Rabu, 08 Januari 2014

Catatan Ardi ; Rumah Kontrakan Chapter.1

Sebut saja namaku Ardi, usiaku saat ini menginjak 25 tahun dan baru saja menyelesaikan study ilmu computer di salah satu universitas di Jakarta. Baru-baru ini aku pindah dari kost-kostan ke salah satu kontrakan di daerah yang lumayan padat penduduknya, tapi melihat dari orang-orang yang menetap disana sepertinya orang-orang dari kelas menengah.

Kontrakan yang aku tempati terdiri dari 20 rumah yang berbaris sebelah menyebelah, kebetulan aku menempati posisi paling tengah. Saat pindahan aku mengetahui kalau keluarga di samping kanan kontrakanku adalah pasangan suami istri keturunan Chinese yang baru menikah kurang lebih dua minggu dan juga baru pindah ke kontrakan tersebut. Sang suami bernama Anton, mempunyai perawakan tinggi dan wajah yang lumayan tampan, usianya 29 tahun dan dia bekerja sebagai seorang accounting di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta. Sedangkan istrinya bernama Siska, tidak bekerja, usianya sekitar 25 tahun, penampilannya sungguh-sungguh sepadan karena mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang proporsional dengan tinggi sekitar 165 cm, kulitnya putih dengan bulu-bulu hitam halus di lengannya, dia juga mempunyai pinggang yang langsing tapi bokongnya bulat dan menonjol. Namun yang membuatku sangat kagum adalah ukuran buah dadanya yang lumayan besar dan membusung, seakan menantang untuk dipegang, kutaksir ukurannya saat itu sekitar 36.

Kalau tetanggaku yang sebelah kiri adalah pasangan suami istri keturunan sunda yang telah menikah kurang lebih tiga tahun dan sudah dikarunia seorang putra berusia 2,5 tahun. Yang laki-laki bernama Mang Ujang, berusia sekitar 35 tahun dan bekerja sebagai seorang security di sebuah Bank, sedangkan istrinya bernama Ece Geulis, berusia sekitar 30 tahun dan kesehariannya juga mengurus rumah dan anaknya. Ece Geulis inipun tidak kalah cantik, dia mempunyai kulit halus kuning langsat, walaupun sudah pernah melahirkan tapi bentuk tubuhnya sungguh dapat menggiurkan setiap lelaki yang melihatnya, tingginya pun sekitar 165 cm. Untuk tubuh aku pikir antara Siska dan Ece Geulis kurang lebih mempunyai nilai yang sama.

Malam itu pukul 21.00 hujan turun dengan derasnya, aku belum tidur karena aku masih mempunyai pekerjaan untuk melengkapi CV-ku, keberuntungan datang kepadaku karena Mas Anton, tetangga sebelah kananku, menawarkanku sebuah pekerjaan di tempatnya bekerja. Sedang asyiknya aku bekerja, aku terganggu oleh bunyi gemeretak seperti ranjang yang berderak-derak. Aku menjadi penasaran akan bunyi tersebut, ternyata suara tersebut datang dari dinding sebelah kananku, pikiran nakalku mulai bermain dan aku mencoba untuk menempelkan telingaku ke dinding. Oleh karena dinding kontrakan tersebut tidaklah tebal, aku bisa mendengar sesuatu yang membuat jantungku berdebar-debar. Aku mendengar suara napas dua orang sedang berpacu menggapai nikmat, aku terus mendengar sampai suara itu terhenti.

Malam itu pikiranku berkecamuk, aku membayangkan Siska tetanggaku yang cantik dan sexy itu sedang ditunggangi oleh suaminya. Hujan masih turun dengan derasnya, entah dorongan darimana, aku mulai mencari celah di dalam kontrakanku untuk mengintip aktifitas pasangan tersebut. Hampir 15 menit aku memperhatikan seluruh dinding, tapi tak satupun celah yang kudapatkan. Aku lalu merebahkan tubuh, berusaha menenangkan diri sambil terus berpikir. Saat itulah tak sengaja aku melihat ke bubungan atap kontrakanku, ternyata disitu ada celah sebesar ukuran orang, biasanya celah diatap setiap rumah memang disediakan untuk memeriksa jaringan listrik yang putus.

Akupun mendapat ide untuk menaiki atap rumahku melalui celah tersebut, cukup sulit dan beresiko, tapi nafsuku tidak bisa dibendung lagi. Dengan nekat kuambil senter dan tangga, lalu kunaiki atap kontrakanku. Sesampainya di atas sungguh gelap, hanya ada beberapa cahaya yang tembus dari beberapa rumah. Aku bergerak perlahan mendekati atas kamar pasangan tersebut. Kususuri pelan-pelan tiang-tiang pembatas hingga akhirnya aku berada tepat diatas kamar Siska. Aku berusaha mencari-cari celah di kamar tersebut. Sungguh beruntung, ternyata atap kamar mereka juga sama dengan kamarku, yaitu mempunyai celah atau pintu darurat di atasnya.

Pelan-pelan kugeser penutup dari triplek tersebut dan jantungku seakan ingin meledak begitu melihat apa yang terjadi. Aku menelan ludahku karena aku melihat pemandangan yang sungguh luar biasa indah. Aku melihat Siska sedang tergolek telanjang bulat tanpa ada selembar benangpun menutupi tubuhnya yang telanjang. Aku yang sehari-harinya hanya bisa membayangkan kemontokannya dibalik kaos putih transparan yang sering ia kenakan, kini mendapat pemandangan langsung yang sungguh luar biasa.

Payudara Siska yang besar tampak begitu kencang dan bulat, kemaluannya juga begitu licin, kelihatan sekali dia sangat merawat organ intimnya itu. Aku terus memperhatikan mereka, terlihat pasangan suami istri itu sedang berbicara. Sambil ngomong, tangan Anton terus mempermainkan payudara Siska. Terus dipermainkan, akhirnya gairah Siska pun bangkit kembali, aku mendengar wanita itu berkata, “Mas, burung mas nakal, dia bangun lagi tuh... hihihi,”

Anton pun menjawab, ”Yah pasti bangun lah, dia kan mau masuk ke sarangnya. Di luar kan dingin, tolong dimandiin donk, sayang, sebelum dimasukkan ke sangkarnya.”

Siska menyahut, ”Ah, aku nggak mau kalau disuruh jilatin. Aku kan geli. Pokoknya aku nggak mau ya, Mas!”

Anton menjawab, ”Oke-oke kalau nggak mau. Sini aku masukkan saja ke sangkarnya, aku mau kamu nungging donk!”

Dan aku melihat Siska merubah posisinya untuk menungging. Wow, sungguh luar biasa pantat wanita ini, begitu bulat dan begitu menantang. Sama sekali tak kulihat guratan-guratan selulit di pantat dan pahanya, begitu bersih... Melihat hal tersebut, aku jadi gak tahan. Pelan-pelan kukeluarkan penisku dan mulai mengocoknya dengan tanganku sembari terus kuperhatikan adegan panas yang ada di bawahku. Klimaksku tidak terbendung berbarengan dengan klimaks yang mereka dapatkan. Sebelum aku kembali ke kamarku, lama juga kupandangi wajah Siska yang begitu cantik saat tertidur pulas dalam keadaan telanjang setelah dua ronde digenjot oleh suaminya.

Di dalam kamarku aku termenung dan berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menikmati tubuh Siska. Satu-satunya jalan aku harus melakukan pendekatan yang intens terhadap keluarga ini dan saat aku berpikir, aku mendapat ide yang cemerlang, yaitu aku harus merekam setiap adegan yang terjadi di rumah mereka. Aku punya rencana, besok aku harus pergi ke Glodok untuk mencari camera pengintai yang paling bagus. Aku mungkin akan membeli cukup banyak untuk aku tempatkan di atas bubungan rumah Anton. Dan oh iya, aku juga akan menempatkannya pada tetangga sebelah kiriku. Tak sabar aku menunggu pagi hari untuk menjalankan rencanaku.

Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun karena aku masih penasaran dengan kemolekan tubuh Siska. Akupun naik kembali ke atap rumahku dan mencari letak kamar mandi mereka, mungkin saja aku bisa mengintip Siska mandi. Aku sekarang sudah berada tepat di kamar mandi mereka dan sudah mendapatkan celah diatapnya, tapi kulihat Siska belum mandi. Lama kutunggu, ternyata dia tidak kelihatan juga. Aku mencoba beranjak ke atas kamar mereka, dan disana kulihat ternyata Siska sudah mandi dan sedang berdiri berkaca di depan meja rias. Dia hanya memakai sebuah handuk yang tidak terlalu besar, yang hanya dapat menutupi payudara dan kemaluannya. Penantianku tidak sia-sia saat dia mulai membuka handuknya, dengan bebasnya payudaranya menggelantung indah dan bongkahan pantatnya yang bulat terlihat begitu menantang. Akupun menelan ludah menyaksikan pemandangan tersebut. Kulihat suaminya masuk ke kamar dengan baju kerja yang sudah rapi, mungkin akan berangkat kerja. Dari belakang, suaminya berusaha memeluk dan meremas payudara Siska, mereka berciuman.

Siska berkata, “Sudah, mas... nanti nggak kerja loh.”

“Sis, nanti kamu pergi ke pasar?" tanya Anton.

“Iya, ada yang mau aku beli nih, Mas bisa antar aku?”

“Waduh, sepertinya tidak bisa, Say… aku mesti buru-buru, mau meeting.”

“Oke deh. Sebenarnya aku sih malas pergi sendiri karena jarak pasar tersebut lumayan jauh, tapi ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku coba cari ojek saja, sudah lah kamu pergi kerja saja, tidak usah khawatir.”

Anton segera bergegas pergi meninggalkan rumah. Aku terus mengintip sampai Siska menutupi payudaranya dengan bra hitam yang sexy dan tubuh sintalnya dengan tanktop putih. Mendengar apa yang mereka bicarakan, otak nakalku mulai bekerja. Segera aku bergegas untuk turun ke kamarku, maksud hatiku aku mau mencoba pendekatan dengan Siska, aku ingin mencoba menawarkan diri mengantar dia ke pasar.

Saat aku beranjak mau turun, samar-samar kudengar suara gemericik air dari tetangga sebelah kiriku. Pikirku, siapa lagi kalau bukan Ece Geulis. Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Aku pun mendekat ke arah suara tersebut dan mencari celah untuk mengintip. Aku mendapatkannya dan langsung kuintip. Wooow, ternyata benar!! Seorang bidadari cantik tengah melepaskan satu persatu pakaiannya, ternyata Ece Geulis sedang bersiap untuk mandi. Ckckck, aku kembali menelan ludahku dan penisku pun kembali menegang. Aku sungguh beruntung semalaman aku mendapatkan pemandangan yang luar biasa. Pelan tapi pasti akhirnya tubuh molek Ece Geulis terbuka seluruhnya. Aku kagum dengan wanita ini, biarpun sudah memiliki anak, tapi kesintalan tubuhnya masih tetap terjaga. Dengan mataku aku sapu semua lekuk tubuh Ece Geulis, payudaranya tampak besar dan masih kelihatan kekencangannya. Uuh... rasanya ingin sekali aku meraih, meremas dan menghisap kedua gunung tersebut.

Hampir 10 menit aku memperhatikan Ece Geulis mandi. Aku baru menghentikannya saat aku tersadar akan rencanaku terhadap Siska yang akan pergi ke pasar. Segera aku turun dari atap rumahku lalu segera mandi. Selesai mandi, akupun mempersiapkan baju kesukaanku karena baju tersebut sedikit memperlihatkan sisi atletis dari tubuhku. Aku segera mengeluarkan motor Honda CBR ku dan kuparkir dihalaman depan rumahku. Karena antara masing-masing kontrakan tidak dipisahkan pagar atau tembok, maka akan sangat mudah untuk bertegur sapa, pikirku. Aku pun berpura-pura mengelap motorku.

Tak lama kulihat Siska keluar dari pintu kontrakannya sambil tersenyum menyapaku. “Pagi, mas Ardi, sedang apa?” sapanya ramah.

Oh my God... cantiknya wanita ini, pikirku. “Pagi juga, bu Siska. Ini, lagi siap-siap mau berangkat ke tempat kuliah, ada yang masih ketinggalan di kampus.” sahutku. “Ibu mau kemana?” tanyaku kemudian, berpura-pura.

“Ini loh, aku mesti ke pasar, tapi aku sebenarnya malas karena letaknya jauh. Disini cari ojek dimana ya?” tanya Siska sambil wajahnya menampilkan muka sedih.

“Maaf, bu Siska. Kalau nggak keberatan, boleh aku temani ke pasar? Biar nggak diganggu preman disana. Setelah itu aku baru jalan ke kampus.” tawarku.

“Memangnya searah, dan mas Ardi tidak keberatan? Nanti ada yang marah lagi?” sahut Siska.

“Tenang aja, bu Siska, aku belum punya pacar kok. Lagipula searah dan juga sekalian mau sedikit membalas kebaikan suami ibu karena telah memberikan saya pekerjaan.” jawabku.

“Oh begitu, memangnya mas Ardi ke tempat kuliah jam berapa? Nanti aku ganggu waktuny lagi,” jawab Siska seakan tidak enak hati.

“Aku waktunya bebas kok, kan sudah lulus. Tenang aja, pokoknya beres deh.” sahutku.

“Oke deh kalau Mas Ardi nggak keberatan, terima kasih ya!” Diapun mendekatiku. Jantungku langsung berdetak kencang tidak karuan. Semalaman hingga pagi aku memandangi tubuh telanjangnya, dan sekarang dia akan berboncengan denganku. Wow, ternyata bila kita berusaha pasti ada jalan... hehe.

Motorku telah kustarter dan kulihat Siska mulai menaikinya. Karena motorku tinggi dan posisi duduk Siska searah denganku, alhasil tubuh bagian atasnya jatuh ke punggungku. Tak sengaja payudaranya menyentuh punggungku. Tanganku sedikit bergetar, aku menahan nafas menerima tekanan dadanya di punggungku. Ternyata dadanya keras juga. Tak terasa penisku menegang.
Siska pun tersadar dan menempatkan tangannya untuk membatasi dadanya agar tidak menyentuh punggungku lagi.

“Maaf ya, mas Ardi, nggak sengaja.” gumam Siska dibelakangku.

“Oh nggak apa-apa kok, Bu. Justru aku yang minta maaf, motorku terlalu tinggi dan nungging. Tapi kalau kelamaan, aku yang bisa bahaya, bu Siska.” candaku.

“Kok bahaya, emang kenapa?” tanya Siska.

“Ya iyalah, aku bisa-bisa grogi dan nggak konsentrasi bawa motornya karena saking empuknya, hehe.” jawabku.

“Ih, mas Ardi bisa aja. Memangnya nggak pernah kesentuh sama begituan?” tanya Siska penasaran.

“Hehe, aku belum pernah tuh. Baru kali ini sama bu Siska, sampai-sampai panas dingin aku, hehe.” jawabku menimpali.

Karena gemas, Siska mencubit pahaku. Hal ini membuat penisku semakin terasa menegang. “Ih, bu Siska jangan gitu dong. Nanti kalau aku nggak tahan gimana, mau tanggung jawab?”

Kulihat wajah bu Siska memerah, sungguh cantik wanita ini, rambutnya tergerai dan tertiup oleh angin. Kami pun terdiam seribu bahasa, tak terasa kami sudah sampai di parkiran pasar.

Selama kurang lebih 15 menit aku menemani Siska belanja kebutuhannya. Aku melihat seluruh mata lelaki disana menyantap kesintalan tubuh Siska yang hanya terbalut tank top putih dan bra hitam yang terlihat membayang di balik bajunya. Setelah selesai belanja, kembali dia terlihat kebingungan.

“Kenapa, bu Siska?” tanyaku.

“Mas Ardi, aku bingung pulangnya. Ternyata jauh juga ya, kalau naik ojek, aku jadi takut dijahati. Gimana ya, Mas?”

“Ya sudah, aku anterin pulang lagi deh.”

“Tapi Mas Ardi kan mau ke kampus?” tanya Siska.

“Nggak apa-apa, besok-besok masih bisa. Sebenarnya aku cuma mau minta tolong teman untuk buatkan aku CV lamaran, aku masih bingung.” jawabku.

“Oh begitu... kenapa nggak bilang dari tadi, kan aku bisa buatkan untuk mas Ardi, aku bisa kok, pokoknya bagus deh.” sahut Siska.

“Oke deh kalau begitu. Jadi malu aku, Bu. Yuk sekarang kita pulang,”

“Oh iya, mas Ardi, jangan panggil saya Ibu donk, kita kan masih seumuran. Aku kan masih muda juga, anak aja belum punya. Kita saling panggil nama aja ya? Gimana, Ardi?” pinta Siska.

“Oke deh, Siska.” sahutku menyetujui.

Tak lama, kami sampai juga di kontrakan. Aku melihat sekeliling, keadaan masih sepi, mungkin semua sudah berangkat kerja. Aku menarik nafas... aman, pikirku.

“Terima kasih ya, Ardi!” sahut Siska saat turun dari motor.

“Iya, sama-sama. Oh iya, CV ku kira-kira kapan bisa dibuatkan, Sis?” tanyaku mengingatkan.

“Nanti ya setelah aku masak sayur-sayur ini. Aku nanti panggil kamu deh, kamu istirahat dulu aja.”

“Nanti di misscal aja ya, atau sms juga boleh.” kataku.

“Boleh juga, berapa no hp kamu, Ar?” tanya Siska.

Akupun memberitahukan no hp milikku kepadanya dan diapun memberikan nomornya kepadaku. Kami kemudian sama-sama masuk ke dalam kontrakan masing-masing. Karena masih penasaran, aku kembali naik ke atap rumahku dengan maksud kembali mengintip aktifitas dari Siska.

Di dalam kamarnya, kembali aku disuguhi pemandangan yang luar biasa indah. Siska saat itu tengah mengganti bajunya dengan daster terusan berlengan tali, mungkin dia kegerahan setelah dari pasar tadi. Lalu mulailah dia memasak. Aku segera turun untuk memikirkan rencana selanjutnya.

Tak terasa satu jam berlalu. Sepertinya Siska sudah selesai memasak, tak lama kudengar suara sms di handphoneku berbunyi, “Ardi, aku sudah selesai nih, kamu sudah bisa datang. Oh iya, bawa juga file-file kamu ya.” Sms dari Siska.

“Oke, aku segera ke sana, thx.” balasku. Aku segera mengganti celana panjangku dengan celana pendek berbahan halus. Biar gampang, pikirku.

Akupun mengetuk pintu kontrakannya, tak lama pintu dibuka dan aku dipersilakan masuk.

“Silakan duduk, Ar. Sebentar, aku ambilkan minum.” kata Siska.

“Waduh, nggak usah repot-repot, Sis. Kayak orang jauh aja” sahutku.

“Nggak apa-apa. Namanya juga tamu, masa dicuekin. Santai aja lagi.” balasnya.

Tak lama Siska keluar lagi sambil membawa minuman. Sambil merunduk dia menaruh gelas berisi coca cola dingin di meja. Karena daster yang dipakainya mempunyai corak V yang lumayan lebar, aku melihat kedua gunung kembar miliknya yang tersembul diantara bra hitamnya. Wow, indah sekali bila dilihat dari jarak sedekat ini. Sungguh beruntung kau Anton, pikirku.

Siska rupanya sadar kalau benda kesayangannya itu kupandangi. Dia segera menutupinya dengan nampan. “Ih, kamu nakal ya lihat-lihat punyaku. Nggak boleh, tahu.” sahut Siska dengan wajah memerah.

“Maaf ya, Sis, Nggak sengaja. Tapi bagus banget kok, pantesan waktu tadi kesentuh di motor enak banget.” jawabku bercanda.

Tak sadar penisku terbangun dan tercetak jelas sekali di celana pendekku.
Mata siska ternyata melihat perubahan pada celanaku, wajahnya memerah dan sempat menelan ludahnya.

“Tuh kan beneran,” sambil tangannya menunjuk ke celana pendekku dan buru-buru berjalan ke dapur dengan tangan menutupi matanya.

Aku berkat dalam hati, ”Kau tidak usah malu, Sis, karena aku sudah melihat seluruh tubuhmu yang luar biasa menggairahkan itu. Tunggu saatnya, aku akan menikmati tubuhmu dan kau pasti akan ketagihan denganku.”

Sekembalinya dari dapur, terlihat Siska sudah bisa menguasai diri dan menanyakan file-file yang aku bawa. Dia mengambil kursi untuk mengerjakan CV ku di komputernya.

“Tunggu ya, Ar, sebentar aku buatkan.” kata Siska.

Oleh karena ada yang masih bingung, dia memanggilku untuk mendekat. Aku beranjak dari kursi ruang tamu dan mendekat, berdiri di sampingnya. Kembali aku melihat pemandangan yang luar biasa karena payudara Siska terlihat jelas diantara celah daster yang dipakainya. Oh good position, pikirku.

Aku berusaha menguasai diri agar tidak kelihatan grogi dan menjawab satu persatu pertanyaan dari Siska sambil mataku dengan rakusnya terus menyapu semua permukaan dari payudaranya. Kulitnya tampak begitu halus dan rambut-rambut halus tumbuh di permukaannya.

Tak sadar keluar perkataan dariku, “Sis, bener nggak kata orang, kalau perempuan yang punyai bulu-bulu halus di kulitnya, nafsu sexnya besar?” tanyaku.

Siska sempat terkaget menyadari kalau aku mempehatikannya. Dengan malu-malu dia menjawab, “Aku sih nggak pernah dengar diomongan seperti itu, memangnya kenapa? Kamu masih ngeliatin tubuhku ya? Aku bilangin suamiku loh,” sahut Siska mengancam.

“Iya deh, sorry. Habisnya kamu cantik banget sih, tadi aja di pasar semua lelaki perhatiin kamu. Aku jadi iri sama mereka, mereka bisa pandangi kamu, sedang aku yang deket sama kamu nggak boleh lihat-lihat.” jawabku sedih.

Kulihat ada perubahan di wajah Siska mendengar perkataanku, dia menelan ludah. “Oke deh, kamu boleh lihatin. Tapi nggak boleh sentuh-sentuh ya?” jawabnya.

“Boleh bebas ngeliatin nih?” tanyaku penasaran.

“Iya, tapi jangan kelewatan ya.” sambil tersenyum dia menjawabku.

“Nah, kalau begini baru adil. Tapi kalau Siska mau lihat aku juga, nggak apa-apa, bebas kok, hehe.” candaku.

“Ih, apa yang aku mau lihat dari kamu, tak usah ya.” sombongnya.

“Ah, tadi kamu liatin celanaku, sambil menelan ludah lagi, artinya apa tuh?” tanyaku sengit.

“Ih, nakal bener nih, Ardi. Habisnya gimana nggak lihat, lha wong…” katanya terbata-bata.

“Lha wong apa?” sahutku menyerbu.

“Ge-gede b-banget kelihatannya,” jawabnya gemetar.

“Masa sih? Dari luar mana kelihatan, itukan cuma bungkusnya doank.” jawabku pura-pura.

“Gede tau... ah, udah ah, nanti kita nggak selesai-selesai nih.” jawabnya mengalihkan.

“Ya kalo nggak selesai sekarang, besok aja kita lanjutin lagi. Aku senang kok dibantuin sama cewek cantik dan sexy seperti kamu, hehe.” jawabku.

“Ardi!! Sudah donk,” dengan raut muka merah dia membentakku.

“Ok deh, sorry. Yuk kita lanjutkan.” jawabku.

Kamipun terlibat pembicaraan yang serius kurang lebih 1 jam, sampai akhirnya CV ku selesai dibuatnya. Akupun beranjak untuk pamit kepada Siska. “Terima kasih ya, Sis.” kataku.

“Sama-sama, Ar.” jawabnya.

“Oh iya, Sis, CV ini kapan ya aku bisa berikan sama suami kamu?” tanyaku.

“Nanti jam 7 malam kamu datang saja kesini, ketemu sama suami aku. Biar aku ceritain juga soal kenakalan kamu godain-godain aku, biar diomelin sekalian, hihi...” Siska pun tertawa lepas.

“Ih, kamu jahat banget, Sis. Jangan diceritain donk, inikan rahasia kita berdua, hehe... Ok deh, nanti aku datang ya. Oh iya, nanti pakai baju yang sexy lagi ya, hehe.” candaku.

“Huh, maunya tuh! Enak aja!” sambil tersenyum dia menjawabku.

Kami pun berpisah siang itu. Aku kembali ke kontrakanku, niatku untuk beli camera pengintai aku urungkan karena sudah mendapat lampu hijau dari Siska. Sekembalinya ke kamar, aku masih penasaran dengannya, akupun naik kembali ke atap kamarku menuju ke atas kamarnya. Aku mulai mengintipnya, ternyata Siska sedang berbaring istirahat, matanya sedikit terpejam. Tapi aku terkaget saat kulihat tangannya yang kanan bergerak ke arah payudaranya dan meremasnya perlahan-lahan, sementara tangannya yang kiri bergerak ke arah kemaluannya. Ooh, ternyata dia sedang melakukan masturbasi, hehehe... ternyata kamu juga terangsang ya, Sis? Hehe, rencanaku sudah berjalan mulus, tinggal tunggu waktunya, pikirku.

Aku terus memperhatikan Siska yang sedang mastubasi itu dengan seksama. Tiba-tiba timbul ide nakalku, aku bergegas turun, kulangkahkan kakiku menuju pintu rumahnya dan kuketok pintu rumahnya.

“Sis, Siska, bukain pintu donk, ada yang ketinggalan nih.” teriakku.

“I-iyaa... i-iyaa, tunggu sebentar ya,” jawabnya terdengar gemetar. Tak lama Siska keluar juga dengan wajah sedikit merah dan keringetan. “Ada apa ya, Ar?” tanyanya curiga.

“Tadi kan kamu kerjain CV aku, masih ada yang tertinggal satu yang belum di print.” jawabku. “Sorry ya ganggu istirahat kamu. Kamu kok keringatan gitu, kamu capek ya?” tanyaku sambil berjalan masuk ke ruang tamunya.

“Iya, aku kecapekan kali. Tadi lagi rebahan di kamar, eh kamu panggil-panggil. Ya udah, aku nyalain dulu komputernya, tunggu ya.” jawabnya.

“Mau nggak aku pijitin lehernya, biar pegal-pegalnya rada enteng?” aku menawarkan diri.

“Emangnya bisa? Tapi nggak mau ah, nanti kamu macem-macem sama aku.” katanya to the point.

“Aku ini jagonya pijit memijit tahu, soal macem-macem sih tergantung respon kamunya tuh. Aku sih bisa nahan diri, tapi kamu kan aku nggak tau, hehehe.”

“Ah, paling kamu yang nggak kuat.” balasnya.

“Kita buktikan saja, gimana?” kataku.

“Oke,” jawabnya tak mau kalah.

“Mana lehernya?” aku mulai mendekat dan tanganku kuarahkan ke lehernya.
Siska pun memberikan lehernya untuk kupijit. Pelan dan lembut mulai kupijit lehernya, kulihat dia mulai menikmati pijatanku. Kadang-kadang tanganku bergerak nakal berusaha membuat dasternya jadi lebih terbuka agar aku dapat melihat payudaranya yang montok. Sungguh aku menikmati pemandangan tersebut, tak terasa penisku menegang dan ternyata sudah merapat menekan ke punggungnya.

“Tuh kan, kamu yang nggak kuat.” rintihnya sambil menikmati pijatanku di lehernya.

“Justru aku semakin kuat, tahu. Itu tandanya kekuatanku, tadi kan kamu bilang paling nanti aku yang nggak kuat, hehe.” balasku.

“Maksudku bukan begitu, ih... kamu nakalin aku nih.” jawabnya.

Sambil memijat, terus saja kutekan-tekan torpedoku ke punggungnya, diapun kegelian. “Aduuuh… itu punya kamu gede banget sih, geli tau... jadi merinding aku.” rintihnya. Memang aku melihat bulu halusnya kelihatan sedikit berdiri. Akupun semakin bernafsu.

“Ardi… kamu nakal banget, nanti kalau ketahuan suamiku gimana loh?” erangnya.

“Belum juga apa-apa sudah dibilang nakal. Belum juga dipegang sudah bilang gede, pegang dong!” pintaku.

“Nggak mau ah,” jawabnya. “Itu kan nggak bersih,” katanya lagi.

“Kamu tuh salah, punyaku nih selalu aku bersihkan. Pokoknya kamu pasti suka deh,” akupun merajuk. “Memangnya kamu belum pernah pegang punya suami kamu?” tanyaku.

Dia menggeleng.

“Wah, kasian deh kamu. Sudah gede begini, sexy lagi, belum pernah pegang penis lelaki. Padahal kalau sudah pernah pegang dan merasakannya, kamu akan ketagihan deh. Btw, tahu nggak kalau aku tanya semua lelaki di dunia ini, pasti mereka kepingin banget penisnya dipegang sama kamu.” kataku.

“Nggak ah…” jawabnya ragu.

“Sudah, nggak usah ragu-ragu. Aku jamin deh, kamu pasti bakal keenakan.” sambil kuarahkan tangan Siska menuju ke penisku. Kulihat dia dengan lembut meraba penisku dari luar celana pendekku, untung aku sudah melepaskan celana dalamku waktu di rumah tadi.

“Besar banget punya kamu, Ar, keras lagi.” sahutnya.

“Memangnya punya suamimu nggak seperti ini?” kataku.

“Nggak tuh,” jawabnya.

“Pegang dari luar mana enak, buka donk celanaku.” pintaku.

Dengan sedikit merengut, dia mulai membuka celanaku. Wajahnya terlihat kaget begitu melihat penisku keluar dari celana. Kepalanya begitu licin mempesona, dan kurasa ukurannya yang super besar yang membuat Siska tercengang.

“Bersih kan?” tanyaku, dan iapun mengganguk dengan wajah memerah.

Perlahan Siska mengelus penisku sambil dia memperhatikan setiap lekuknya. Dia kembali menelan ludah. “Besar sekali ya… pernah diukur nggak, Ar, panjang penismu ini berapa?” tanyanya sembari tangannya gemetar menggenggam penisku.

“Nggak pernah tuh,” jawabku, “Tolong diukurin donk.” sahutku lagi.

“Ok, sebentar, aku ambil penggaris dulu.” jawabnya. Lama juga dia keluar dari kamarnya sambil membawa penggarisan. “Susah carinya, sorry ya kelamaan. Sudah kecil lagi ya?” tanyanya.

“Iya, lama banget sih. Udah kecil lagi nih, ya kalau mau diukur mesti digedein lagi.” kataku.

“Caranya gimana?” tanyanya.

Wah, ini wanita lugu beneran atau pura-pura sih, pikirku. Tapi melihat caranya memegang penisku, kelihatan sekali dia memang belum pengalaman. “Banyak caranya, salah satunya dengan aku melihat payudaramu dan memegangnya, pasti dia kembali besar deh.” kataku.

“Masa sih?” sahutnya.

“Buktiin aja, boleh aku lihat dan memegang payudaramu?” pintaku.

“Ehm… kita mestinya nggak boleh melakukan ini loh, Ar. Nanti kalau ketahuan suamiku gimana?” sanggahnya.

“Kalau kamu tidak kasih tahu ya nggak mungkin dia akan tahu, betul nggak?” katakuku.

“Ah, aku rasa ini akal-akalan kamu aja untuk mengecilkan punyamu supaya bisa pegang-pagang dadaku, pasti kamu nakalin aku ya?” kata Siska.

“Gimana bisa begitu, itu kan berjalan alami. Butuh elusan, pemandangan yang indah, dan rangsangan yang tepat buat bikin ini tegang lagi. Percaya deh sama aku, nanti juga kamu keenakan... hehe. Ayo donk, bolehkan kupegang dadamu?” rayuku sambil tersenyum dan memainkan penisku yang telah mengecil. Di dalam hati aku tertawa melihat keluguan sikap Siska.

“Tapi… kamu cuma pegang-pagang aja ya? Jangan kelewatan loh, janji ya? Aku kan istri mas Anton.” pinta Siska.

“Iya, aku janji deh.”

Perlahan dia mendekatiku dan duduk di sampingku. Aku pun langsung menyambutnya dengan rangkulan, pelan tapi pasti mulai kuraba dada Siska yang masih terbungkus dengan daster dan bra hitamnya, dan mulai meremas lembut. Terasa di tanganku nafasnya memburu. Tanganku mulai naik ke atas pundaknya untuk melepaskan tali ikatan dari daster yang digunakannya. Kedua mata Siska terpejam, sedangkan mataku terbuka lebar karena melihat dua buah gundukan daging kenyal yang masih terbungkus bra hitam yang sexy, terlihat begitu menantangku. Aku menelan ludahku. Tadi malam aku hanya bisa berkhayal menikmati kemontokan payudara Siska, sekarang ini aku bisa merasakan kehalusan kulitnya, kekenyalan dari dadanya, dan pastinya nanti aku bisa menghisap putingnya. Tak sabar aku untuk melakukannya, tapi aku tidak mau keindahan ini berlalu dengan cepatnya. Aku akan berlambat-lambat biar Siska tidak akan melupakan kejadian hari ini dan besok-besok akan merindukanku.

“Sis...” panggilku.

“Ehm... kenapa, Ar?” jawabnya sambil matanya terpejam.

“Kubuka bra hitammu ya?” tanyaku.

“Eehm...” hanya itu jawabnya sebagai persetujuan.

Tanganku yang bergetar hebat segera membuka kaitan bra yang ada punggungnya, cukup sulit tapi akhirnya terbuka. Mataku terbelalak begitu payudara Siska terlepas dari penutupnya, begitu kencang dan besar, puting susunya yang hanya sebesar ujung jari kelingking kelihatan berwarna coklat agak kemerah mudaan, begitu keras. Kelihatannya Siska sudah terangsang hebat, tapi matanya tetap terpejam rapat. Akupun mendapat ide nakal, perlahan kukeluarkan dengan hati-hati camera handphoneku dan Siska yang dalam keadaan toples itu kufoto berulang kali tanpa sepengetahuannya. Selesai mengambil gambarnya, dengan tak sabar kuraih dan kuremas kedua payudaranya dengan kedua tanganku. Siska pun menggeliat nikmat. Putingnya tak mau kusia-siakan, segera kuarahkan mulutku kesana dan mulai menjilat, menghisap dan sekali-kali kugigit-gigit kecil.

Siska menggelinjang hebat. “Ehmm... duh, Ardi, apa yang kamu lakukan… uow... ahh... ahh... enak tau... Ardi, kamu nakal banget... sudah donk, aku bisa nggak tahan nih.”

“Tuh kan, sekarang malah kamu yang nggak tahan. Makanya jangan sombong, hehe.” sambil terus kupermainkan kedua susunya.

“Ehm... Ardi, tadi kan bukannya kita mau ngukur penismu? Sudah besar belum?” katanya seakan ingin menyadarkanku.

“Nggak tau, coba aja periksa sendiri.” kataku pura-pura tidak tahu. Biar saja, akan kuajari dia untuk agresif, sembari terus kugumuli dadanya yang montok itu.

“Aku periksa ya, boleh?” tanya Siska.

“Boleh donk, buat kamu apa sih yang nggak aku kasih.” jawabku.

Perlahan kulihat dengan malu-malu tangan Siska bergerak ke selangkanganku, tak susah dia mencarinya, kini penisku sudah berada di dalam genggamannya.

“Wah, ternyata sudah besar lagi. Yuk kita ukur, Ar.” sahut Siska.

“Masa sih, sudah maksimal belum?” tanyaku.

“Aku mana tahu maksimalnya penis kamu, kalau segini sudah maksimal belum?” katanya ganti bertanya.

“Coba kita lihat,” jawabku. Akupun melepaskan cengkramanku pada susunya dan kami bangkit berdiri untuk melihat kondisi torpedoku. “Wah, kalau segini sih belum maksimal.” jawabku berbohong, padahal torpedoku sudah keras sekali.

“Ah, masa sih? Ini kan sudah besar sekali, bisa lebih besar dari ini?” tanya Siska sambil mengelus penisku.

“Iya, ini belum maksimal, masih bisa lebih besar. Rangsangan dari kamu masih belum maksimal nih.” kataku menjebaknya.

“Jadi aku harus gimana donk, aku elus-elus gini ya biar tambah gede?” tanya Siska.

“Mana bisa kalo hanya dielus-elus aja? Ini harus pake mulut kamu, ya dijilatin gitu,” jawabku mengarahkan.

“Ah, aku gak mau... kan jijik. Suamiku saja tidak pernah aku ciumin penisnya.” sanggah Siska.

“Yah sudah, kita tidak usah mengukurnya.” jawabku sambil pura-pura menarik penisku dari genggamannya dan berniat memasukkan kembali ke dalam celanaku.

“Yah, jangan dimasukkan dulu donk, kita kan belum selesai mengukurnya.” pinta Siska memelas.

“Habisnya kamu nggak mau hisapin penisku sih... mau nggak? Buruan, nanti kecil lagi loh. Lagian nantinya kamu juga akan terbiasa, trus ketagihan deh. Percaya deh.” kataku meyakinkannya.

“Oke-oke deh, aku mau... tapi nggak lama-lama ya. Mana penismu? Sambil berdiri saja,” kata Siska ragu-ragu.

“Enakan sih akunya duduk dan kamu jongkok di lantai, yuk.” kataku sambil menggiringnya ke sofa ruang tamunya yang lumayan lebar dan empuk.

Siska pun mengikuti arahanku. Kulihat diawalnya dia begitu ragu-ragu dan geli, tapi setelah penisku ada di dalam mulutnya, dia sempat kaget karena tidak semua batangku bisa masuk ke dalam mulutnya, paling hanya setengahnya sudah mentok di tenggorokannya. Kelihatannya dia baru pertama kalinya melakukan ini karena beberapa kali penisku berbenturan dengan giginya. Sakit, tapi kutahan... akupun memberitahunya agar tidak bersentuhan dengan giginya dan kuminta dia juga untuk menjilati batang penisku sampai ke buah pelirku. Ooh nikmatnya.

“Ohhh... nikmat sekali bibir dan lidahmu, Sis… terus, Sis... kamu makin pintar aja.” erangku.

“Masa sih, Ar? Diginiin enak ya? Ternyata asyik juga ya, seperti makan permen lolipop... ternyata aku bodoh juga selama ini ya, terlalu termakan omongan teman-teman.” sambil mulutnya terus mengulum batang penisku.

Kurasakan semakin lama dia semakin ahli mengetahui titik-titik rangsang yang kuat pada penisku, dan kulihat juga dia semakin menikmati penisku, seperti anak kecil menemukan mainan baru, digenggam erat penisku ditangannya. Tanganku pun tak diam saja, kuremas kedua susunya dan kepermainkan kedua pentilnya, kelihatan dia menggelinjang keenakan.

“Ar, sudah maksimal belum sekarang?” tanya Siska menyudahi kulumannya pada penisku.

“Coba kulihat... iya, ini sudah besar maksimal. Betulkan lebih besar? Dan lihat kepalanya, merah sekali, seakan-akan mau meledak. Mau diukur?” jawabku.

“Mau donk, aku kan penasaran, soalnya suamiku saja tidak seperti ini. Dari kecil memangnya sudah sebesar ini?” tanya Siska.

“Ya enggak lah, aku punya rahasianya donk.” jawabku.

“Maksud kamu punya cara biar bisa sebesar ini?” tanya Siska.

“Pastinya, mau tau aja, hehe.” jawabku.

“Boleh donk bagi-bagi kau ajarkan untuk suamiku, akupun kepingin suamiku punya penis sebesar ini.” pinta Siska.

“Nggak mau ah, nanti kamu nggak mau sama penis aku lagi, hehe.” jawabku licik.

“Please donk, Ar…” pintanya.

“Ya udah, diukur dulu, berapa panjang dan diameternya...” jawabku.

“Oke-oke... wah, panjangnya 20 cm dan diameternya 4 cm. Gede banget, Ar. Kalau punya suamiku paling hanya 12 cm dan diameternya 3 cm, jauh banget sama punya kamu. Ceritain donk rahasianya,” rayu Siska.

“Boleh, tapi kamu harus tanggung jawab dulu karena sudah membesarkan penisku, hehe.” kataku sambil kuelus-elus batang penisku dihadapannya.

“Tapi kita nggak boleh melakukan hal itu, Ar. Kemaluanku hanya untuk suamiku, aku takut berdosa… maafin aku ya, Ar, aku nggak bisa.“ jawabnya sambil buru-buru dia merapikan bajunya.

“Trus aku mesti gimana donk?” tanyaku.

“Yah kamu cari cara sendiri deh, sana pakai saja wc-ku, keluarkan gih disana, pokoknya aku nggak mau.” kata Siska tetap pada prinsipnya.

“Ah, kamu tega sekali sama aku, Sis. Gimana kalau kamu hisepin aja seperti tadi, lama-lama juga bisa keluar. Tolong ya?” kali ini aku yang ganti merajuk.

“Hihi... nggak mau ah, biarin aja kamu pusing sendiri, hihi.” candanya nakal, membuatku semakin terangsang. Pikirku, apa aku perkosa saja dia? Tapi akal sehatku bicara, bisa rugi nantinya bagiku karena resikonya dia bisa kapok main sama aku lagi.

“Hihi, ya udah, sini aku bantuin pakai mulutku. Tapi ingat ya, aku nggak mau disetubuhi.” jawab Siska pada akhirnya, tidak tega.

“Oke deh, aku janji.” sahutku sambil menyodorkan penisku ke mulutnya yang saat itu sedang duduk di sofa.

Sambil berdiri, penisku kembali dihisapnya. Cukup lama dia menjilati penisku, dan tanganku kembali mempermainkan susunya. Setelah hampir lima menit, akhirnya penisku mulai ada tanda-tanda mau meledak. Aku ada ide nakal lagi, sengaja aku tidak mau bilang-bilang kalau penisku mau meledak. Siska pun tidak curiga dan semakin rakus menjilati penisku. Saat aku sudah tidak bisa menahan ledakan sperma yang mau keluar, sengaja kubenamkan penisku dalam-dalam di mulut Siska, dan muncratlah spermaku di dalam mulutnya. Siska terkaget-kaget dibuatnya, tapi sudah terlambat. Sebagian spermaku menyemprot di tenggorokannya, sebagian lagi muncrat di wajahnya. Uhh, puasnya hatiku. Siska terbatuk-batuk dan segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan spermaku. Hehe... kena juga lu, rasain. Lagian gua sudah pusing sampai ke ubun-ubun, tapi lu nggak mau disetubuhi.

Tak lama Siska keluar dari kamar mandi sambil membawa handuk kecil dan menyeka mulut serta wajahnya. “Ih, kamu nakalin aku ya? Kamu nggak bilang kalau mau keluar, sebagian spermamu tertelan sama aku. Tadi sperma kamu kental banget dan rasanya asin, ini sperma pertama yang aku cicipi. Kalau suamiku tahu bisa gawat kamu. Ar.” rengut Siska sambil mencubit pinggangku.

“Iya, biar kamu makin sayang sama penisku, hehe.” jawabku.

Kami berpelukan dan berciuman mesra seperti sepasang kekasih yang tidak bertemu cukup lama.

“Oh iya, janji ya ngasih tahu rahasianya penis kamu itu.” pinta Siska mengingatkanku.

“Nggak mau ah, biarin aja punya suami kamu kecil. Nanti kalau aku ajarin, kamu lupain aku. Udah, kamu nikmati aja penisku ini, selamanya buat kamu deh, hehe.” jawabku.

“Tuh kan, janjinya nggak bisa dipegang. Tapi... bener nih penismu milik aku selamanya?” tanya Siska sambil tangannya meraba penisku.

“So pasti lah, hehe.” jawabku.

Tak terasa hari sudah sore, Siska memintaku untuk pulang, dia takut suaminya datang dan menemukan kami sedang berdua.

“Oh iya, Sis, soal CV lamaran kapan bisa aku berikan ke suamimu?” tanyaku sebelum kembali ke kontrakanku.

“Nanti jam setengah tujuh malam saja kamu datang kesini lagi, ok?” jawabnya.

“Ok deh, tapi nanti kamu pakai baju yang sexy ya biar nanti malam aku tidurnya nyenyak, hehe.” pintaku.

“Ih, masih nakal aja. Nggak mau ah, keenakan kamu nanti.” katanya sambil kembali mencubit tanganku.

Berat rasanya berpisah dengan wanita cantik dan menggairahkan ini. Tapi daripada nantinya membahayakan, lebih baik aku segera pamit. Sebelum pamit, aku melumat bibirnya kembali dan meremas buah dadanya.

Aku pun pulang dan beristirahat untuk bersiap-siap memulai petualanganku nanti malam. Rencananya aku akan mengintip Ece Geulis nanti. Akupun tertidur. Tak sadar ternyata jam sudah setengah tujuh malam, aku dibangunkan oleh suara sms yang setelah kubuka ternyata dari Siska yang bertanya apakah aku jadi untuk datang ke rumahnya. Aku segera bersiap-siap dan berjalan keluar rumahku mendekati rumah Siska lalu mengetuk pintunya. Tak lama pintupun terbuka dan kulihat wajah orang yang kugumuli tadi siang membuka pintu untukku. Malam itu kulihat Siska menggunakan gaun tidur warna hitam, kelihatan kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Tangannya memberi kode di bibirnya agar aku berhati-hati dalam bicara dengan suaminya. Aku kemudian dipersilakan duduk olehnya.

“Sebentar ya, Ar, aku panggilkan suamiku. Dia baru selesai mandi, mungkin sekarang sudah selesai ganti baju.” kata Siska.

“Siapa, mam?” tanya orang di dalam kamar.

“Ini pah, Ardi tetangga sebelah. Dia mau ketemu sama kamu, katanya mau antar CV lamaran.” teriak Siska.

“Oh iya, tunggu ya.”

Tak lama keluarlah Anton, suami Siska, dari kamarnya. “Halo, Ardi, apa kabar?” sapanya.

“Baik, pak Anton.” jawabku, sementara batinku bicara, “Luar biasa hari ini, pak. Istrimu sungguh-sungguh luar biasa nikmat.”

Pak Anton duduk di sofa dan mempersilahkanku duduk juga, sementara Siska duduk disampingnya. “Mana CV-nya, aku mau lihat. Oh iya, tunggu sebentar, aku lupa ambil kacamata bacaku.” Kata pak Anton.

Sementara laki-laki itu masuk ke dalam kamarnya, aku dan Siska saling bertatapan. Aku mencoba menggodanya dengan mengelus-elus penisku yang berada di balik celana. Siska melotot sambil tersenyum, diapun membalas dengan memegang dadanya sambil lidahnya dikeluarkan seakan ingin menjilat. Kami saling tersenyum. Tingkah kami berhenti setelah mendengar langkah kaki Anton berjalan keluar dari kamar.

Setelah pembicaraan serius hampir 30 menit, akhirnya aku pamit untuk pulang. Di depan pintu, Siska yang berdiri dibelakang suaminya, mengerlingkan matanya kepadaku.

Sesampainya di rumah, aku segera menyusun rencana. Segera kunaiki atap rumahku, tadinya kupikir mau langsung ke atas rumah Ece Geulis, tapi kuurungkan niatku. Aku masih penasaran dengan Siska, aku mau tahu yang akan mereka lakukan malam ini. Kini aku sudah tepat diatas kamar mereka.
Kulihat sepasang suami istri itu tengah berbaring berdua diranjang dan tengah bercakap-cakap.

“Gimana hari ini, Mas?” tanya Siska.

“Baik-baik aja, semuanya lancar. Bisnis perusahaan semakin besar, penjualannya meningkat, ke depannya mungkin aku akan sering pulang telat karena aku ditunjuk untuk bertanggung jawab pada Div. Accounting.” jawab suaminya.

“Apakah itu artinya mas naik posisi?” tanya Siska.

“Iya, apakah kamu senang?” tanya suaminya.

“Yah pasti senang dong, mas. Mas ini gimana sih?” sahut Siska. “Kalau begitu malam ini kita harus merayakannya,” lanjutnya.

“Bagaimana kita merayakannya?” tanya suaminya sambil mencium dan memeluk tubuh sintal Siska.

Merekapun berpagutan dengan mesranya. Tangan Anton mulai menjelajah ke bagian-bagian sensitif dari tubuh Siska, mereka melakukan foreplay yang sungguh panas cukup lama. Kulihat Siska begitu bernafsu, mungkin itu gara-gara tadi siang hasratnya belum tersalurkan bersamaku dan kini dia lampiaskan bersama suaminya. Tapi sekarang mulai ada perubahan dari cara bercinta Siska, kulihat dia sudah mau melakukan oral terhadap penis suaminya. Kudengar suaminya sangat senang melihat perubahan dari istrinya itu, saat ini Siska sedang menjilati penis Anton. Tak berapa lama kulihat suaminya tak dapat menahan ledakan spermanya, tapi cepat-cepat dikeluarkan oleh Siska sehingga tak sampai tertelan, hehe... sudah pengalaman nih ye, batinku.

Kulihat Siska kelihatan kecewa karena setelah spermanya keluar, ternyata penis suaminya tidak mau membesar kembali walaupun sudah beristirahat dan dirangsang olehnya. “Mas Anton, burungnya dah bobo ya? Masa baru satu ronde sudah keok, akunya aja belum apa-apa, mas.” kata Siska.

“Maaf ya, sayang, aku hari lelah sekali, pekerjaan lagi banyak-banyaknya. Hal itu lah yang mau aku bicarakan dengan kamu, mungkin minggu-minggu yang akan datang staminaku akan terkuras lebih banyak. Aku mohon pengertian dari kamu.” pinta suaminya.

“Iya deh nggak apa-apa, aku ngerti. Tapi mas mesti jaga kesehatan juga, jangan sampai sakit loh.” jawab Siska.

Diatas atap, hatiku bersorak gembira karena keadaan yang menimpa suaminya, jawaban dari Siska yang mau mengerti aku pikir mungkin karena dia teringat sama penisku yang sangat besar, hehe... ternyata arah angin keberuntungan sedang berjalan ke arahku.

“Oh iya, mas, btw si Ardi nanti pekerjaannya sama dengan mas Anton?” tanya Siska.

Benar saja dugaanku, ternyata dia teringat sama penisku, hahaha... hampir saja aku tertawa lepas, tapi cepat-cepat kututup mulutku.

“Beda, Mah. Dia di bidang IT yang urusin komputer-komputer di kantorku. Sebenarnya kerjanya enteng dan cepat kalau memang dia sudah ahli. Enaknya lagi, pekerjaan Ardi bebas waktunya, seperti orang freeland, tidak terikat waktu.” jawab suaminya.

Kulihat Siska tersenyum puas.

“Bagaimana menurut mama, si Ardi itu?” tanya suaminya.

“Keliatannya orangnya pintar, supel, dan bertanggung jawab. Oh iya, ada satu lagi, dia lumayan ganteng juga, hihi...” jawab Siska.

“Ganteng mana sama aku?” tanya suaminya.

“Masih gantengan mas sih, tapi gak tau burungnya kuatan mana, hihihi...” canda Siska.

“Kok kamu bicaranya gitu sih?” jawab suaminya.

“Habisnya burungnya mas belum masuk kandangnya malam ini, udah tewas tertembak duluan, hihi...” sahut Siska. Merekapun tertawa bersama dan Siska menghabiskan malam itu tanpa orgasme… sungguh kasihan kau, Siska. Lagian sombong sekali sih kau tadi siang tidak mau menerima torpedoku, aku mau lihat sampai kapan kau bertahan, batinku.

Malam itu berlalu begitu saja. Aku juga tidak jadi mengintip aktifitas dari Ece Geulis dan suaminya. Aku segera turun untuk beristirahat, akupun merebahkan tubuhku dan tertidur. Kira-kira pukul 11.30 malam, handphoneku berbunyi. Aku terbangun dan melihat, ternyata ada sms. Wah, ternyata dari Siska. Ada apa nih, pikirku.

“Ar, kamu sudah tidur?” begitu bunyi sms tersebut.

“Belum, Sis. Ada apa ya?” segera kujawab dengan sms.

“Boleh aku ke kontrakanmu?” balas Siska.

“Boleh aja sih, tapi ini kan sudah malam, nanti kalau suamimu tahu gimana?” balasku.

“Dia sudah tidur pulas banget, ngorok lagi, nggak mungkin bangun deh biarpun ada geledek.” jawab Siska. “Boleh ya? Ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Boleh ya, Ar, please?” pinta Siska.

“Oke deh, tapi hati-hati ya, jangan sampai suamimu tahu.” kataku.

“Iya, tenang aja. Bukain pintunya ya,” balas Siska.

Dengan gembira aku bergegas bangun menuju pintu rumahku dan membuka kuncinya. Tak lama Siska muncul hanya dengan menggunakan gaun malam hitam yang mempertontonkan lekuk tubuhnya yang sexy. Ia segera masuk ke dalam rumahku.

“Ada apa, Sis?” tanyaku pura-pura.

“Ar, enaknya ngobrolnya jangan di ruang tamu, nanti kalau ada tetangga yang dengar bisa berabe.” katanya.

“Oke deh, kita ke kamarku saja.” jawabku. Kupegang tangan Siska dan kuajak ke kamarku. Sesampainya di kamar, aku minta dia untuk duduk di ranjangku. “Ada apa sih, Sis?” tanyaku lagi.

“Aku mau minta tolong sama kamu, Ar.” katanya.

“Apa yang bisa kubantu?” tanyaku.

“Itu... tapi aku malu ngomongnya.” balas Siska.

“Apaan sih, jadi penasaran gini.” tanyaku lagi.

“Begini, Ar… tolongin dong, aku lagi nanggung nih…” jawab Siska.

“Maksudmu nanggung apa? Ngomong aja, nggak usah malu-malu sama aku.” sahutku.

“Bantu aku keluarin…” jawab Siska malu.

“Keluarin apaan?” tanyaku semakin penasaran.

Dengan wajah memerah dia menunjuk ke aarah kemaluannya.

“Oh, maksud kamu, aku bantuin keluarin cairanmu gitu? Supaya orgasme? Hahaha,” kataku sambil tertawa geli.

“Ih, kamu nakal godain aku. Ya udah deh, nggak jadi aja kalau kamu ledekin aku kayak gitu.” Siska berdiri seakan mau pergi.

“Jangan marah gitu dong.” kuraih tangannya. “Kan ada suamimu, kenapa kamu nggak minta sama dia?” balasku lagi.

“Maunya sih begitu, tapi dia sudah keburu lemes duluan, kecapekan kerja. Aku dicuekin malam ini.” jawabnya.

“Gimana caranya aku bisa buat kamu orgasme kalau masukin penisku aja gak boleh?” tanyaku.

“Iya sih... tapi aku butuh banget nih, gimana ya?” tanya Siska kebingungan.

“Boleh nggak aku masukin?” tanyaku lagi.

“Ehmm... oke deh. Tapi nanti lubangku jadi longgar nggak ya, soalnya punyamu kan lebih besar dari milik mas Anton. Nanti ketahuan sama dia nggak ya?” tanya Siska.

“Hahaha... ya pasti enggaklah. Lubangmu itu elastis tahu, jadi dia akan kembali normal seperti biasa. Kalau nggak elastis, wah... banyak ibu-ibu diceraikan sama suaminya setelah melahirkan.” jawabku.

“Tapi bukannya setelah melahirkan jadi longgar?” tanya Siska lagi.

“Kepala bayi kan lebih besar dari punyaku, Sis. Gimana sih, mau nggak?” balasku.

“Oke deh... tapi pelan-pelan ya, aku belum pernah ngerasain yang sebesar itu.” jawab Siska.

“Sip lah... kenapa nggak dari tadi siang aja, kamu bikin repot aku aja, tapi…” kataku.

“Tapi apa, Ar?” balas Siska.

“Apa kata orang kalau kita melakukan ini, nanti kalau suami tahu gimana?” godaku.

“Kamu nakalin aku lagi ya, Ar?” sahut Siska sambil mencubit pahaku.

Kutangkap tangannya dan segera kupeluk tubuh sintalnya. Kami pun tertawa bersama-sama sambil berguling-guling di atas kasur. Kenyalnya payudara Siska yang bersentuhan dengan dadaku kembali membangkitkan kelaki-lakianku. Dengan lembut kucium bibirnya. “Kamu cantik dan sexy sekali malam ini, Sis.” kataku.

“Kan tadi sore kamu yang pesan supaya aku pakai yang sexy.” jawab Siska.

“Oh iya, berarti sudah sesuai pesanan donk? Dan artinya pula aku harus bayar, karena yang aku pesan sudah sampai malam ini dengan mulus.” kataku sambil dengan nakal menyusupkan tangan ke balik gaunnya, mencari payudara montoknya dan mulai meraba serta meremasnya. Terasa di telapak tanganku pentilnya sudah mengeras tanda dia sudah terangsang.

“Pembayarannya pakai apa, Sis? Cash atau cicilan perbulan nih?” tanyaku menggoda.

“Ehm, sebentar aku pikir dulu ya… ehm, kalau bayarnya sih sudah jelas pakai ini.” katanya sambil mengelus penisku yang sudah membesar. “Kalau soal kapan bayarnya, aku pikir aku minta di muka dulu malam ini, selanjutnya atau sisanya harus cicilan keras loh, pak. Hehe...” kata Siska sambil tersenyum-senyum nakal.

“Maksud kamu bayar dimuka itu seperti ini?” kataku sambil mengeluarkan penisku dan mengarahkan ke mukanya.

“Betul sekali, Pak, hehe... ini baru customer yang pintar sekali. Tapi ingat ya, cicilannya mesti rutin dibayar loh, kalau gak rutin aku kenakan denda.” jawabnya sambil meraih penisku dan mulai mencium dan menjilatinya dengan penuh nafsu.

“Ehm... oke deh, nanti tolong dibuatkan schedull cicilan rutinnya ya. Tapi kalau saya mau bayar cicilan agak besar dan sebelum schedullnya, boleh ya?” tanyaku sambil mengelus rambutnya dan tanganku yang satunya lagi meremas payudara dan memainkan pentilnya.

“Ugh... boleh, asal dikonfirmasi dulu. Ingat ya, bayarnya harus melalui saya loh.” balas Siska.

“Ah, kita ini seperti lagi kredit rumah ja. Padahal kita kan sekarang lagi persiapan mau menggapai nikmat, hehe... mana punyamu sini, biar aku masukin penisku ke lubangmu, biar kamu lega.” kataku lembut dan mulai membuka seluruh gaun tidurnya. Akupun terpesona begitu melihat celana dalam Siska, wow begitu sexynya. Malam ini dia memakai cd lingerie warna hitam yang hanya mampu menutupi kemaluannya, sedangkan pantatnya yang bulat terbuka kelihatan begitu menantang. Sebelum aksiku kulanjutkan, aku segera mengambil cameraku dan meminta Siska untuk berpose sexy dengan hanya menggunakan bra hitam dan cd lingerinya. Tadinya dia menolak, tapi setelah kurayu terus dengan mengatakan kalau hal ini bisa membuat penisku tambah besar, akhirnya dia mau juga dan mulai berpose sexy dengan wajah bersemu merah. Hal ini membuatnya keliatan sangat sexy.

“Oke deh, aku sudah nggak tahan melihat kamu berpose seperti ini. Coba kamu nungging, aku mau tusuk kamu dari belakang.” pintaku.

“Boleh, siapa takut?” balas Siska.

“Jangan kapok ya dientot sama aku, Sis.” kuarah penisku ke lubangnya. Sangat sulit bagiku untuk memasukkannya pertama kali, tapi setelah kulumasi dengan ludah, akhirnya jebol juga pertahanannya. Siska pun meringis kesakitan.

“Ughh... Ar, jangan digoyang dulu. Uuuh... penismu padat sekali di lubangku. Ohh...” rintihnya.

“Sudah enakan belum?” tanyaku.

“Ehmm… iya, pelan-pelan ya, Ar.” pintanya.

Akupun mulai mengenjot tubuhnya dari belakang. Mata Siska terpejam-pejam menikmatinya. Baru sepuluh kali sodokan, ternyata dia sudah di puncak. “Ooh... enak banget batangmu, Ar. Aku nggak kuat nih. Aku sudah mau sampai… terus sodok memekku, Ar… ah... ah... ah...” rintih Siska dengan napas memburu.

Kugenjot terus tubuh mulusnya sambil tak lupa kuremas-remas tonjolan buah dadanya yang menggantung indah.

“Ardi, ahh... aku keluar! Oooh... batanngmu perkasa sekali... uh... ah!!” teriak Siska kelojotan. Kurasakan tubuhnya mengejang dan melengkung penuh kenikmatan. Terus saja kugenjot dia meski kurasakan sensasi yang luar biasa karena kurasakan memeknya seperti meremas-remas penisku. Aku berusaha bertahan. Pikirku, aku harus benar-benar menikmati tubuh sintalnya dan membuatnya tidak mudah melupakan kontolku.

Hampir satu jam aku menggenjotnya dengan berbagai macam gaya dan entah sudah berapa kali dia mencapai orgasme, sampai akhirnya akupun ingin meledak. Kutekan sedalam-dalamnya kontolku dan ingin kukeluarkan spermaku di dalam liang nikmatnya.

“Ooohh… Sis, aku entot kamu sampai habis! Ughh... biar kamu tahu rasa karena sudah nolak kontolku tadi siang. Uuh... uhh... uhh... ahh... aku keluar, Sis! Ini, nikmati peju panasku!” erangku sambil terus kugenjot sedalam dan secepat-cepatnya kontolku ke liang memeknya.

“Aduh, ah... ah... terus, Ar. Tapi jangan dikeluarin di dalam. Jangan…” teriak Siska seakan ingin berontak dan melepaskan diri.

Aku tetap tak mempedulikan permintaannya. ”Aku harus menghukum kamu, Sis, dengan kontolku. Biar tahu rasa kamu, hehe...” Terus kugenjot kontolku dan akhirnya meledak juga spermaku, menyemprot semua ke ruang basah di dalam rahim Siska. Aku pun tergeletak di atas ranjangku di samping tubuh telanjang Siska yang basah oleh keringat. Napas kami sama-sama terengah-engah.

“Kamu jahat, Ar. Kenapa dimasukkan di dalam tadi?” terlihat air mata Siska berlinang.

“Aku melakukan itu karena aku sayang sama kamu, Sis. Apapun yang terjadi, aku akan tanggung jawab sama kamu. Percayalah, sayang.” kataku sambil kucium bibirnya yang mungil.

“Oh, Ardi, aku juga sayang sama kamu… terima kasih ya sudah mau bantu aku. Pejumu banyak dan hangat sekali di dalam memekku, enak banget…” jawab Siska.

Kamipun beristirahat sambil berpelukan mesra. Sampai kami tersadar waktu sudah menunjukan pukul satu malam. Kamipun berpisah dengan berat hati. Sesampainya di rumah, Siska memberitahuku dengan sms kalau suaminya masih lelap tertidur. Aku pun bernapas lega. Malam itu sebelum tertidur, kembali Siska mengirim sms yang bunyinya seperti ini: “Ar, aku puas sekali tadi. Kontol kamu benar-benar perkasa. Terima kasih ya, kutunggu cicilan selanjutnya, hihi.”

Setelah membacanya, akupun tertidur dengan begitu pulasnya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar