Paginya aku bangun kesiangan, untungnya aku belum mulai masuk kerja,
masih menunggu panggilan dari perusahaan pak Anton. Kubuka jendela
rumahku untuk melihat situasi sekeliling, sepi sungguh sepi. Kubuka
pintu rumahku, pikirku biar udara segar masuk ke dalam rumahku dan aku
beranjak menuju kamar mandi. Kubuka seluruh bajuku dan kusiram tubuhku
dengan air dingin, uuh segarnya.
Saat aku mulai menyabuni tubuhku, terdengar suara perempuan
memanggilku. Samar-samar kuperhatikan suara tersebut, kupikir suara
Siska, tapi bukan. Akupun membilas sabun yang melekat di tubuhku dan
bergegas mengambil handuk dan kulilitkan sekenanya di tubuhku dan segera
keluar kamar mandi. Tapi aku sungguh terkejut saat aku mau keluar
dengan terburu, aku menubruk seseorang di depan pintu kamar mandiku. Aku
pun terjatuh menimpa orang itu.
Setelah kagetku hilang,
ternyata orang itu adalah perempuan yang sangat kukenal. Ece Geulis
tertindih olehku, dan yang lebih membuatku syok adalah, wajahku terbenam
diantara kedua buah dadanya yang saat itu hanya memakai tank top tali
yang sexy. Akupun berusaha bangkit berdiri dan membantu dia berdiri
juga.
“Maaf ya, Ece, saya tidak lihat Ece di depan pintu,” pintaku.
“Iya, mas Ardi. Saya yang mestinya minta maaf karena masuk-masuk sampai
kesini. Habisnya saya panggil-panggil kok gak ada sahutan, tapi pintu
rumah kamu terbuka, jadi Ece masuk saja.” jawab Ece sambil tersipu.
Wuih, cantiknya Wce Geulis ini. Lama kupandangi wajah dan tubuhnya, tak
terasa penisku menegang karena teringat tadi saat wajahku terbenam di
dadanya. Aku pun tak menyadari kalau aku hanya pakai handuk, handuk yang
kupakai tidak dapat menutupi penisku yang saat itu sedang tegang. Ece
Geulis melirik penisku yang menjulang seakan ingin menembus keluar dari
handukku. Wajahnya bersemu merah.
“Kenapa, Ece, koK muka Ece jadi merah gitu?” tanyaku masih belum menyadari.
Matanya memberi isyarat kepadaku untuk melihat selangkanganku, dan
akupun terkaget. Saking groginya aku berusaha menutupi, tapi sialnya,
mungkin karena tadi aku sempat terjatuh, maka ikatan pada handukku
kendor dan saat aku berusaha menutupi burung, eh malah handuknya
terlepas. Ups! terbukalah handukku dan terlihatlah penisku yang tegak
seperti monas.
Ece Geulis pun menjerit melihat pemandangan
seperti itu. “Aduh, Mas Ardi!! Ih, malu atuh, Mas.” sambil berusaha
menutupi wajahnya dan kulihat dia menelan ludahnya.
“Ups, maaf, maaf ya, Ece. Saya gak sengaja, gara-gara Ece sih ah, saya jadi malu nih.” jawabku sambil membereskan handukku.
“Kok gara-gara saya sih, mas Ardi?” jawab Ece.
“Kalau handuknya jatuh sih bukan gara-gara Ece, tapi…”
“Tapi apa, Mas?” tanya Ece penasaran.
“Nggak ah, malu.” jawabku.
“Apaan sih?” tanya Ece semakin penasaran.
Karena dia mendesakku, akhirnya aku menjawab juga. “Tadi waktu jatuh,
muka saya jatuh di susunya Ece, trus...” jawabku ragu-ragu.
“Trus apa?’ tanya Ece.
“Tadi kan Ece sempat melihat punyaku kan?”
“Nggak kok,” jawabnya berbohong.
“Gede kan?” sambungku.
“Iya, gede banget.” jawabnya cepat dan spontan. “Ups!” Ece menutup mulutnya.
Aku pun tertawa kecil melihat tingkah lucu dan wajah Ece yang memerah.
“Ya itu gara-gara susu Ece, punyaku jadi gede.” tambahku.
Bibirnya tersenyum dan rona wajahnya semakin memerah. “Ih, mas Ardi genit ah,” sambil beranjak ingin pergi.
“Eits, tunggu dulu, Ce. Tadi Ece mau ngapain panggil-panggil saya? tanyaku.
“Iya, aku ada perlu sama mas Ardi, mau pinjam handphone untuk menelpon
suamiku. Handphone rusak, aku belum bisa ganti dengan yang baru,
bolehkan?”
“Boleh, tapi nanti. Saya anterin saja ke rumah Ece, saya mau pakai baju dulu, oke?” jawabku.
“Iya deh, aku tunggu di rumah ya, Mas.” sahutnya sambil melangkah keluar.
Akupun segera memakai baju dan celana pendekku dan segera ke rumahnya,
kesempatan emas ini tak boleh kusia-siakan. Segera kuketok pintu
rumahnya dan keluarlah si cantik Ece Geulis menyambutku. “Silahkan
masuk, Mas.”
“Ya, terima kasih, Ce. Enak ya rumahnya, bersih. Gak seperti rumahku.” kataku.
“Ah, bisa aja. Mau minum apa, Mas?” tanya Ece.
“Kopi juga boleh,” jawabku, pikirku biar aku bisa berlama-lama di rumahnya.
“Sebentar ya, aku siapin.” diapun masuk ke dapurnya. Dari belakang
kupandangi pantat perempuan ini, sungguh sangat menggairahkan, pikirku.
Tak lama dia keluar sambil membawa segelas kopi. “Silahkan, Mas,
kopinya.” sambil merunduk dia menyuguhkan kopi dihadapanku, dan aku
terpesona oleh dua bukit kenyal yang seakan-akan ingin melompat keluar
dari balik tanktop putihnya yang dihidangkan bersama kopiku. Tapi
sepertinya dia tidak menyadari kalau payudaranya sedang kuperhatikan.
Dia duduk di sofa sebelah kananku dengan tenang.
“Oh iya, ini handphonenya, Ce. Katanya mau pinjam.” Kataku sambil kuberikan HP-ku kepadanya.
“Oh iya, terima kasih, Mas.” dia mengambilnya dari tanganku. Lama juga dia mengutak-utik HP-ku tapi tidak menelpon-nelpon.
“Kok belum nelpon juga, Ce?” tanyaku.
“Aku bingung pakenya, ini dikunci ya, Mas?” tanyanya.
“Oh iya, aku lupa bukain kuncinya. Sini aku bantu.” aku segera berdiri
mendekatinya dan mengambil HP di tangannya, Ece Geulis tetap duduk di
kursinya dan aku berada di sebelah kanan atasnya. Dari situ, aku bisa
melihat dengan jelas payudara si Ece dan bra kremnya yang menyembul
keluar. Wow, kesempatan ini tak boleh kusia siakan. Segera kuaktifkan
camera HP-ku dan mulai menjepret isi dari tanktop Ece, sambil pura-pura
seakan-akan kuncinya macet. Lumayan banyak juga kuambil gambarnya.
“Kenapa, Mas, susah juga ya?” tanyanya.
“Iya nih, tapi sekarang sudah bisa kok.” segera kuserahkan HP-ku kepadanya.
Ece Geulis pun segera menelepon suaminya, menanyakan kabarnya. Dari
pembicaraan mereka yang kudengar, suami Ece dapat tugas jaga malam dan
besok pagi baru bisa pulang. Wajah Ece keliatan kecewa mendengar kabar
itu.
“ini, mas Ardi, terima kasih ya.” katanya.
“Sama-sama, Ce. Oh iya, HP Ece rusak apanya sih? Boleh liat nggak?” tanyaku.
“Boleh, sebentar ya, Mas.” dia masuk ke kamarnya untuk mengambil
HP-nya. “Ini, mas, sering hank dan macet. Katanya kena virus.” sahutnya
kemudian.
Kulihat HP itu sudah dilengkapi kamera dengan pixel
yang lumayan besar dan memorinya juga besar. “Ce, sebentar kuambil
laptopku. Aku punya anti virus, siapa tau bisa.” kataku.
Tak
lama aku kembali lagi sambil menenteng laptopku, dan mulai kunyalakan.
Pelan-pelan kukeluarkan memori card dari HP-nya dan kumasukkan ke dalam
card reader, dan aku mulai memindai setiap data yang ada. Akhirnya
kutemukan salah satu virus akibat penggunaan fasilitas internet di HP.
”Ini loh, Ce, penyebabnya.” kataku.
“Bisa diperbaiki?” tanyanya.
“Bisa, tapi data Ece harus dipindahkan dulu ke dalam komputerku, nanti diinstall ulang. Gimana?” tanyaku.
“Iya deh, pindahin dulu.” pintanya.
Aku segera mengcopy semua data yang ada di HP-nya dan menetralisir
virus yang ada di datanya. Saat memeriksa data, tak sengaja aku menekan
folder image, dan keluarlah foto-foto milik Ece. Yang membuat aku kaget
adalah banyak sekali foto-foto Ece dalam keadaan telanjang dan saat
berhubungan dengan suaminya. Ece menyadarinya dan terkejut.
“Mas Ardi, kok buka folder saya sih?” katanya sedikit marah.
“Waduh, sory banget, Ce. Saya gak sengaja, maaf ya.” kataku.
“Suami saya sih, nakal. Aku pikir foto-foto itu sudah dihapus olehnya, ternyata belum.” wajahnya memerah.
“Sudahlah, Ce, toh cuma saya yang melihat dan saya tidak akan menyebarkannya. Tenang aja, saya janji kok.” kataku.
“Tapi kan saya malu sama mas Ardi…” sahutnya serak.
“Kenapa mesti malu, orang fotonya cantik-cantik kok. Ece tuh cantik dan
sexy tau, saya aja kalau jadi suami atau pacar Ece pasti ingin
mengabadikannya dalam bentuk foto, beneran loh!” belaku.
“Masa sih… ih, apanya yang cantik dan sexy hayo? Ih, jadi malu saya.” jawab Ece.
“Sini liat, saya tunjukan kecantikan Ece.” kutunjuk salah satu gambar
di laptop. “Tuh liat payudara Ece besar dan tidak turun, tapi begitu
montok, dengan puting yang begitu menantang. Wajah Ece keliatan
oriental, seperti orang Chinese. Perut dan pantat Ece juga masih
kencang, tidak kelihatan seperti perempuan yang sudah punya anak.”
tegasku.
“Ah, mas Ardi bisa aja.” ucapnya malu.
“Cuma
sayang camera yang dipakai bukan kamera professional, jadi agak blur
atau pecah. Kalau pakai kamera prof pasti Ece kelihatan cantik sekali,
seperti bidadari turun dari langit dalam keadaan telanjang, hehehe.”
candaku.
“Ih, mas Ardi nakal. Memangnya kalo pake kamera prof bisa lebih bagus hasilnya?”
“Ya iya lah. Aku punya kamera seperti itu, Ace mau coba? Sebentar aku
ambilin ya,” segera aku bangkit berdiri dan berlari balik ke rumah.
“Duh, gak usah repot-repot, Mas…” sahutnya.
“Udah, gak apa-apa kok,” aku segera mengambil kameraku. Sebentar saja aku sudah kembali. “Ayo, Ce, kita coba.” ajakku.
“Dimana ya mas tempat yang bagus?” tanyanya.
“Kalau mau foto telanjang sih bagusnya di kamar, Ce, hehehe.” candaku nakal.
“Ah, gak mau. Aku malu sama mas Ardi.”
“Kenapa mesti malu, kan saya sudah lihat semuanya, hehe. Lagian kan saya professional, Ce, gak bakal macam-macam kok.”
“Beneran nih?” ucapnya malu.
“Ya iyalah, emangnya becanda, kan Ece mau bedain nanti hasilnya.” kataku.
“Oke deh, yuk kita ke kamar. Untungnya anakku sedang kutitipkan di rumah neneknya.” katanya riang.
“Oh begitu, bagus donk.”
Kami sekarang sudah ada dalam kamarnya, aku pun berpura-pura seperti
prof, mulai membereskan kamarnya dan menyetelnya supaya keliatan bagus
saat diambil gambar. Ece Geulis keliatan berdiri mematung, pakaiannya
belum ditanggalkan. Aku mendekatinya.
“Lha kok bengong, mau foto gak? Kalo gak mau ya sudah, gak usah kita lanjutkan nih,” kataku.
“Mas Ardi, aku takut dan malu. Kalo ketahuan suamiku gimana?” tanyanya.
“Hehe, dia pasti senang liat istrinya di foto cantik sekali. Lagian jangan dikasih tau kali,” sahutku.
“Ah, mas Ardi bisa aja.”
“Ayo donk, cepet dibuka bajunya. Apa perlu aku bantuin?” sahutku.
“Huh, maunya tuh, hihi.” Ece mulai rileks dan tertawa. Dia pun mulai
membuka pakaian tanktopnya dengan membelakangiku, lalu celana pendeknya.
Saat dia mau membuka bra kremnya, terlihat dia kesulitan, keliatannya
kancingnya macet. Aku menelan ludah melihat pemandangan itu.
“Perlu aku bantuin gak?” tanyaku.
“Boleh deh,” jawabnya, dan akupun mendekatinya. Dengan tangan bergetar, kuraih kaitan bra krem tersebut, tapi masih sulit juga.
“Wah, gak bisa dibuka nih, Ce. Gimana neh?’ tanyaku.
“Diputusin aja deh, Mas. Tarik aja biar putus. Aku memang mau ganti bra ini dengan yang baru, sering macet begini.”
“Oke deh,” akupun mengerahkan tenagaku untuk memutuskan pengaitnya.
Mungkin karena tenagaku terlalu besar, kaitan terputus dan bra-nya
terlempar ke lantai dengan keras. Aku kaget bukan kepalang karena
payudara Ece tersentak dan bergelantung sambil bergoyang-goyang dengan
indahnya. Wow, sunggug luar biasa. Ternyata melihat dari dekat seperti
ini semakin membuat penisku menegang dengan dahsyatnya.
“Mas Ardi, biar adil, mas fotonya juga sambil telanjang donk.” pinta Ece.
“Ah, gak mau ah. Aku malu. Sudah, Ece aja.” jawabku pura-pura.
“Gak, aku gak mau difoto telanjang sendirian.” sahutnya sambil kedua
tangannya yang kecil berusaha menutupi kedua payudaranya yang besar.
“Oke-oke,” sahutku kemudian, aku pun mulai membuka bajuku. Saat kubuka
celanaku, terlihatlah torpedoku yang tegak menantang. Kulihat Ece terus
memperhatikan torpedoku yang besar dan berukuran diatas rata-rata itu,
kulihat dia menelan ludah.
“Mas… anunya gede ya?” katanya.
“Anunya apaan, Ce?” tanyaku pura-pura.
“Itu tuh,” sambil tangannya menunjuk ke batangku.
“Oh ini, kan ada namanya, Ce. Ini namanya kontol, hehe.” kataku.
“Ih, mas Ardi ngomongnya kotor.”
“Kotor tapi mau kan? Mau pegang, mau cium atau mau jilatin, hehe.” candaku.
“Ih, mas Ardi nakal nih.” ia berjalan mendekatiku dan tangannya mencubit dadaku.
“Kok cubitnya di dada, kenapa gak di kontolku saja?” kutangkap
tangannya dan kuarahkan ke arah kontolku yang sudah mengeras tajam. Lama
juga tangannya mengelus-elus kontolku. Tanganku pun mulai bergerilya
menuju payudara dan pentilnya, kuremas-remas pelan kedua bukit kembar
itu. Mata Ece terpejam, kulihat dalam posisi ini Ece jadi sangat cantik
sekali. Jadi kameraku pun mulai bekerja.
“Kok kontol saya cuma dielus-elus aja, gak mau dicium, Ce? Gak suka ya?” tanyaku.
“Ehm.. memangnya mas Ardi mau aku isepin?” tanyanya.
“Mau donk,” siapa juga yang bisa nolak.
Perlahan dia berjongkok di depan kontolku. Ece sempat kaget karena
kontolku begitu besar, mulutnya hampir tak muat. “Mas Ardi, anunya gede
banget sih.” bisiknya sambil terus menjilati batang kontolku.
“Itu namanya kontol, Ce, bukan anu!”
“Iya, kontol mas Ardi gede banget,” setengah berteriak dia mengucapkannya.
“Suka ya? Sama kontol suamimu gedean mana?” tanyaku.
“aku suka kontol gede, Mas. Suamiku saja yang jadi satpam kalah
besarnya, ini mah cuma bisa disamakan dengan tongkat satpam. Gak
kebayang kalo masuk ke lubangku.” lanjutnya.
Saat dia mengulum
dan mencium kontolku, aku mengambil foto-fotonya. Sexy sekali nih
perempuan. “Berarti sekarang istrinya satpam kena sodok sama pentungan
satpam donk, hehe.” candaku.
“Iya, Mas. Please, sodok aku dengan pentunganmu.”
“Mau posisi apa?” tanyaku.
“Aku mau nungging, Mas. Kelihatan sexy kalau dilihat di kaca.” katanya,
memang di depan kami ada sebuah kaca besar. “Ayo, Mas!” rengeknya.
Aku pun mulai menyodok Ece yang saat itu sudah menungging, agak sulit
memasukkannya karena ukuran penisku yang lumayan besar. Tapi dengan
bantuan ludahku, akhirnya kutembus juga lubangnya Ece. Dengan napas
tertahan, dia memintaku untuk tidak menggenjotnya dulu. Setelah lima
detik, aku merasakan liangnya Ece mulai licin, dan pelan tapi pasti aku
mulai menggenjotnya.
“Auw... ahh… sssh… ach... terus, mas Ardi, ya terus…” kata-katanya meracau.
“Uuh... enak sekali memekmu, Ce. Memek begini nih paling enak dientot dari belakang.” aku juga meracau keenakan.
Kira-kira ada 30 sodokan kulakukan, keliatan teriakan Ece semakin
menggila. “Ah ah ah… ssssh... oh, mas Ardi, aku mau keluar... terus,
Mas... entot aku yang dalem…” pintanya.
Sengaja kutahan laju sodokanku, biar dia tambah penasaran.
“Mas Ardi, ayo donk... entot lebih cepat dan dalam… aku sudah mau keluar nih.” rengeknya.
Sengaja aku berbuat lebih nakal, kutarik kontolku keluar dari memeknya. Aku mau tau reaksinya.
“Aaaah... mas Ardi, jangan dikeluarin donk kontolnya, aku sedikit lagi mau keluar nih. Please, masukin lagi.” rengeknya.
“Aku mau masukin, tapi aku mau foto-foto kamu dulu saat kamu lagi
habis-habisan terangsang. Ayo, pose memelas seperti tadi, kamu berbaring
di ranjangmu.” kataku.
”Oke deh, apapun asal nanti masukin lagi ya?” rengeknya.
“Iya pasti, kan kita mau dapat posisi yang bagus.” kataku.
Mulailah dia berpose di ranjang dengan wajah dan tubuh sedang mengalami
horni berat. Uuh, sumpah deh, wanita akan cantik sekali saat difoto
dalam keadaan begini.
Setelah puas mengambil gambar, kurebahkan
dia dalam posisi teletang, kontolku yang masih tegang segera kuarahkan
ke lubang memeknya. Tubuh Ece bergetar hebat saat aku kembali
menusuknya. Memeknya seakan ingin mencengkramku. Akupun terus menyodok
dan menyodok. Tak lama Ece berteriak, “Mas Ardi, aku keluaaaaar… uohh
nikmatnyaaaa... terus entot aku, Mas… biar cairanku keluar semua…”
rintihnya.
Aku terus menyodok, entah sudah berapa kali Ece
orgasme, akhirnya akupun meledak, tubuhku bergetar hebat. Tadinya hendak
kutarik kontolku saat spermanya mau muncrat, tapi kaki Ece menjepit
pinggangku. “Sudah, masukkan saja, Mas. Aku lagi gak subur kok, gak
apa-apa. Lagian aku mau merasakan semburan sperma dari kontol mas Ardi
yang gede. Ternyata enak banget, hangat sekali.” rintihnya.
“Uuuuooohh... Ece, aku keluuuuaaar… rasakan pejukuuuu… ahhhh!” erangku
sambil terus kugenjot kontolku di dalam memeknya, dan akhirnya akupun
rubuh karena kecapekan. Sambil terengah-engah, kami berbaring telanjang
bersama-sama di ranjang.
“Wow, mas Ardi luar biasa. Kontol mas
enak banget deh, terasa penuh di lubangku. Memekku aja masih terasa
longgar dan senut-senut.” kata Ece.
“Begitu ya, Ce... Ece
cantik sekali kalau telanjang bulat seperti ini... coba aku jadi
suamimu, pasti aku akan menyuruhmu tidak pakai baju bila di rumah. Uh,
indahnya...” kataku sambil kuperhatikan seluruh lekuk tubuhnya.
“Ah, Mas... jangan liatin aku seperti itu dunk, aku jadi malu…” sahutnya.
Kamipun beristirahat sambil berpelukan mesra. Sampai akhirnya aku pamit
mau pulang karena kurasakan lapar sekali. Sesampainya di rumah, akupun
segera makan dengan lahapnya. Pikirku, aku harus menjaga staminaku
karena sekarang aku harus kuat melayani dua orang wanita yang menurutku
haus akan sex. Selesai makan, aku segera istirahat. Sudah dua hari ini
aku bertempur dengan dua wanita yang sudah bersuami dan kurasakan
tubuhku letih sekali. Tapi baru lima menit aku tertidur, aku mendapat
kiriman sms dari Siska yang menanyakan aku kemana karena tadi siang dia
ke tempatku tapi aku tidak ada.
Sms itu tidak kujawab, aku
harus istirahat dulu, pikirku. Dan aku punya rencana akan menghilang
selama tiga hari untuk membuat mereka berdua penasaran. Berpikir seperti
itu, akupun tertidur dengan pulasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar