Catatan Indah ; Mulai Berani
Pagi-pagi ini Andi sudah menelponku.
"In, ntar makan siang aku jemput kamu ya. Kita makan siang keluar..."
Setelah pengakuanku kemarin, suara Andi kali ini terasa begitu ceria. Aku merasa lega sekali.
"Ok, nanti aku ijin sama Mbak Netta", aku menyetujui ajakannya.
"Jam 11-an ya aku disana"
Telepon ditutup, rasanya aku ingin teriak sekeras-kerasnya. Aku
bahagia. Andi ternyata memang sayang padaku. Dia bisa menerimaku apa
adanya. Mbak Netta cuma senyum-senyum dan mengiyakan saat aku minta ijin
untuk keluar makan siang dengan Andi siang ini.
Tepat jam 11, Andi menelponku lagi.
"Aku udah di bawah In..."
Kulongok lewat jendela, mobil Andi sudah menunggu di depan kantorku.
Aku segera turun ke bawah, dan masuk ke mobil. Andi segera menyambutku
dan mencium bibirku. Aku agak kaget, tidak biasanya Andi seperti ini.
Andi hanya pernah menciumku sekali sewaktu aku ulang tahun. Itu pun
hanya di pipi, tidak di bibir seperti barusan.
"Idih Andi, kok
tumben pake cium-cium segala. Malu ah, dilihatin orang tuh...", kataku
sambil menunjuk orang yang lalu lalang di depan kantorku.
"Sekali-kali nggak apa-apa dong nyium calon istriku", jawab Andi sambil menjalankan mobilnya.
Aku senang sekali, Andi menyebutku sebagai calon istri. Padahal aku belum menjawab permintaan Andi semalam.
"Rasanya aku belum menjawab lamaran kamu semalam deh, kok bisa-bisanya bilang calon istri", candaku.
"Memang belum, tapi kamu kan pacarku. Pacar kan sinonimnya calon istri kalo nggak keburu putus...ha..ha..ha..."
Setelah itu kami makan siang. Rasanya hari ini Andi riang sekali, aku
pun ikut senang karena ini berarti Andi tidak lagi kecewa.
Saat mengantar ke kembali ke kantor, sebelum aku turun dari mobil, Andi memanggilku,"Indah..."
"Kenapa ndi..."
"Boleh aku cium kamu sekali lagi"
Aku tersenyum dan mengangguk. Andi segera mengulum bibirku, tapi kali
ini dia tidak berhenti sampai disitu. Tangan kanannya memegang payudara
kiriku dan meremas-remasnya. Aku sempat kaget, tetapi gairah ciuman dan
remasan Andi membuatku membalas mengulum.
Akhirnya Andi melepas ciumannya. Nafas kami mulai memburu.
"In, aku jalan dulu ya. Besok malam aku jemput kamu ya, kita nonton di Senayan City", ajak Andi.
Aku setuju. Dan berjalan masuk kantor kembali. Sesampainya di mejaku,
aku sempat berpikir, apa yang membuat Andi hari ini begitu ceria. Tapi
aku tidak mau larut, kerjaanku masih banyak.
Catatan Indah ; Bioskop
Aku nggak tahu apa ini cuma perasaanku saja. Sepertinya Andi sengaja
melakukan hal-hal yang mempermalukanku dimuka umum. Tadi sore, saat
pergi menonton bioskop, Andi berani membuka celana jeans dan CDku.
Memang saat itu tidak terlalu ramai, dan kami berada di urutan paling
belakang, tetapi tetap saja 3 kursi dariku ada sepasang remaja yang
bolak-balik melirik ke arahku. Memang saat itu celana jeans dan CDku
sudah berada di bawah lutut.
Aku agak jengah dan malu tetapi
jemari tangan Andi yang bermain di vaginaku membuat hasrat birahiku
naik. Tak perduli aku memakai jilbab diatas, bagian bawahku kubiarkan
terbuka padahal aku yakin si cowok remaja itu melihat semuanya. Apalagi
saat vaginaku mulai basah, tiba-tiba film selesai dan byar... lampu
dinyalakan. Kontan aku panik, menaikkan celanaku pasti akan menarik
perhatian. Celakanya lagi kedua remaja itu harus melewatiku untuk bisa
keluar. Akhirnya aku cuma bisa menutup vaginaku dengan telapak tangan,
karena tasku terjatuh ke bawah kursi. Andi cuma senyam-senyum saja
ketika mereka melewatiku sambil cekikikan. Aku yakin mereka
mentertawakanku karena jelas sekali bagian bawah tubuhku sudah bugil.
Setelah mereka lewat buru-buru aku naikkan CD dan celana jeansku,
karena ku lihat cleaning service mulai masuk untuk membersihkan ruangan.
Aku malu sekali saat itu...
Catatan Indah ; Dia Mulai Berubah
Tadi siang andi menjemputku untuk makan siang. Aku ikut saja tanpa
prasangka apa2. Ternyata di daerah Cawang tiba-tiba Andi membelokkan
mobilnya masuk ke suatu kompleks. Semula aku pikir itu adalah semacam
perumahan, ternyata di dalam aku melihat semacam cottage dengan pintu
garasi. Ada yang terbuka dan tertutup.
Andi segera memasukkan
mobilnya ke salah satu garasi yang terbuka. Segera setelah itu pintu
rolling door garasi ditutup oleh penjaga. Kami keluar dan menuju pintu.
Ternyata itu adalah sebuah kamar yang dindingnya dipenuhi cermin.
Aku segera berpikir, jangan-jangan Andi punya niat jelek terhadapku. "Ndi, apa maksudnya ini?"
"Tenang In, aku ingin melewati siang ini berdua denganmu"
"Maksudmu?"
Andi tidak menjawab melainkan mulai menciumi dan mencumbuku. Aku
terdiam, tegang tetapi juga tidak protes. Akhirnya Andi mulai melucuti
pakaianku satu persatu, hingga aku berdiri telanjang bulat dihadapannya.
"Andi..."
"In, aku sayang kamu. Ijinkan aku membuktikannya padamu", kata Andi.
Aku terdiam...
Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Andi segera membuka pintu. "Andi
tunggu...", aku belum sempat protes dan tanpa memperdulikan keadaanku
yang masih telanjang bulat dia membuka pintu lebar-lebar. Ternyata ada
seorang pelayan meminta pembayaran. Aku panik mencoba menutupi
payudaraku, tetapi malah membiarkan vaginaku terbuka. Si pelayan tampak
biasa-biasa saja melihatku telanjang. Andi dengan tenang mengambil
dompetnya dan memberika kartu kreditnya. Setelah itu pelayan tersebut
pergi. Andi membiarkan pintu masih terbuka.
"Apa-apan sih ndi, aku kan telanjang. Masa kamu biarkan pelayan itu melihatku begini!", aku memprotes Andi.
"Nggak apa-apa kok, dia sudah biasa melihat perempuan telanjang. Kamu lihat kan ekpresinya..."
"Tapi aku malu Ndi..."
"Udah nggak usah ribut...", suara Andi agak keras kali ini.
Kemudian Andi mulai menciumiku lagi, ia membuka retsletingnya dan
mengeluarkan penisnya yang sudah mulai tegang. Andi membawaku ke tempat
tidur dan segera menindihku. Bibirku dilumatnya dengan gemas dan umph...
terasa batang penisnya yang tegang masuk ke dalam vaginaku. Ya Tuhan,
aku melakukannya lagi... padahal aku sudah berjanji untuk tidak
mengulangi kesalahanku lagi...
Permainan ganas Andi semakin
melenakanku. Aku membalas, kubuka semua pakaian Andi, kemudian aku
membalik tubuhnya dan duduk di perut Andi. Penisnya segera kumasukkan
dalam vaginaku yang sudah basah, dan kugoyangkan pinggulku. Tak terasa
aku mendesah keras-keras... Aku semakin mendekati orgasme...dan ahhh...
aku merasakan nikmat yang luar biasa. Tubuhku seperti bergetar hebat,
orgasme kali ini terasa begitu menyenangkan setelah lama aku tidak
merasakannya.
Tetapi Andi belum juga orgasme, kugoyangkan pinggulku
lebih keras lagi, terasa penisnya semakin tegang dalam vaginaku dan
croot... Bersamaan dengan keluarnya sperma Andi menyemprot dalam rahimku
aku mendengar suara orang di sebelah tempat tidur, rupanya pelayan tadi
sudah kembali untuk meminta tanda tangan pembayaran dengan kartu
kredit. Entah berapa lama dia sudah ada disana sementara kami asyik
bergoyang melakukan hubungan seks.
Aku berusaha menutupi tubuhku,
tetapi rupanya Andi belum selesai, ia menarik tanganku ke pinggulku
sambil membantu menggerakkan pinggulku. Aku bingung, malu dilihat orang
lain, tetapi Andi masih belum selesai... croot...croot... terasa sperma
Andi kembali menyemprot. Aku menggigil, antara nikmat, tegang dan malu
bercampur aduk. Kami terus bergoyang sampai penis Andi mulai melemas.
Akhirnya Andi melepaskan pegangannya, dan menidurkan aku disampingnya.
Aku pasrah menikmati sensasi itu, aku berbaring lemas dan membiarkan
tubuhku dinikmati pelayan tadi. Andi menandatangani tagihannya sambil
telanjang, kemudian pelayan itu pergi.
"Andi, kok kamu tega membiarkan pelayan itu melihat kita. Aku malu sekali Ndi..."
Andi tidak menjawab, hanya mengambil jilbabku untuk mengelap penisnya yang belepotan sperma dan cairan vaginaku.
"Andi, jangan pake jilbab dong, nanti kan lengket...bau mani lagi, ntar orang dikantor gimana?", aku marah sekali.
"Biarin aja, nggak semua orang tahu bau macam-macam mani seperti kamu..."
"Andi!!!"
Aku langsung mendekap mukaku sambil menangis, tersedu-sedu...
Entah berapa lama aku menangis, saat aku mengangkat mukaku, kulihat Andi sedang duduk dan berpakaian lengkap.
"Yuk kita kembali ke kantor, nggak usah pake BH dan CD biar cepat", kata Andi sambil mengambil BH dan CDku.
Aku tidak punya pilihan, kupakai baju dan rok serta jilbabku. Dan kami segera masuk mobil.
Aku minta segera diantar pulang saja.
Sesampainya di tempat kost, aku segera berlari masuk kamar dan
menangis... Apakah ini karmaku? Apakah ini pembalasan Andi padaku atas
kejujuranku?
Aku terus menangis...
Catatan Indah ; Kok Kamu Gitu Sih
Sepagian ini Andi terus menerus menelponku. Dia minta maaf dan berusaha
untuk meyakinkanku apa yang terjadi kemarin bukan berarti dia tidak
menyayangiku. Akhirnya aku setuju untuk diajak pergi makan siang.
Kami berputar - putar sebentar sebelum akhirnya berhenti di sebuah restoran. lalu makan siang.
Sehabis itu Andi mengajakku kembali ke tempat kemarin. Semula aku
menolak, tetapi karena Andi terus membujukku akhirnya aku menyerah. Aku
tahu apa yang bakal terjadi, tetapi bujukan Andi berhasil meyakinkanku,
Sesampainya di tempat kemarin, kembali Andi langsung menelanjangiku.
"Andi, sabar Ndi..."
"Kenapa lagi sih!", katanya agak kesal
"Ntar pelayannya datang, aku malu dong Ndi..."
"Kok sama aku nggak?"
"Kamu kan pacarku Ndi... Please stop"
Andi tidak menjawab, tetapi malah meneruskannya dengan menggumuliku.
Benar saja, kejadian kemarin terulang kembali. Pelayan yang sama
kembali masuk saat aku sedang telanjang bulat. Andi sedang menjilati
vaginaku, dan dengan tenangnya bangkit dan membiarkan tubuhku yang
sedang mengangkang di tempat tidur untuk mengambil dompet. Dia bisa cuek
karena memang masih berpakaian lengkap, sementara aku... masih
berbaring pasrah telanjang bulat. Aku hanya bisa menutupi payudara dan
vaginaku sementara Andi membayar.
"Nggak usah pake ditutupin In,
biarin aja kebuka, ntar aku turun lagi nih...", Andi memerintahkanku
melepas tanganku dari bagian paling pribadiku. Sementara dihadapanku
masih ada si pelayang yang menunggu pembayaran kamar.
"Buka tanganmu, In!", Andi membentakku.
Aku menurut, kedua tanganku kuletakkan disamping, dan kubiarkan si pelayan menikmati tubuhku...
"Temenin saya disini mas!", kata Andi. Aku semakin kaget, artinya Andi
sengaja menyuruhnya tinggal dan melihat tubuh telanjangku
Lalu Andi kembali menindihku dan melakukan hubungan sex seperti biasanya...seperti tidak ada orang lain yang melihat...
Ia berkali-kali menyuruhku berganti-ganti posisi...sementara sang pelayan duduk menukmati sambil tersenyum...
Andi benar-benar tega... sudah dua kali ini aku seperti dipaksa
telanjang di depan orang. Aku hanya bisa diam dan membiarkan Andi
mencapai klimaksnya di dalam vaginaku. Aku sedih...bingung...kenapa dia
begitu tega...
Aku malu Ndi...
Aku memang pernah melakukan kesalahan, tapi caramu memperlakukan aku...
Aku bukan pelacur yang mau ditelanjangi di depan orang-orang...
Aku melakukannya sama kamu karena aku sayang kamu...
Aku sedih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar