Aku adalah istri seorang pengusaha yang bisa di bilang cukup kaya.
Anakku ada dua, kebetulan cowok semua dan usianya pun sudah menginjak
dewasa. Mereka memilih bersekolah di luar negeri. Sedangkan suamiku
seorang pengusaha yang cukup sibuk dengan usaha – usahanya.
Alhasil
tinggallah diriku dengan segala kesepian yang ada. Bila bangun pagi
hari, aku selalu termenung. Karena suasana rumah yang cukup besar
sehingga aktifitas yang dikerjakan pembantu pembantuku nyaris tak
terdengar, apalagi di dalam kamarku yang cukup luas. Malam hari pun
sama, setelah pembantuku beraktifitas mereka segera pergi tidur dalam
waktu yang bisa dibilang masih sore. Hanya acara televisi yang selalu
menemani, itupun sudah membuatku bosan. Karena semua acara sudah aku
hafal dan semua menjadi tidak menarik lagi. Aku mencoba untuk mulai
beraktifitas dengan tetangga, tapi menjadi percuma karena tetanggaku
semua sibuk dengan urusan masing – masing. Karena stress di rumah, aku
memutuskan untuk pergi ke tempat sahabatku Lena, di Jakarta. Hal itulah
yang membuat aku berubah total dan drastis.
“Hai Len, udah tidur belon?”
“Belon, lagi nonton TV. Ada apa ? Koq tumben loe malem malem nelpon.”
“Gue
lagi stress banget nih, sejak anak-anak pergi ke Singapore di rumah
sepi banget. Mana Ruben gak pulang-pulang. Boleh gak gue nginep di
rumahmu ?”
“Jelas bolehlah, loe kayak ama siapa aja. Kita khan udah kayak sodara.”
“Iya
tapi gue khan takut ngeganggu elo en suami loe.” ( Lena anaknya dua
satu cowok, satu lagi cewek. Yang cowok kuliah di Amerika, sedangkan
yang cewek udah nikah trus ikut suaminya ke Aussie )
“It’s oke koq, William lagi pergi ke Amrik mungkin 2 – 3 minggu lagi baru pulang.”
“Ya udah kalo gitu, besok jemput gue di airport ya. Gue naek pesawat paling pagi.”
“Oke, ntar pagi gue suruh sopir standby di bandara.”
Itulah pembicaraan singkat dengan sahabatku malam sebelum keberangkatanku.
Ketika
mobil berhenti tepat di depan pintu rumah, ku lihat Lena bergegas
menghampiriku, lalu kami berpelukan sambil bercipika cipiki. “Wah wah
makin cantik dan sexy aja nih” kata Lena sambil menatapku dari atas
sampai ke bawah. Ah, biasa aja, loe sendiri juga oke , spa di mana ? Gue
pengen di pijit nih biar relax. “Ah bisa aja deh, gue cuma luluran aja
di rumah. Kalo cuma pijit sih, Iwan juga bisa. Yang ngelulur en mijitin
aku khan si Iwan. Do’i jago lho, di jamin ketagihan deh. “ Iwan .. ?
Siapa Iwan ? “Sopir pribadi gue, yang tadi ngejemput loe. Sekarang loe
ke kamar, ntar gue suruh si Iwan ke kamar loe” Tapi Len.., gue khan
malu. Masak yang mijit cowok, masih muda lagi. “Udah loe tenang aja,
ntar gue temenin deh biar loe nggak risih”
Sesampainya di kamar, aku
berbaring sejenak membayangkan Iwan yang akan memijitku, menyentuh
bagian-bagian tubuhku yang sudah lama tidak disentuh oleh suamiku.
Orangnya masih muda kira-kira umur 25 tahun, tinggi sekitar 177 cm,
berat sekitar 70 kg, berkulit sawo matang tapi bersih sehingga memberi
kesan macho, dengan rambut berpotongan rapi, sopan dan ramah terlebih
sorot matanya yang tajam dan rahang yang memberikan kesan gagah. Apabila
dalam setelan safarinya, terlihat seperti seorang bodyguard. Sehingga
aku merasakan ada suatu desiran aneh dalam diriku. Seperti adrenalin
yang bergejolak, membuatku darahku bergejolak, dan aku pun terbuai dalam
lamunanku sendiri.
Tok…tok…tok… suara ketukan pintu membuyarkan
lamunanku. “Siapa ?” Iwan, bu. Lalu akupun melangkah dan membuka pintu.
Ku lihat Iwan sudah berganti pakaian, dari setelan safari berganti
dengan celana jeans dan kaos ketat tipis warna putih yang semakin
memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar, juga six pack perutnya
terlihat menonjol. Aku sempet berpikir, koq kayak model iklan susu
L-men, tadi kayak body guard. Hebat juga Lena nyari sopir pribadi,
jangan-jangan dia sopir plusnya Lena, tapi segera ku tepis pikiranku.
“Mari masuk, lho.. bu Lena mana ?” tadi sedang terima telpon, saya
disuruh duluan, jawab Iwan dengan sopan. “Hm, ya udah kamu tunggu
sebentar saya ganti dulu.” Iya bu, permisi…, jawabnya.
Lalu aku pun
berjalan ke kamar mandi, setelah pintu ku tutup, ku buka pakaianku. Ku
pandang tubuhku dari kaca besar yang terletak di atas wastafel. Ku putar
ke kiri dan ke kanan, benar juga apa yang di katakan sahabatku tadi.
Tubuhku, walaupun sudah beranak dua masih terlihat seperti iklan
Tropicana Slim, memang agak montok sedikit membuat terlihat lebih sekal.
Di usia yang hampir memasuki kepala empat, dengan tinggi 169 cm dan
berat 53 kg, di tunjang dengan payudara 34 B, aku masih tidak kalah
dengan anak-anak remaja sekarang. Maklumlah aku sering spa untuk
mengurangi stress yang ku alami, tak heran jika kulitku pun putih mulus.
Bahkan selulitku telah ku buang melalui operasi di Singapore setelah
aku melahirkan anak yang kedua. Lalu kuperhatikan wajahku, meski ada
sedikit keriput samar di daerah mata, tapi menurutku wajahku masih cukup
cantik. Karena di kala aku pergi shopping atau sekedar jalan-jalan di
mall, banyak lelaki termasuk remaja melirik ke arahku, bahkan ada di
antara mereka bersuit ke arahku. Ku libatkan handuk di sekeliling
tubuhku, lalu kurapikan rambutku, aku pun berjalan ke luar.
Ketika ku
tutup pintu kamar mandi dari luar, Iwan bangkit berdiri dan menatapku.
Ku lihat dia terpana melihatku yang hanya berbalut selembar handuk
dengan rambut yang tergerai di bahu. ”kenapa Wan ?” Eh, enggak bu. Ibu
terlihat cantik sekali, mirip cerita bidadari yang di filem – filem.
“Ah, kamu bisa aja Wan, pinter ngerayu. Udah berapa pacar yang kena ama
rayuan kamu?” kataku sambil duduk di springbed. Enggak ada bu, saya gak
punya pacar. Dulu waktu sma pernah punya pacar, tapi pas lulus langsung
di nikahin sama bapaknya. Bapaknya gak mau anaknya pacaran sama orang
miskin kayak saya. Ibu mau dipijit sekarang ? “Ehm, boleh deh” kataku
sambil berbaring. Iwan pun melangkah ke kasur sambil membuka tutup body
lotion. Permisi bu, lalu kurasakan tangan Iwan menyentuh telapak kakiku.
Ada rasa geli dan nyaman ketika Iwan memijit telapak kakiku. Setelah
beberapa menit, pijitan mulai naik ke betis dan setengah pahaku, karena
separuh pahaku yang atas masih terlilit handuk. Hem, benar juga yg
dibilang Lena, nyaman juga pijitannya. Tapi koq Lena gak nongol-nongol,
sahabatku itu kadang kalo nelpon bisa ber jam-jam lamanya, paling cepat 1
– 2 jam. Ah terserahlah, aku udah gak peduli karena terhanyut dalam
pijitan-pijitan Iwan, sehingga tanpa sadar akupun terlelap.
Entah
sudah berapa menit, tiba-tiba aku merasa ada yang memanggilku.
Bu..bu..Vina “ya, ada apa” jawabku dalam keadaan setengah sadar. Maaf,
saya buka handuknya ya bu. Kakinya udah selesai dipijit, sekarang mau
mijit punggungnya “Ya, silahkan” jawabku spontan. Ketika tangan Iwan
menyentuh bahu dan pundakku, kesadaranku mulai pulih. Aku teringat
keadaan saat ini, di mana Lena masih belum selesai menerima telepon.
Sedangkan aku hanya berdua dengan Iwan, sedangkan tubuhku hanya bagian
depan yang tertutup, karena aku berbaring tengkurap, sebagian dari
payudaraku yang tertekan pasti terlihat. Berbagai perasaan terbersit
dalam hatiku, karena ini pengalaman pertamaku disentuh oleh lelaki
selain suamiku. Biasanya aku selalu dipijit oleh wanita, hal inilah yang
membuatku menolak saat sahabatku menyarankan Iwan untuk memijitku.
Dengan pemijat segagah Iwan, dan juga setelah sekian lama aku belum
melakukan hubungan intim hal ini membuat hatiku berdebar-debar. Antara
rasa malu dan nafsu yang mulai menghinggapi diriku.
Hilang sudah rasa
nyaman, berganti dengan perasaan aneh yang perlahan muncul seiring
dengan pijatan Iwan. Sehingga saat perasaan aneh itu sudah menguasai
diriku, tanpa sadar aku mulai mendesis kala tangan Iwan mengenai
daerah-daerah sensitifku. Dia mengurut dari pinggul bawah ke atas, lalu
tangannya beralih menuju pundak, ketika tangannya menyentuh leherku, aku
langsung menggelinjang antara geli dan nafsu. Di situ merupakan daerah
sensitif keduaku, di mana yang utama adalah clitorisku. Sehingga aku
semakin liar mendesis dan tanpa sadar aku berbalik. Dengan napas
tersengal-sengal ku buka kelopak mataku, kutatap Iwan yang menatapku
dengan posisi berdiri diatas lututnya. Ku lihat peluhnya bercucuran
sehingga kaosnya basah oleh keringat, membuat tubuhnya jadi semakin
sexy. Aku sudah kehilangan akal sehatku, sehingga aku sudah tak ingat
lagi bahwa tubuhku yang telanjang kini terpampang jelas di hadapan Iwan.
Iwan pun seolah mengerti akan keadaanku lalu di ambilnya handuk yang
tadi melilit tubuhku. Di lapnya keringat di wajah, lalu ketika dia
membuka kaosnya langsung aku ambil handuk ditangannya. Ku seka
keringatnya sambil kuraba tubuhnya, karena tubuh suamiku sangat berbeda
dengannya. Kuraba dadanya yang bidang, lalu tangan kiriku turun hingga
six packnya sambil kuciumi dadanya. Sedangkan tangan yang satu lagi
membelai punggungnya yang juga berotot. Ketika tangan kiriku meraih
kancing celana jeans nya, tangan kanannya menangkap tangan kiriku, lalu
tangan kirinya meraih pinggangku. Sambil menarik pinggangku ke atas,
dilumatnya bibirku. Oohh.. aku merasakan sentuhan yang berbeda dari yang
pernah aku rasakan. Kubalas dengan melumat bibir bawahnya, lalu
kurasakan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, kami saling
melumat. Lalu di rebahkannya aku, dan dia membuka kancing celananya.
Pemandangan itu sungguh erotis sekali di hadapanku, aku bangkit lagi dan
ku elus celana dalamnya yang terlihat kepenuhan itu. Ku cium bagian
atasnya, tak tercium bau kejantanannya, tampaknya dia cukup merawat
miliknya itu. Ku kecup kepalanya sambil ku pelorotkan celana dalamnya.
Oohh, gelegak nafsuku semakin menggelora. Segera kumasukkan batangnya ke
dalam mulutku, ku sedot keluar masuk, ku dengar rintihannya yang
membuatku semakin panas. Ketika ku lihat ke atas, tampak dia terpejam
menikmati sedotanku. Setelah ku hisap selama kurang lebih sepuluh menit,
Iwan menghentikan gerakanku. Di lumatnya lagi mulutku sembari
membaringkan aku di tempat tidur. Lalu dilumatnya leherku, sehingga aku
kembali menggeliat liar. “Ekhs.., wan…” Ku cengkeram sprei tempat tidur,
sementara tangan yang satu lagi mencengkram punggungnya. Tampaknya Iwan
sudah mengetahui kelemahanku, dia segera berpindah untuk melumat bukit
kembarku. Lidahnya melumat habis kedua bukitku beserta ujung ujungnya.
Sementara tangannya terus turun meluncur melalui perutku, sampai pada
bukit kecilku yang berbulu tipis yang kini sudah semakin basah. Aku
memang selalu rajin mencukur bulu jembutku, karena aku suka memakai
celana dalam G-string. Tangannya kini sudah mencapai lipatan vaginaku,
dan tersentuhlah clitorisku. Aku langsung tersentak, seperti terkena
setrum ribuan volt. “akhs….. wan……” jeritku sambil meremas rambutnya.
Sementara tangan Iwan bermain di selangkanganku, lidahnya kini turun ke
perutku, bermain sebentar di seputar perut lalu kembali turun ke
vaginaku. Kedua belah tangannya memegang kedua belah pahaku, sambil di
pandanginya meqi ku yang basah oleh cairan kewanitaanku. “Meqi bu Vina
indah sekali..” perkataan itu seakan memberi suntikan gairah sehingga ku
berkata dengan merintih “ayo wan.. jangan di liatin aja” langsung di
benamkannya bibirnya ke dalam meqi ku, sementara hidungnya mengenai clit
ku, sehingga aku langsung tersentak mendongak ke atas. Di julurkannya
lidahnya menyapu bagian dalam vaginaku, sehingga aku merasa seperti ada
yang menggelitiki memekku itu. “oohhh….terus wan…..terus….” rintihku
sambil terus meremasi rambut di kepalanya. Tangannya menggapai kedua
belah payudaraku, sambil meremasi sesekali dia pelintir kedua pentilku.
Membuatku menjadi semakin liar, dan ku rasakan badai kenikmatan yang
terus menggelora di dalam diriku. Sampai akhirnya saat bibir iwan
mengecup lalu menghisap clit ku, aku tersentak sedemikian hebatnya
sambil menjerit “Aaakkhhsss…… wwaaannnn………” ku jepit kepalanya sambil
kuangkat pinggulku tinggi tinggi, kedua tanganku menjambak rambutnya.
Iwan pun tak henti hentinya terus menusuki memekku dengan lidahnya
sembari memutarkan kepalanya, dihisap dan dijilatinnya hingga habis
cairan yang keluar meleleh dari memekku, aku pun serasa terbang di
awan-awan.
Seketika itu tubuhku melemas, iwan pun merangkak naik ke
arahku, di peluknya diriku, di kecupnya keningku lalu dilumatnya
bibirku. Akupun membalasnya dengan melumat kembali bibirnya yang
menurutku cukup sexy untuk dilumat. Kami saling berpandangan beberapa
saat, aku serasa kembali menemukan sesuatu yang kini mengisi
relung-relung hatiku yang sepi. “Masukin kontolmu wan, tapi pelan-pelan
dulu ya. Aku masih agak lemas nih” kataku dengan lirih di telinganya.
“Baik, bu.” “Jangan panggil ibu terus ah, gak enak didengernya. Maukah
kamu memanggilku sayang ?” “Baik, sayang. Aku masukin ya.” “He eh, tapi
pelan pelan lho” dan kurasakan kepala kontolnya yang mengkilap merah
menempel pada kemaluanku. Ada rasa berdebar di hatiku, inilah kejantanan
selain milik suamiku yang beruntung dapat memasuki liang senggama
milikku. Kurasakan perih ketika kepalanya masuk sedikit di bibir
lubangku “wann, pelann.. agak perih nih.” “Iya sayang, ini juga
pelan-pelan koq.” Iwan kembali menekan pantatnya, dan penisnya kurasakan
semakin menyeruak masuk ke dalam memekku. Akupun spontan memeluk iwan
“aakh..wann….” “tahan sedikit sayang!” Iwanpun menghentakkan pantatnya
dengan sekali hentakan dan seketika kurasakan perih yang kurasakan saat
keperawananku hilang. Iwan pun mengangkat pantatnya pelan-pelan,
sehingga aku merasa memekku seperti tersedot keluar seiring dengan
kontol iwan. Lalu ditekannya kembali kontolnya ke dalam memekku, rasa
perih yang semula kurasa itu hilang berganti sensasi nikmat di kala
punya iwan keluar masuk dengan berirama menggelitiki dinding
kewanitaanku. “akhs…enak wan….teruss sayang….” “memekmu seret banget
yang, kontolku kayak di urut nih” dilumatnya kembali bibirku, kamipun
berpagutan sambil bergoyang pelan. Setelah beberapa saat iwan
mengentotiku dengan irama pelan, yang membuatku seakan sedang bercinta
dengan kekasih yang telah lama tak bersua, gairahku timbul bersama
dengan kekuatan yang mulai pulih setelah orgasme tadi. Dengan
berpelukan, ku gulingkan tubuhnya ke sampingku, kini posisiku ada di
atas tubuhnya dengan penis tetap tertancap di memekku. “giliranku
sayang.. , aku ingin memberikan kamu kenikmatan, seperti yang udah kamu
berikan kepadaku.” Ku tekan dadanya yang bidang dengan kedua tanganku,
lalu ku angkat pelan pelan pantatku “Oookhh…..” iwan memegang kedua
tanganku sambil matanya membeliak “kenapa sayang ?” “kontolku kayak di
sedot ke atas.” Akupun tersenyum sambil menurunkan kembali pantatku, ku
lakukan beberapa saat, hingga ku lihat iwan pun merem melek keenakkan.
Sesekali ku goyangkan pantatku ke kanan dan ke kiri.
Tiba-tiba pintu
kamar terbuka, Lena pun masuk sambil ketawa-ketawa “Wah, enak koq gak
ngajak-ngajak. Gimana ? bener khan yang gue bilang, iwan tuh jago
banget, gue aja udah gak tau berapa kali gue di KO in dia.” “Iya Len,
kamu dapet dari mana sih ?” “rahasia donk, ya gak say ?” jawabnya
sembari mencium iwan. Mereka pun berpagutan, lalu Lena berhenti dan
melepas pakaiannya. Dikangkanginnya muka Iwan dengan posisi berhadapan
denganku. Iwanpun tanpa disuruh langsung dilahapnya memek Lena, sehingga
Lena pun mendesis keenakan. Buah dada ku disambar oleh Lena dan dihisap
hisapnya, tangan yang satu memilin milin putingku. Hal ini membuatku
merem melek keenakan, sungguh suatu sensasi luar biasa timbul dalam
diriku, inilah threesome pertamaku. Gairahku terus memuncak sehingga
datanglah gelombang orgasme ku yang ke dua. Lena dan Iwan seperti
mengetahui akan keadaanku, akupun dipeluk oleh Lena dan dikulum nya
bibirku. Ada perasaan yang sulit diungkapkan ketika Lena menciumku, tapi
yang kuingat adalah gelora birahi membara yang menuntunku menuju
gerbang orgasme. Iwan pun menyambut hentakanku dengan mengangkat
pantatnya ke atas sehingga batangnya terbenam habis ke dalam memekku dan
menyentuh G-spot ku. Akupun mengerang panjang Aaakkkkhhhh……….. cairan
orgasme ku mendesir keluar membasahi kontol Iwan, akupun terkulai dalam
pelukan Lena. Lena memandangku sambil membelai rambutku, dia menciumku
mesra. Akupun membalasnya, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali
cinta yang hilang.
Aku membaringkan diriku ke sebelah, ku lihat Lena
mengulum batang kemaluan Iwan. “Ehm.. peju mu enak banget Vin” aku hanya
tersenyum mendengar perkataan sahabatku itu. Lalu Lena pun berubah
posisi, dia berbalik menghadap Iwan, di enjotnya kontol Iwan. Dengan
liar ia bergoyang sambil mulutnya terus menceracau dan mendesis,
payudaranya yang satu dihisap iwan, yang satu putingnya di pilin pilin.
Lalu tubuhnya bergetar hebat, dicengkeramnya pundak Iwan Ooohhhh…….
Wwaannnn……. aakkuuu kelluuaarrrr…….. Iwanpun lalu bangkit, sambil
mengangkat tubuh Lena dia membaringkan Lena lalu menggenjotnya.
Sodokannya begitu cepat sehingga tubuh Lena terguncang guncang. Lalu
diapun mengerang Aaakkkkhhhh……….. bbbuuuu………. Aakkuuu uuddaahh mmooo
kelluuaarrrr…….. Lena dengan sigap langsung menyambar kontol Iwan dan
mengulumnya. Iwan pun langsung mengejang, seketika ditariknya kepala
Lena sambil menyemprotkan pejunya ke dalam mulut Lena. Tampak cairan
kental keputihan meleleh dari sela sela bibir Lena. Akupun beringsut
maju, turut serta mengulum batang dan peju Iwan. Akhirnya kami bertiga
tidur bareng dalam keadaan bugil.
Itulah awal cerita yang membawaku
ke dalam petualangan sex yang lebih liar. Mohon saran, kritik dan
komentarnya, supaya di tulisan selanjutnya bisa lebih baik dari
sekarang.
Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, tampak wajah cantik Lena
di balik pintu. “Udah siap belon ?” “Bentar lagi, gue belon make bedak
nih.” “Gue tunggu di mobil ya.” Lena segera menghilang dari balik pintu.
Ku
oleskan bedak tipis pada wajahku, ku pandang cermin, aku cukup puas
dengan riasan yang ku pakai. Aku tidak suka merias wajah secara
berlebihan, paling hanya menggunakan bedak, lipstik dan sedikit bloss
on, itupun dengan olesan tipis. Ku ambil tas tangan yang tergeletak di
meja, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu.
Mobil meluncur membelah
jalanan kota Jakarta, kami menuju ke arah Kota. Di jalan Mangga Besar,
kami membelok ke arah Lokasari Plaza. Setelah Iwan memarkirkan mobil,
kamipun berjalan-jalan di daerah sekitar situ. Ada banyak tempat judi
ketangkasan di daerah ini (pada waktu itu belum ada larangan seperti
sekarang ini), tempat demi tempat kami masuki, rupanya Iwan hobi bermain
judi ketangkasan. Lena pun sepertinya sudah tak asing dengan tempat
tempat seperti ini, karena ku lihat beberapa orang menyapanya dengan
sopan. Iwan memutuskan akan bermain di salah satu tempat, dia berbicara
kepada Lena lalu Lena memberikan sejumlah uang dan kartu ATM kepadanya.
Lena mengajakku keluar, kamipun keluar masuk di discotheque yang berada
di daerah yang sama. Satu demi satu tempat itu kami masuki, aku merasa
pengap dengan keadaan di dalam discotheque tersebut. Asap rokok, musik
House yang hingar bingar, orang-orang yang berjoget sampai untuk jalan
pun susah. Ada beberapa cowok yang mendekati dan berusaha mengajak kami
berkenalan, ada yang menawarkan minuman, bahkan ada yang menawarkan
‘inex’ (exstacy). Lena hanya tersenyum dan tertawa sambil terus
berjalan, sesekali berhenti karena ada yang dia kenal. Aku heran dan
takjub kepada sahabatku, koq bisa ya dia seperti ini tapi aku tidak
mengetahui sama sekali. Apakah aku yang naif dan terlalu mudah
dibohongi, atau dia yang hebat dalam bersandiwara. Kalo dia berprofesi
sebagai aktris, aku rasa udah banyak dia sabet piala-piala penghargaan.
Handphone
Lena berdering, dia masuk ke dalam toilet, supaya dia dapat menjawab
panggilan itu. Sekeluarnya Lena dari dalam toilet, dia mengajakku
keluar.
Setelah di luar, dia bercerita bahwa yang tadi menelepon
adalah temannya yang lagi bete di rumah. Lalu setelah Lena menceritakan
bahwa ia bersamaku, temannya itu mengundang ke rumahnya, katanya ingin
berkenalan denganku dan akan mempersiapkan Welcome Party buatku. Kami
mendatangi Iwan di tempatnya bermain ketangkasan, setelah kami
menemukannya Lena meminta kunci mobil. Kamipun bergegas pergi dari
tempat itu menuju rumah kawan Lena.
“Koq, kamu nyupir sendiri ? Kenapa gak pake Iwan ?”
“Gak
pa pa, dia tu kalo udah kena maen, mo sampe besok juga dia mah betah.
Lagian kita khan mo ngerayain Welcome Party buat loe. Kata temen gue,
partynya khusus cewek aja.”
Aku jadi penasaran, party macam apa nih ? masak cuma cewek aja yang boleh.
Mobil
yang kami tumpangi mulai berbelok memasuki gerbang perumahan teman
Lena, kami berhenti sebentar, setelah security menanyakan indentitas dan
maksud kedatangan kami, kamipun diperbolehkan masuk. Kami tiba di depan
sebuah rumah yang cukup megah dan luas, mobil langsung masuk ke
pekarangan dan berhenti tepat di depan pintu garasi. Rumah rumah di
komplek itu tidak mempunyai pintu pagar, tapi berhalaman taman yang
cantik cantik dan menarik.
Lena mengetuk pintu rumah itu, temannya
yang membuka pintu. Cantik juga, tubuhnya tinggi semampai, bodynya
langsing kulitnya putih, biasalah ciri khas keturunan Tionghoa. “Hai,
apa kabar ? Wah temen loe cantik Len.” Katanya sembari cipika cipiki
dengan Lena, lalu dia menjabat tanganku sambil bercipika cipiki denganku
“Selamat datang ya, gue Jane” “Vina” jawabku singkat. “Mari masuk, gak
usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri.” Lena masuk sambil
ngobrol dengan Jane langsung menuju ke suatu ruangan. Sementara aku
memandang sekeliling dinding yang penuh dengan lukisan lukisan wanita.
Ada yang berdua, bertiga, berempat bahkan yang rame- rame pun ada. Waktu
ku perhatikan lukisan lukisan itu, aku merasa janggal, kenapa wanita
wanita dalam lukisan semuanya tak berbusana, paling banter terlilit kain
itupun masih menonjolkan bentuk tubuh yang sexy. “Vin, ngapain loe ?”
tegur Lena tiba tiba yang mengejutkanku. “Ah elo Len, ngagetin aja,
untung gue gak jantungan. Koq rumahnya sepi sih Len ?” “Khan Jane
tinggal sendiri di sini.” “Lha suami ma anaknya mana ?” “Dia gak punya
anak, udah cerai ama suaminya gara-gara gak bisa ngasih keturunan.” “Koq
gak nikah lagi ? Dia khan cantik, masa gak ada cowok yang mau.” “Dia
pernah coba tapi malah dia lebih sering di sakitin. Ada yang cuma mau
hartanya, ada yang suka maen cewek, yang terakhir yang paling parah,
suka mukulin. Makanya dia lebih pilih hidup sendiri, dia udah trauma ma
cowok.” “Apa karena itu, lukisan lukisan ini semua gambarnya cewek ?”
“Hei, lagi pada ngapain sih di sini ? Ngobrolnya di dalem aja yuk !”
Tiba tiba Jane muncul sehingga pertanyaanku tak terjawab oleh Lena,
kamipun masuk mengikuti Jane.
Kami duduk di sofa panjang dan lebar,
yang ukurannya hampir mirip spring bed seukuran anak remaja. Di depan
kami terdapat meja yang panjang dan lebarnya mengikuti ukuran sofa, di
samping kiri ada sebuah mini Bar. Pembantu Jane, kira-kira berumur 19
tahun berwajah ayu, rambutnya panjang lurus sebahu, kulitnya sawo
matang, berkaus putih ketat sehingga menonjolkan payudara yang berukuran
sedang tapi tampak padat dan kencang. Celana pendeknya ketat membuat
paha dan betisnya, yang kata orang Jawa ‘mbunting padi’, terpampang sexy
dan indah. Dia sedang membuatkan minuman bagi kami, tampaknya dia cukup
terlatih dalam hal meracik minuman. Kami pun ngobrol sambil nonton TV
Plasma yang menyiarkan acara luar negeri.
Yanti berjalan ke arah kami
sambil membawa snack, sebuah pitcher berukuran besar dan empat gelas
crystal, rupanya Yanti ikut nimbrung bersama kami. Setelah semua minuman
sudah dituang, Jane mengajak kami melakukan ’toast’. Kamipun mereguk
minuman kami masing-masing, bau wiskhy tercium ketika gelas itu
menyentuh bibirku, tapi rasanya manis, sedikit agak keras ketika
mengalir di tenggorokan, langsung berasa hangat ketika sampai di perut.
Dituangnya kembali minuman ke dalam gelasku, sekarang gantian Lena yang
mengajak ‘toast’. Kamipun terlibat dalam perbincangan seru, seakan kami
sudah kenal lama, beginilah wanita kalo udah ngumpul. Gelas demi gelas
minuman telah kami teguk bersama, makin lama obrolan kamipun udah mulai
ngawur.
Kepalaku sudah mulai pening, akupun bersandar pada sandaran
sofa. Acara TV yang dari tadi tidak kami tonton sudah berubah, sekarang
mereka menyiarkan film percintaan dengan adegan sex yang tidak
tersensor. Ku tonton film dengan keadaan setengah mabuk, ada desiran
rangsangan yang merambati diriku. Ku pejamkan mataku, aku merasa seperti
aku yang berada dalam film itu. Sentuhan tangan aktor di film itu
seperti nyata merabai paha, membelai kepala dan wajahku. Kurasakan
ciumannya lembut, melumat bibirku, aku semakin terbuai. Tangannya naik
dari paha ke payudaraku, meremasinya membuatku mendesah nikmat. Ku
rasakan kancing celana jeansku berusaha dibuka, tampaknya tidak berhasil
sehingga aku mencoba membantunya. Saat aku menyentuh kancing celanaku,
tersentuh olehku tangan halus yang berkuku, sehingga aku membuka mataku.
Oohh.. ternyata yang aku kira aktor itu adalah Jane. Aku terkejut dan
berusaha bangun, tapi tubuhku masih lemas sehingga hanya kepalaku yang
terangkat. Ku arahkan pandang ke samping, ku lihat Lena pun tengah
bercumbu dengan Yanti. Pakaian mereka sudah berantakan, berserakan di
sekeliling mereka. Pemandangan ini membuat gairahku menggelora, ku
palingkan wajah ke arah Jane yang telah berhasil membuka celana jeansku.
Ku peluk Jane, ku tarik wajahnya mendekat ke mukaku, ku lumat bibirnya
yang merah dengan rakus dan liar, diapun tak kalah seru membalas
ciumanku. Tanganku meluncur turun dari punggung ke arah bongkahan
pantatnya yang bahenol. Jane sudah melepas celananya dari tadi, dia
hanya mengenakan BH dan celana G-String warna merah, yang kontras dengan
warna kulitnya sehingga membuatnya semakin seksi. Kuremasi pantatnya,
ku tarik tali celana dalamnya, sehingga bagian depannya masuk ke belahan
memeknya yang sudah basah dari tadi, menggeseki kelentitnya. Janepun
tak tinggal diam, tanggannya meluncur turun masuk ke dalam celana
dalamku. Diremasinya bukit kemaluanku, tangannya liar mengobok obok
vaginaku, jarinya lincah bermain di itilku, sesekali keluar masuk dalam
memekku. Kamipun mendesah, nafas kami sama sama memburu, memburu
kenikmatan yang tiada tara. Desakan gairah yang menggelora membuatku
melepas orgasme yang pertama. Tubuhku yang mengejang segera disambut
oleh gesekan jari Jane yang semakin cepat menari di itilku. Kuremas
rambut Jane, aku mengerang sembari menarik pinggulnya agar semakin rapat
menghimpit badanku. Aku mengejang beberapa kali, Jane menciumi dan
membelaiku lembut tapi ‘panas’. Aku tahu Jane juga sudah dalam keadaan
‘puncak’, orgasmeku mulai mereda, aku langsung melancarkan seranganku,
kutarik badannya ke atas sehingga toketnya tepat berada di wajahku yang
langsung kukenyot, sesekali ku gigit dan kutarik putingnya. Kuremasi
bokongnya, sementara tangan yang satu bermain di vaginanya. Kujepit
itilnya dengan dua jariku, kutarik pelan, kadang kuputar, Jane semakin
liar mengerang dan menjambaki rambutku. Erangannya semakin keras, dia
bangkit berdiri, dikaitkannya kakinya yang satu ke bahuku, memeknya kini
tepat berada di wajahku. Langsung ditekannya pantatnya ke wajahku, yang
segera kusambut dengan jilatan dan hisapan. Jane menjambak rambutku
lalu menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, diikuti dengan gerakan
pantatnya yang berlawanan. Dia mendongak sambil mengerang, kurasakan
cairan hangat menyembur ke dalam mulutku, langsung kutelan dan kusedot
lagi cairan berikutnya. Beberapa kali Jane mengejang, lalu badannya
melemas dan rebah di sampingku. Ku peluk erat Jane, ku ciumi dengan
penuh gairah, gairahku masih tinggi sehingga membuatku terus menggumuli
Jane yang masih menikmati orgasmenya.
Lalu aku bangkit, ku lihat Lena
dan Yanti yang sedang dalam posisi 69, Lena berada di bawah. Kuhampiri
mereka, ku belai punggung Yanti dari atas hingga pantat. Yanti mendongak
yang langsung kusambut bibirnya, kami berciuman sambil ku masukkan
jariku ke memek Lena. Lalu aku membantu Yanti menjilati memek Lena,
jariku memilin milin kelentit Lena, sedangkan jari Yanti terus merojoki
memek Lena. Lena semakin meliar, lalu dia mengerang dan mengejang.
Cairannya yang keluar segera kami sambut, berebut kami jilati dan hisap,
bahkan walaupun udah di mulut, kami masih saling hisap. Aku kini
beralih ke arah Lena, wajahku menghadap bongkahan memek Yanti yang
menggumpal tebal. Ku jilati memek Yanti dengan rakus, bibir memek yang
tebal membuatku nafsu. Tiba tiba kurasakan ada benda menyentuh
kemaluanku dari belakang. Kulihat Jane mengenakan celana bertali kulit
hitam, di depannya tergantung penis buatan seperti dildo, di tangannya
juga menggenggam tiga buah vibrator yang langsung diberikannya kepada
Lena. Jane memegang pinggulku, aku masih dalam posisi nungging sambil
memegangi pantat Yanti, di masukkannya penis itu ke dalam memekku.
Bless… seketika terbenamlah penis itu kedalam punyaku yang basah. Jane
mulai memaju mundurkan pantatnya, ku ambil vibrator di tangan Lena
sambil kugoyangkan pantatku mengimbangi goyangan Jane. Kumainkan
vibrator itu ke meqi Yanti, Lena pun memainkan vibrator tepat di itil
Yanti. Yanti juga melakukan hal yang sama di memek Lena, kami berempat
mendesis seperti orang kepedasan. Aku sudah sampai pada tahap tahap
puncak, ku goyangkan pantatku sejadi jadinya, hingga tubuhku melemas.
Jane mencabut ‘penis’ nya dari memekku, penis itu terlihat mengkilap
berlumuran pejuhku, ditusukannya penis itu ke dalam memek Yanti. Lena
menjilati pangkal penis itu sampai ke lubang Jane, sesekali di tariknya
itil Jane. Yanti yang sedari tadi belum orgasme, sudah tidak kuat lagi
menahan gelombang orgasme yang menderanya. Dia pun mendongakkan
kepalanya ambil mengerang keras, Jane semakin semangat mengocoknya dari
belakang, akhirnya Yanti melemas di atas tubuh Lena. Aku dan Lena
menjilati ‘penis’ yang sudah berlumuran peju ku dan Yanti. Jane lalu
duduk, Lena bangkit dan duduk berhadapan di atas Jane, Lena bergoyang
erotis sekali. Jane menyedoti tetek Lena, aku meremasi dari belakang,
jariku kumainkan di memek Jane. Tak lama Lena melepas orgasmenya, dia
terkulai memeluk Jane. Yanti sudah bangkit mengikutiku memainkan memek
Jane, dimainkannya vibrator dengan liar di memek itu. Ku hisap dan
kugigiti itil jane, Jane pun mengeletar dan muncratlah pejuhnya. Aku dan
Yanti langsung berebut menyambar cairan itu. Kami benar benar menikmati
permainan yang baru saja kami lakukan. Dengan tubuh bugil dan basah
oleh keringat, kami terlelap sambil berpeluk pelukkan.
Saat ku
terbangun di pagi hari, kepalaku masih agak pening karena mabuk semalam.
Ku coba untuk mengembalikan kesadaranku yang belum benar benar pulih.
Pelukan tangan yang halus, tubuh bugil tanpa selembar benangpun,
mengingatkanku akan kejadian semalam. Aku membalikkan tubuhku, ternyata
Yanti yang memelukku. Lena dan Jane berbaring berpelukan tak begitu jauh
dari tempat ku berbaring, mereka pun dalam keadaan telanjang bulat. Ku
pandangi wajah Yanti, hembusan nafasnya naik turun beraturan membuat
payudaranya bergerak naik turun dengan berirama. Bibir tipisnya berwarna
merah muda tanpa polesan lipstik, sedikit membuka sehingga terlihat
agak menantang.
Gairahku yang mulai berdesir membuatku tergerak untuk
melumat bibir Yanti. Yanti terbangun karena lumatan bibirku, ketika
tahu yang melumat bibirnya adalah aku, dia membalas lumatan bibirku.
Kami berpagutan dengan romantis, lidah kami saling beradu, menggelitiki
rongga mulut dengan bergantian, sesekali Yanti menggigit lidahku, yang
ku balas dengan menggigit bibir bawahnya. Tangan Yanti yang tadi
memelukku, kini aktif menelusuri tubuhku. Sentuhannya pelan tapi
menggairahkan sekali, terutama bila aku mendesah karena sentuhannya
mengena di bagian sensitifku, dia malah memainkan daerah itu dengan
diiringi senyuman nakal, lalu dilumatnya bibirku yang membuka karena
mendesah. Kepiawaiannya dalam bercumbu sungguh luar biasa, hal ini bisa
jadi karena Yanti adalah pasangan Jane dalam menyalurkan hasrat
sexualnya. Aku dibuatnya terbuai dengan cumbuan cumbuan Yanti, sehingga
vaginaku menjadi becek karena cairan kewanitaanku yang terus mengalir
beriringan dengan rangsangan yang kuterima.
Kurasakan aku sudah mulai
melihat ‘gerbang dari puncak kenikmatan’ yang aku rasakan.
“Yan..please…aku udah gak tahan…” rintihku sambil meremasi rambutnya.
Langsung Yanti memposisikan wajahnya di selangkanganku, di jilat dan di
hisapnya itil-ku. Aku merasa seperti tersengat listrik ribuan volt, aku
terdongak sambil menjambak rambut Yanti. Ku angkat pinggulku, ku
goyangkan ke kanan dan ke kiri, sesekali ku putar sembari tangan ku
meremasi rambut Yanti. Lidahnya sungguh lihai bermain di memek ku,
jarinya pun keluar masuk dengan cepat, membuatku sampai kepada orgasme,
yang telah mendesak untuk segera dikeluarkan. “Ooughh…yann…” aku
mengejang, pahaku menjepit kepalanya. Yanti masih terus mengocokkan
jarinya sambil matanya menatapku. Aku mengejang beberapa kali sampai
orgasme ku mereda, Yanti pun menghisap habis cairan yang ku keluarkan.
Erangan
dan teriakanku saat mencapai puncak telah membangunkan Lena dan Jane.
Mereka pun terbakar gairahnya dan mulai saling mencumbu satu sama lain.
Yanti kini bangkit dan jongkok di atas wajahku. Langsung ku sambar
itil-nya yang sudah memerah dan basah oleh lendirnya, ku masukkan jariku
ke dalam memek yang sudah basah itu, ku kocok dengan cepat sehingga
berbunyi. Yanti menjambak rambutku sembari menggoyangkan pantatnya maju
mundur. Tangannya yang satu meremasi payudaranya sendiri, tak berapa
lama tubuhnya mulai bergetar. Sambil mengerang panjang, ditekannya
pantatnya ke wajahku, pejuh menyembur banyak sekali. Saking derasnya
semburan cairan pejuh nya, cairannya itu sebagian meleleh keluar dari
mulutku. Yanti membungkuk mencium mulutku yang masih penuh dengan pejuh
nya, di telannya sebagian pejuh itu.
Lena pun sudah sampai pada
orgasmenya, sekarang dia mengenakan celana kulit berpenis plastik yang
semalam di kenakan Jane. Jane berposisi ‘doggy’, dengan kedua tangannya
memegangi pinggiran sofa. Jane lututnya menempel di karpet lantai,
tangannya yang satu memegangi pantat Jane, yang satu lagi sesekali
menampar bokong Jane, sehingga bokong Jane yang putih itu memerah. Jane
mendesis dan mengerang tak karuan, tangannya meremasi sofa sambil memaju
mundurkan pantatnya. Jane mendongak dengan lenguhan panjang, Jane
sampai di puncak orgasmenya, Lena menghentakkan pantatnya dengan keras
sembari mencengkeram bokong Jane. Tubuh Jane bergetar beberapa kali,
tampak cairan putih meleleh dari penis buatan itu, lalu mereka berdua
ambruk bergulingan di dekat kami.
Tak lama kamipun bangun dan mandi
bersama, di dalam kamar mandi yang luas itu, kami kembali melakukan sex.
Lalu kami sarapan, atau lebih tepatnya makan siang, makanan yang
dipesan dari salah satu restoran cepat saji dari mall di dekat komplek
perumahan Jane. Pada waktu kami habis makan telepon genggam Lena
berdering, ternyata dari Iwan. Iwan yang menang judi, mengajak kami
untuk dugem nanti malam. Lena menanyakan ajakan Iwan kepada Jane, yang
dijawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Kamipun memutuskan untuk
tidur siang agar nanti malam bisa fit.
Ketika malam tiba…
Iwan
sudah membooking sebuah room karaoke di discotheque yang berlokasi di
daerah Glodok. Kami sudah tiba di room tersebut, ternyata room tersebut
tidak digunakan untuk berkaraoke melainkan untuk triping. House music
mengalun keras membahana di ruangan yang berukuran lumayan itu. Setelah
minuman yang dipesan datang, Iwan membagi-bagikan pil yang berukuran
kecil. Setelah kami meminumnya, kami berjoget dan bergoyang bersama.
Kira
kira 30 menit setelah aku meminum pil yang diberikan Iwan tadi, aku
merasa ada perasaan aneh yang menyelimutiku, ada sensasi aneh yang sulit
ku ungkapkan. Ku lihat Jane, Yanti & Lena berjoget dengan sexy dan
erotis sekali, Iwan hanya duduk sambil menggelengkan kepalanya ke kanan
dan ke kiri. Tak lama Lena menghampiri Iwan, dia membisikkan sesuatu ke
Iwan, yang di jawab dengan anggukan kepala. Lalu Lena mengajakku keluar,
langkah kakiku terasa ringan sekali.
Ternyata Lena mengajakku ke
discotheque yang letaknya tak jauh dari tempat karaoke, hanya berbatas
sebuah lobby dengan aquarium besar di tengahnya. Kami masuk ke
discotheque itu, Lena mengajakku berkeliling, sempat kami berjoget di
panggung yang terletak di bagian depan tempat itu.
Ada dua anak muda
yang sedang berjoget di depan speaker besar, tak jauh dari tempat kami
berjoget. Salah satu dari mereka melihat ke arah kami, Lena pun melihat
ke arah mereka. Lalu Lena berjoget dengan salah satunya, sehingga
praktis temannya menghampiri aku. Kami berkenalan, yang bersama Lena
bernama Bule, yang bersamaku bernama Black. Keduanya keturunan chinese,
yang satu berkulit putih dengan rambut di warna pirang sehingga dia
dipanggil bule. Yang satu lagi berperawakan tinggi kekar, berkulit
hitam, itulah yang menyebabkan dia dipanggil Black.
Kami berjoget
bersama, tak lama Lena berbisik kepada Bule, mengajaknya ke room. Bule
dan Black tak menolak ajakan Lena, kamipun beranjak dari tempat itu
kembali ke room kami.
Setibanya di room, Iwan, Jane dan Yanti tengah
bercumbu, tapi masih mengenakan pakaian, walaupun dalam keadaan
berantakan dan terbuka di bagian bagian tertentu. Kedatangan kami
membuat aktifitas mereka terhenti, setelah berkenalan, Iwan memberikan
‘inex’ kepada Bule dan Black. Bule dan Black sendiri tadi telah ‘on’
tapi masih menelan ‘inex’ yang di berikan Iwan. Kamipun berjoget
kembali, Iwan kembali meneruskan cumbuannya kepada Jane, Yanti bermain
dengan penis Iwan. Pemandangan itu membuat kami ‘terbakar’, Lena pun
mencumbu dengan Bule, Black juga tak mau kalah mencumbu aku. Satu
persatu pakaian kami berserakan di lantai, hingga tak ada lagi yang
mengenakan sehelai pakaian pun di tubuh.
(Maaf, sulit untuk menceritakan secara detail yang tengah terjadi saat itu, karena pengaruh obat dan rangsangan)
Iwan
sudah mengentoti Jane yang nungging sambil menjilati memek Yanti, Lena
sedang mengoral kontol Bule, Black tengah meremasi payudaraku sambil
lidahnya bermain di memek ku. Tak tahan dengan gairah yang menggebu gebu
aku melepas orgasme ku. Tapi aneh, walaupun aku sudah ‘keluar’ ,
gairahku masih meluap. Kuraih kontol Black yang lumayan besar dan
panjang itu, ku hisap sambil ku naik turunkan tanganku, Black hanya
mendesah sambil memandangku. Jane pun sudah ‘keluar’, sekarang Iwan
duduk di sofa, Yanti duduk mengangkang dengan punggung menghadap Iwan,
goyangannya erotis sekali. Lena kini bersandar di dinding, dengan satu
kaki terangkat di lengan Bule, tangannya bergayut pada leher Bule, Bule
sedang mengentoti nya sambil berdiri. Aku duduk di meja sambil
mengangkangkan pahaku selebarnya, Black berlutut lalu menancapkan kontol
nya. Jane menghampiriku, menciumku sambil tangannya meremasi pantat
Black. Black pun mencabut kontol nya, dia menarik Jane agar nungging di
hadapannya, lalu ditancapkanlah kontol nya ke dalam memek Jane, memekku
kini di jilati Jane. Lena juga sudah mengalami orgasme, Bule kini
berbaring di lantai, dan Lena berada di atasnya (WOT). Yanti yang juga
sudah ‘keluar’, duduk mengangkang di entoti Iwan. Aku ‘keluar’ lagi,
cairanku disedot Jane yang masih di ‘doggy’ ama Black. Lalu Jane
berposisi WOT di atas Black, tak lama Jane ‘keluar’ di barengi dengan
Black. Bule pun udah orgasme waktu Lena nungging sambil ngoral kontol
Iwan yang abis orgasme. Kami beristirahat sambil minum minum, waktu
gairah dan enerji kembali pulih, kami kembali melakukan sex seperti tadi
dengan berganti ganti pasangan.
Hingga pagi menjelang, kami berpisah dengan kenangan tak terlupakan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar