet di rumah, memang aku seperti duda dan kembali ke kebiasaan lama yaitu onani, tetapi kadang aku membayangkan ngentot dengan cewek atau artis tapi ujung-ujungnya yang terbayang kebahenolan mbak Lasmi, ditambah setiap hari ketemu entah dalam pakaian komplit maupun terbuka ataupun membukakan diri. Dan koleksi bf-ku sekarang kebanyakan wanita-wanita dengan tetek besar (bigtits).

Kuingat hari itu hari kamis, aku pulang dari kuliah sampai sore. Mbak Lasmi datang ke rumah, ngomong kalau aku dicari mas Slamet, ada yang perlu diomongkan. Hatiku was-was, apa mas Slamet tahu apa yang kami perbuat? Akhirnya setelah aku mandi, aku datang ke rumah mas Slamet. Kulihat mas Slamet duduk santai di meja tamu. Dengan hati-hati aku menyapanya. “Ada apa, mas, kok mencariku?” kataku dengan was-was.

“Anu, Ris, cuma tanya, kamu ada acara tidak malam ini?“ tanya mas Slamet.

“Ti-tidak, mas.” jawabku agak canggung.

“Ini kan malam jum’at, aku mau ajak kamu ritual di Umbul Kendat, Pengging. Itupun kalau kamu mau, sekalian kamu nanti nemani mbakmu.” ajak mas Slamet.

“Iya, mas. Aku besok libur kok. Ngapain ritual segala, mas?” kataku.

“Gini lho, Ris, aku kan baru lepas dari cobaan kemarin dan besok minggu depan aku harus nyetir lagi. Supaya aku lancar dikemudian hari maka harus ritual.” jelas mas Slamet. “Kalau kamu mau, boleh sekalian ikut kungkum sekalian minta apa yang kamu inginkan.” sambungnya.

“Iya, mas, sekalian aku nanti minta cepat lulus dan dapat istri cantik dan bahenol kaya mbak Lasmi, haha...” jawabku keceplosan karena kebetulan kulihat mbak Lasmi keluar dari kamar.

“Kamu bisa aja, Riz. Mau ikut mas slamet?” tanya mbak Lasmi.

“Ya itu, Ris, mbakmu itu kalau tak ajak tidak mau, alasannya takut. Gimana, ma, kalau Fariz ikut, mama mau tidak?” tanya mas Slamet.

“Ok, mas. Kalau gitu kan aku jadi ada temannya. Sekalian aku nanti minta biar kita cepat dapat momongan.” jawab mbak Lasmi.

“Kalau semua mau gini, Riz, nanti jam sembilan kita berangkat naik motor.” ajak mas Slamet.

“Nanti prosesnya gimana, mas?” tanyaku.

“Pokoknya nanti kamu ikuti aku. Kalau misalnya tidak kuat, kamu naik. Nanti setelah aku hampir selesai nanti tak panggil.” jelas mas Slamet.

“Nanti bawa apa?” tanyaku penasaran meskipun aku kurang percaya hal-hal tersebut, tapi yang penting bisa bersama mbak Lasmi.

“Bawa badan sehat aja, Riz. Nanti semua sesaji dan yang lain aku persiapkan.” kata mas Slamet.

“Iya, mas. Aku pamit dulu, nanti kalau mas berangkat, aku susul tapi tunggu dipertigaan.“ kataku.

“Kebetulan, Riz, kamu tunggu di rumah dulu, ada yang perlu dikerjakan sama mas Slamet untuk malam jum’at.” kata mbak Lasmi memancing.

“Apa, mbak, aku kok tidak tahu?” tanyaku.

“Mbak-mu bisa aja, Riz. Biasa, proses membuat momongan.” kata mas Slamet.

Aku langsung tertawa iri membayangkan mbak Lasmi sama mas Slamet akan bercumbu. “Oo… aku baru tahu, monggo. Aku tak pulang dulu.” kataku sambil pamit.

Aku langsung pulang dan masuk kamar, terlihat rumah mas Alamet langsung gelap, perkiraanku mereka langsung bertempur. Aku hanya bisa membayangkan dan berakhir dengan kenikmatan meskipun cuma onani. Aku terkapar beberapa menit kemudian. Kulihat jam sembilan kurang seperempat, aku sekedar mengguyur badan agar bugar lagi sekalian biar bersih. Motor mas Slamet sudah berderu, langsung aku keluar menyusul mereka.

Dipertigaan, mereka menungguku. Terlihat mbak Lasmi membawa tas lumayan besar. Kami pun berangkat. Setelah beberapa saat mengikuti mereka, tibalah kami disebuah tempat yang belum pernah aku kunjungi, meskipun hanya dekat mungkin sekitar tiga kilo dari rumah kami.

Tempat yang di tepi sungai dimana terdapat sebuah makam yang besar, dan sebuah sumber air kira-kira 10m persegi, penerangan hanya dari sinar bulan yang kebetulan sedang purnama. Aku sebenarnya tidak percaya tahayul, tapi karena diajak, aku mau juga.

“Riz, ini Umbul Kendat yang sering aku kunjungi.” terang mas Slamet.

“Kok sepi, mas?” tanyaku sedikit gimana.

“Sini ramainya kalau sore. Jam segini kebanyakan orang ke Pengging, tapi aku lebih senang disini, lebih khusuk. Kamu ikuti saja aku.” terang mas Slamet. “Nanti kita ziarah dulu di makam kyai sambil minta apa yang kita inginkan, terus kita turun untuk kungkum, setelah itu kita bersihkan diri di pancuran itu.” jelasnya lagi.

“Tidak dingin, mas? Kalau aku nggak kuat gimana?” tanyaku.

“Gini, Riz, nanti kamu sama mbakmu ikuti saja aku. Tapi waktu kungkum, aku biasa satu setengah jam. Kalau kamu tidak kuat, mungkin baru pertama, ya nanti naik dulu. Baru kalau aku sudah selesai, kamu ikut di pancuran.” jelas mas Slamet.

Mas Slamet menyuruh mbak Lasmi mengelar tikar dan mengeluarkan sesaji yang kita perlukan. Mbak Lasmi mengeluarkan handuk besar dan sarung tiga buah. Sesuai perintah mas Slamet, aku hanya mengikuti saja. Pertama kita melepas jaket. Mas Slamet melepas kaos lalu memakai sarung, kemudian melepas celana dan cd-nya dan memberikannya kepada mbak Lasmi untuk dilipat. Aku hanya mengikuti tapi melipat sendiri bajuku, sambil melihat mbak Lasmi melepas bajunya.

Pertama dia melepas jilbabnya, lalu mengalungkan sarung menghadap ke arah yang berlawanan. Dia mengangkat bajunya dan melepas branya, kemudian menurunkan sarung untuk menutupi teteknya yang montok. Disusul melepas celana dan cd-nya sambil sedikit menggodaku dengan memperlihatkan bokongnya yang bahenol sambil tersenyum sedikit. Aku nikmati pertunjukan itu, dan tahu-tahu kontolku bergerak.

Kita berjalan. pertama mas Slamet, kemudian mbak Lasmi, terakhir aku. Mas Slamet memberikan sesaji sambil berdoa, aku dan mbak Lasmi hanya mengamini saja. Terlihat mas Slamet sangat khusuk melakukannya, tapi aku lebih sering melirik tetek mbak Lasmi yang kelihatan seperti mau tumpah.

Setelah berdoa, kita turun untuk kungkum atau berendam. Mas Slamet mengangkat sarungnya dan langsung masuk ke dalam kolam dan meletakkan sarungnya di tepian batu yang kering. Kulihat mbak Lasmi mengangkat sarungnya sehingga dia bugil, terlihat teteknya bergoyang indah ke kanan dan ke kiri. Meskipun aku pernah merasakan dan melihat benda itu, tapi hari itu lain karena di ruang terbuka dan ditunggui suaminya. Aku hanya berani melirik, terlihat mbak Lasmi sedikit berlama-lama, seperti mau memamerkannya kepadaku. Aku yang tidak kuat, langsung ikut masuk air untuk meredam nafsuku yang sudah diubun-ubun.

Kolam itu ternyata lumayan dalam, aku dan mas Slamet sampai dada, dan mbak Lasmi teteknya terendam sebatas air. Karena posisi mas Slamet sebagai petunjuk, maka dia akan di depan, aku dan mbak Lasmi berdampingan di belakangnya. Dengan khusuk kita berendam tanpa bersuara sedikitpun, utamanya mas Slamet. Tapi nafsuku mengalahkan semuanya. Bayangkan, disampingku ada wanita telanjang yang selalu aku pingin entot, tapi suaminya berada didepanku.

Aku melirik mbak Lasmi, dengan hati-hati aku pegang dan remas tangannya. Di luar dugaan, mbak Lasmi membalas meremasku. Beberapa saat kita saling remas, akhirnya mbak Lasmi melepas tangannya sambil menoleh ke arahku dan tersenyum sangat manis. Ingin aku lumat bibirnya, tapi masih kutahan. Tak kusangka mbak Lasmi malah langsung memegang kontolku yang sudah setengah berdiri, otomatis benda itu langsung berdiri total karenanya. Aku hanya merem melek menikmati elusannya. Aku yang tidak tahan, akhirnya tanganku memegang memeknya, kukocok dengan pelan.

Tak terasa kita benar-benar horni. Mbak Lasmi menoleh ke arahku sambil mengedipkan matanya, memberi isyarat. Dia lalu menepuk mas Slamet dan ijin untuk naik duluan. Dengan tubuh telanjang, mbak Lasmi naik sambil membawa sarung tanpa memakainya, dia berjalan ke arah tikar tempat kita duduk tadi. Aku tidak konsentrasi, pengen menyusul mbak Lasmi, tapi masih ragu. Dalam keraguan itu, kulihat mbak Lasmi menyuruhku naik dengan isyarat tangan sambil memegang teteknya.

Tanpa kompromi, aku tepuk punggung mas Slamet dengan hati-hati. Mas Slamet hanya mengangguk menyetujui. Aku langsung naik menyusul mbak Lasmi dengan telanjang. Terlihat mbak Lasmi masih telanjang. Kita geser tikar sedikit ke belakang batu supaya tidak terlihat oleh mas Slamet. Aku yang sudah tidak tahan langsung memeluk tubuh montok mbak Lasmi dengan penuh nafsu. Mbak Lasmi membalasnya. Menyadari situasi yang mendesak, mbak Lasmi lekas merebahkan badannya. Dalam posisi mengangkang memperlihatkan memeknya, dia siap kueksekusi. Tanpa perlu diminta, aku langsung menubruknya. Kutindih tubuh mulusnya. Terasa hangat badan mbak Lasmi di suasana yang dingin itu.

“Mbak, aku pingin. Mbak tidak takut?” bisikku.

“Aku takut kalau ada ular.” jawab mbak Lasmi.

“Kalau ular ini gimana, mbak?“ kataku sambil mengarahkan kontolku ke belahan memeknya.

“Riz, ohhh… aku rindu dengan ularmu. Cepat masukkan ke sarangku.” perintah mbak Lasmi.

Tanpa kompromi, dengan tekanan yang kuat, kumasukan kontolku ke lubang memeknya. Terasa mudah karena memang sudah sangat basah.

“Aduh, Riz, jangan kasar-kasar. Memekku bisa rusak.“ bisik mbak Lasmi.

“Salah sendiri, aku nggak pernah dikasih.” jawabku sambil kugenjot memeknya tanpa ampun.

Mbak Lasmi menikmatinya sambil ikut menggoyang pinggulnya. Kita nikmati persetubuhan terlarang ini tanpa perduli orang atau mas Slamet melihat, yang penting kami berdua bisa puas. Terdengar nafas kami yang berpacu dengan nafsu.Tak berapa lama, terlihat mbak Lasmi mulai mengejang dan akupun sudah hampir sampai.

“Mbak, aku mau keluar.” bisikku.

“Aku juga, Riz. Kita barengan, siram memekku!” teriaknya tertahan.

Kugenjot pinggulku tanpa aturan, hingga akhirnya diiringin teriakan yang tertahan, aku dan mbak Lasmi keluar secara bersamaan dengan posisi kontolku terbenam sempurna di dalam memeknya. Aku tahan terus sambil merasakan sisa- sisa kenikmatan yang masih menjalar. Setelah beberapa saat, baru kita mengatur nafas. Menyadari situasi, kita langsung melihat mas Slamet. Terlihat mas Slamet masih khusuk dengan kungkumnya. Kulihat jam yang ada di atas tas, menujukkan pukul setengah sebelas. Aku dan mbak Lasmi kemudian duduk, masih dalam kondisi tubuh telanjang. Bayangkan saja, duduk di alam terbuka dengan badan polos tanpa ada yang melekat di tubuh kami masing-masing, dimana suami mbak Lasmi berada sekitar beberapa meter di depan, benar-benar memberi sensasi tersendiri.

“Riz, kamu kok kaya orang kesetanan pas ngentot aku?” tanya mbak Lasmi sambil mempermainkan burungku.

“Maaf, mbak, sudah dua minggu ngempet.” jawabku, kubalas dengan meremas-remas bulatan payudaranya.

”Mosok main langsung sodok aja tanpa permisi, jadi sakit nih memekku disodok kontolmu yang besar ini.” kata mbak Lasmi.

“Mbak tidak takut ketahuan mas Slamet?” kataku agak was-was.

“Ya takut sih, tapi nggak masalah, mas Slamet kalau sudah kungkum tidak peduli siapapun, paling-paling tengah malam baru selesai.” jawab mbak Lasmi.

“Mbak, katanya memeknya sakit, mungkin lecet, coba kulihat.” kataku penuh nafsu.

“Nggak usah, Riz, kan gelap. Apa kelihatan?“ kata mbak Lasmi sambil mengangkang sehingga memeknya terhidang di depanku.

“Coba, mbak, tak lihat.” kataku sambil mendekatkan mukaku ke memeknya. Tanganku meraba memeknya dan membukanya sedikit, tapi bukannya mataku yang kudekatkan, malah mulutku langsung menciumi memeknya dan lidahku langsung menari di itilnya.

Mbak Lasmi hanya menahan rintihan sambil berkata, ”Enak, Riz… mbak jadi pingin lagi.”

“Katanya perih, kok minta lagi? Kan sudah dua kontol yang masuk sejak tadi sore!” kataku.

“Tapi aku pengin kontolmu yang besar ini, Riz.” kata mbak Lasmi sambil mencari kontolku. Tanpa permisi, dia langsung membalik tubuhku dengan posisi 69. Kontolku langsung dimasukan ke mulutnya, tanpa jijik mbak Lasmi mengulum dan menjilatnya. Aku lebih semangat lagi menyedot dan mempermainkan memeknya. Beberapa saat kita dalam posisi 69.

“Riz, kita masih punya waktu, cumbui aku dulu.“ kata mbak Lasmi sambil telentang.

Melihat tubuh yang montok dan bahenol itu, aku hanya bisa mengangguk. Langsung aku lumat bibir mbak Lasmi tanpa ampun. Mbak Lasmi mengimbanginya dengan menyedot mulutku kuat-kuat.

“Riz, kamu tidak kangen tetek mbak?” kata mbak Lasmi sambil memamerkan teteknya yang super montok itu. Meskipun hanya diterangi sinar bulan, tapi terlihat lebih menggairahkan.

Tanpa diminta dua kali, segera aku remas benda favoritku itu. Karena memang besar sehingga perlu dua tangan untuk memainkannya secara bergantian. Aku yang sudah tidak tahan, langsung melumat putingnya dengan mulutku dan menyedotnya dengan sekuat tenaga. Tidak bosan-bosan aku memainkan tetek itu. Mbak Lasmi terlihat menikmatinya, perlahan nafasnya mulai berpacu dan menjadi berat. Menyadari itu, segera aku sudahi permainan tetek. Aku mau langsung entot tubuh molek mbak Lasmi. Tapi mbak Lasmi malah berdiri sambil melihat situasi.

“Riz, entot mbak dari belakang.“ perintahnya.

“Ok, mbak.“ jawabku sambil mengikuti berdiri.

Mbak lami langsung membungkukkan badannya sambil menahan tangannya di batu, terlihat teteknya menggantung dengan indahnya dan memeknya terlihat jelas dari belakang karena kakinya dikangkangkan lebar. Aku berdiri dibelakang mbak Lasmi, karena posisiku berdiri maka aku dapat melihat dengan jelas mas Slamet yang masih asyik kungkum. Aku tak peduli itu, malah aku merasa lebih aman karena bisa ngentoti istrinya dengan lebih bebas.

“Riz, cepat entot mbak!” kata mbak Lasmi sambil mencari kontolku. Diarahkan kontolku ke lubang memeknya yang tembem. Dengan sekali sodokan, kontolku sudah amblas menerobos memeknya.

Kupompa memek mbak Lasmi sambil sesekali meremas teteknya yang menggantung kaya melon. Mbak Lasmi hanya menahan teriakannya, takut didengar oleh mas Slamet. Aku waspada melihat mas Slamet. Aku sempat berpikir, kalau mas Slamet sampai tahu perbuatan kami, akan aku suruh pegangin tetek istrinya biar aku ngentotnya lebih enjoy. Aku tarik tubuh mbak Lasmi agak berdiri sehingga dapat melihat suaminya yang sedang kungkum.

Ada sensasi tersendiri kita ngentot di belakang suaminya, di alam terbuka lagi. Mbak Lasmi kelihatan tambah gairah. Karena posisiku kurang nyaman untuk menuntaskannya, maka mbak Lasmi langsung mendorongku untuk rebahan. Tanpa ampun dimasukkannya kontolku ke memeknya, dan langsung digoyang sehingga teteknya bergerak ke kanan dan ke kiri tanpa aturan. Melihat itu, aku langsung meremasnya. Mbak Lasmi tampak akan keluar, akupun sama. Akhirnya terasa kejang di memeknya dan ada cairan yang banyak mengguyur kontolku yang sudah di ujung orgasme. Hanya selisih beberapa detik, aku semprotkan spermaku di rahimnya. Mbak Lasmi langsung ambruk di tubuhku dengan kontolku tetap menancap di memeknya. Kita mengatur nafas, kemudian bangkit dan terus duduk berdampingan lagi.

“Riz, mbak puas banget malam ini.” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak, aku juga sama. Kok tadi tambah nafsu begitu lihat mas Slamet?” tanyaku.

“Entahlah, Riz. Seperti ada perasaan aneh ketika kita ngentot di depan mas Slamet.” kata mbak Lasmi.

“Kan mbak tadi udah sama mas Slamet,” kataku.

“Mbak pingin dientot dua orang, Riz. Kelihatannya enak banget ya?” kata mbak Lasmi.

“Apa mbak kuat nerima kontolku dan kontol mas Slamet?” tanyaku.

“Siapa takut. Tunggu waktunya, Riz.” jawab mbak Lasmi penuh teka-teki.

Kita ngobrol sebentar, terus mbak Lasmi berjalan ke kolam untuk menyusul suaminya, aku disuruh nanti supaya mas Slamet tidak curiga. Dengan langkah gontai, mbak Lasmi berjalan menyusul suaminya dengan menggunakan sarung, dan masuk ke air untuk membasuh memeknya yang habis kuhajar. Mereka berendam sebentar, kelihatan mas Slamet sudah mau selesai. Dia melihat kanan kiri mencariku, kemudian memanggilku saat sudah melihatku. Aku yang pura-pura tidur langsung ikut masuk kolam dengan lemas, pura-pura kelihatan baru bangun.

Prosesi kungkum sudah selesai, terakhir kita mandi di pancuran dengan telanjang. Mas Slamet menutup kontolnya dengan tangan, aku mengikutinya. Terlihat mbak Lasmi mau pakai sarung, tapi oleh mas Slamet dilarang, disuruh menutupi memek dan teteknya dengan tangan. Kebetulan pancuran ada tiga, aku paling kiri membelakangi mereka, mas Slamet di tengah menghadap mbak Lasmi, sedangkan mbak Lasmi di kanan membelakangi kami berdua. Aku tidak berani meliriknya. Setelah bersih, kita naik. Aku mendahului untuk ganti baju. Terlihat mas Slamet horny memeluk istrinya. Aku hanya bisa melihat dari jauh, tapi hanya sebatas itu. Kemudian mereka naik ke atas untuk berganti baju. Kita duduk sebentar, mbak Lasmi menuangkan kopi yang dibawa dari rumah dengan termos. Kita minum sambil ngobrol.

“Riz, kamu kalau pingin berhasil permintaanmu harus kuat, jangan tidur saja.” kata mas Slamet.

“Iya, mas. Besok aku tahan lebih lama.“ kataku sambil melirik mbak Lasmi yang sudah berpakaian lengkap.

“Mosok diajak tirakat malah tidur?“ sambung mbak Lasmi untuk menutupi perbuatan kami. Aku hanya tertawa menanggapi. “Gimana, mas, sudah siap untuk keluar kota?“ tanya mbak Lasmi pada mas Slamet.

“Sudah, mas kalau habis dari sini jadi mantap. Mama sendiri gimana, sudah siap hamil?” canda mas Slamet.

“Ya tergantung semprotannya papa, pas apa tidak?!“ canda mbak Lasmi.

“Beres itu, nanti sampai rumah tak semprot lagi, biar ini segera isi.“ kata mas Slamet sambil mengelus perut istrinya.

“Ih, malu, Pa. Ada Fariz, mosok tadi berangkat minta, pulang minta lagi?” kata mbak Lasmi munafik.

“Namanya suami istri, ya nggak apa-apa dong, biar cepet jadi. Kan tadi sudah minta ke kyai, kalau semprotannya papa kurang pas, nanti biar dibantu Fariz… haha.“ canda mas Slamet.

Aku dan mbak Lasmi langsung kaget. Wajahku langsung terlihat pucat, tapi karena gelap jadi tidak terlihat jelas.

“Gimana, Riz, mau nyemprot mbakmu tidak?” tanya mas Slamet kepadaku.

“Papa! Mosok istrinya ditawarkan?! Kasihan itu fariz jadi bingung.” elak mbak Lasmi.

Aku hanya tersenyum kecut. Dalam hati aku berkata, sudah berulang kali memek istrimu kusemprot, mas!

Kita langsung beres-beres mau pulang, tapi mas Slamet merasa ada sesaji yang tertinggal di makam. Dia pergi untuk mengambilnya.

“Apa tidak rusak tuh memek dipakai terus?” candaku kepada mbak Lasmi waktu mas Slamet pergi.

“Ini kan bukan buatan Jepang, setelah mandi juga jadi bagus lagi.” kata mbak Lasmi.

“Mbak tidak capek, digarap terus semalaman?” tanyaku.

“Untuk itu tidak ada capeknya, Riz. Kan mas slamet baru sekali, biar dia tidak curiga.” jawabnya.

"Apa nanti tidak longgar, kan habis disodok kontol yang lebih besar?" tanyaku.

"Kan sudah direndam, jadinya normal lagi. Bisa jepit kuat, mau coba?" canda mbak Lasmi.

Terlihat mas Slamet sudah kembali berjalan ke arah kami.

“Mbak, terima kasih hadiahnya, ngentot outdor penuh sensasi.” kataku.

“Riz, kamu pengin hadiah yang lain? Tunggu saja nanti. Malam ini aku milik mas Slamet, tapi besok, dua malam memekku milikmu sepenuhnya karena mas slamet sudah mulai keluar kota.” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak, gigolomu ini siap untuk tante girangku.” candaku.

“Besok malam kutunggu semprotanmu biar mengisi rahimku, Riz.” pesan mbak Lasmi.

Mas Slamet datang, kita langsung pulang. Aku duluan sampai rumah, baru setelah aku masuk kamar, kulihat mereka datang, kuintip dari jendela kamarku. Terlihat mas Slamet memasukkan motornya. Tidak sadar atau memang sengaja, mbak Lasmi membuka jendelanya, sehingga dari kamarku dapat terlihat jelas apa yang dilakukan orang yang di dalam. Terlihat mbak Lasmi membuka bajunya hingga telanjang bulat, tahu-tahu mas Slamet masuk juga sudah dalam posisi telajang. Langsung ia melumat bibir mbak Lasmi dan menggerayangi tetek mbak Lasmi yang besar sambil berdiri. Aku sudah akan onani sambil menonton saat kemudian mereka tidak terlihat, mungkin mbak Lasmi sudah terbaring ngangkang dientot oleh mas Slamet.

Dalam kegundahanku, aku bicara sendiri. ”Itu memek kok nggak ada matinya?! Tunggu, mbak, besok gantian kupakai.”

Aku pun merebahkan diri dan tidur sampai siang. Esoknya mas Slamet sudah mulai menyopir truk lagi ke Surabaya, berarti perlu dua malam. Senangnya, jadi ada memek nganggur dua malam ke depan… siap kusemprot…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar