Rabu, 08 Januari 2014

Catatan Indah ; aku Harus Jujur


Andi kemarin sore menjemputku seperti biasa di kantor, lalu kami jalan ke sebuah restoran di Kemang. Seperti biasa Andi memesan steak kesukaannya, sementara aku memilih fillet salmon dengan saus cream, mmm... enak banget, apalagi ditemani Andi.

Selesai makan andi bertanya,"In.. mau nggak kamu nikah sama aku?"
Aku tersentak, senang, kaget, bercampur takut... Takut? Ya, artinya Andi sudah sangat serius mau menikah denganku, tapi aku takut karena berarti aku harus menceritakan sesuatu yang selama ini aku sembunyikan dibalik Jilbabku ini.

"Kamu serius Ndi...?"
"Lho emang selama ini aku nggak serius sama kamu"
"Nggak sih, maksudku..."
Aku nggak sanggup bicara jujur... Aku harus mengakui bahwa aku sudah tidak perawan lagi, aku pernah berhubungan badan dengan pacar-pacarku dulu.
"Kenapa, kamu nggak mau menikah sama aku", Andi mulai menyelidik
"Aku tidak seperti yang kamu bayangkan Ndi..."
"Maksudmu?"
"Apa kamu mau menerima aku apa adanya?", aku ingin sekali mengatakannya, tapi aku takut, malu...
"Ada apa In... Apa ada yang perlu aku tahu tentang kamu?", Andi bertanya lagi

Aku menunduk, kupejamkan mataku sebentar. Aku bulatkan tekadku untuk jujur. Aku harus jujur pada Andi, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti saat malam pengantin tiba. Harus kuambil resiko itu.

"Ada yang perlu kamu tahu..."
Aku terdiam sebentar
"Kamu mengenalku seperti sekarang ini, sudah bekerja, berjilbab..."
"Ya memang, lalu..."
"Sebenarnya aku... maksudku masa laluku tidak seperti ini"
Aku kembali terdiam
"Indah, aku nggak ngerti apa yang kamu maksud. Coba katakan deh..", Andi mulai tidak sabar
"Andi..."
Aku memegang tangan Andi.
"Maafkan aku Ndi... Aku tidak bisa memberikan mahkotaku padamu, aku sudah tidak perawan lagi", akhirnya aku memberanikan diri mengatakannya

Andi melepas tanganku, dia bersandar di kursinya. Memandangku tajam, kulihat ada rasa kecewa di sinar matanya. Dia menghela nafas.
Aku menunduk, malu, sedih, takut... Aku takut Andi meninggalkanku setelah tahu keadaanku.

"Siapa lelaki yang beruntung itu?", suara Andi agak bergetar menanyakannya.
"Irham, pacarku waktu tingkat 1", jawabku pelan, nyaris berbisik.
"Berapa kali kamu melakukannya...lebih dari sekali?", tanya Andi menyelidik.
"Beberapa kali Ndi..."
"Sering?"
"Cukup sering...", aku tidak berani mengatakan kalau aku dan Irham hampir setiap minggu sekali berhubungan badan. Padahal kami berpacaran lebih dari setahun saat itu, jadi sudah puluhan kali aku melakukannya bersama Irham.

Pikiranku menerawang ke masa laluku. Terus terang mungkin sudah ratusan kali aku berhubungan sex. Setelah Irham ada Edo, lalu Fanny, Johan, Agung dan setelah itu ... masih ada Dion. Mereka semua pernah menikmati tubuhku. Bahkan aku dan Dion melakukannya setelah aku mengenakan Jilbab. Belum lagi Dion pernah atau lebih tepatnya sering mengajak teman-teman bandnya untuk ... ah aku tidak ingin mengingatnya lagi. Entah apa namanya, yang jelas mereka ramai-ramai melakukannya kepadaku...

"Berapa kali kamu berpacaran In?", pertanyaan Andi semakin menyudutkanku.
"Tujuh orang, termasuk kamu..."
"Irham pacarmu yang keberapa?"
Aku terdiam... Pertanyaan Andi sangat menusuk perasaanku... tapi aku tidak mau berbohong.
"Pertama..."
"Lalu dengan yang lainnya?"
"Maksudmu?"
"Ya, apakah kamu juga melakukannya dengan pacarmu setelah Irham?"

Aku menarik nafas dalam-dalam.
"Ya..."
"Semuanya? Semua pacarmu?"

Aku menunduk, air mataku mulai menetes. Tak pernah terpikir sebelumnya kalau aku harus menghadapi saat seperti ini. Ketika itu yang aku pikirkan hanyalah kesenangan, gairah yang mengalir dan puncak kepuasan. Tapi sekarang ...

"Iya Ndi, kecuali kamu..."
"Mungkin belum...", jawab Andi seenaknya
"Andi, kok kamu bicara begitu. Aku ingin jujur sama kamu Ndi.. Karena aku menghargai kamu, aku menyayangimu, aku nggak mau kamu kecewa"
"Yang jelas kamu sudah mengecewakanku..."
"Maafkan aku Ndi... tapi inilah aku...aku nggak maksa kamu mau menerimaku lagi setelah kamu tahu.."
"Kamu pernah hamil?"
"Nggak..."
"Jadi pake kondom?"
"Nggak pernah... biasanya kalo pas masa subur aku minta supaya dikeluarin diluar"
"Kalo nggak masa subur?"
"Ya didalem..."
"Waktu itu kamu telanjang di depan pacarmu?"
Lama kelamaan Andi seperti detektif pertanyaannya.
"Ya... nggak tentu juga..."
"Jadi udah ada 6 orang sebelum aku yang menikmati tubuhmu..."
"Aku bukan pelacur Ndi, mereka itu semua pacarku...aku melakukannya suka sama suka"
"Tapi sudah 6 orang!!!"
"Sebenarnya lebih Ndi...", aku menjawab lirih.
"Lah, pacarmu sebelum aku ada 6 orang, lalu?"
"Aku sering melakukannya dengan teman-teman band Dion...", aku terpaksa mengaku.
"Rame-rame?", Andi kaget.

Kali ini aku menjawab dengan anggukan kepalaku.
"Bukannya Dion pacarmu yang terakhir?"
"Iya"
"Waktu itu kamu udah berjilbab?"
"Belum, sebelum aku berjilbab, hampir setiap abis mereka latihan aku melakukannya. Tapi setelah berjilbab teman-teman Dion masih tetap suka untuk berhubungan sex. Malah belakangan tidak jarang aku melayani dua tiga orang sekaligus..."
"Jadi kamu melakukan itu bukan paksaan, bukan diperkosa?"
"Nggak, aku percaya aku bisa menyenangkan Dion dengan berbuat begitu.."
"Lalu kenapa kamu putus dengan Dion?"
"Dia penisnya kecil, dia tidak pernah bisa memuaskanku..."

Terdengar helaan nafas lega dari Andi.

"Bagaimana dengan yang lainnya?"

Aku hanya diam saja... sebenarnya teman-teman Dion penisnya besar-besar dan aku sangat menikmatinya...

"Kamu menikmatinya?"
"Ndi... saat itu aku melakukannya tidak untuk uang...", aku agak tersinggung mendengar pertanyaannya.

Andi terdiam, menatapku, dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Aku merasa jengah sekali, sepertinya dia bisa menembus jilbab dan pakaianku dan melihatku duduk telanjang di depannya. Mungkin dia berusaha membayangkan aku melakukan hubungan sex bersama orang lain.

"Aku masih sayang kamu Indah...", perkataan Andi seolah air yang begitu menyejukkanku.
"Betul Ndi? Setelah kamu tahu seperti apa aku sebenarnya...", aku tak percaya begitu saja.
"Ya, ambil positifnya saja... berarti aku nggak perlu ngajarin kamu lagi", kata Andi sambil tertawa.

Aku cemberut, tapi dalam hatiku aku legaaa sekali...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar