Chapter 2: Kamar Pembantu
Sore
itu Hendarto harus berangkat ke Malaysia untuk mengurusi jaringan
bisnis hotelnya. Irma berada di rumah bersama Warti (28) pembantunya,
sedangkan anak-anaknya sudah dua hari ini menginap di rumah opa-omanya
karena liburan sekolah.
Sudah
sebulan ini sejak ritual nikmat dari mbah Bromo, Irma selalu rindu dan
ingin mendapatkannya lagi. Selama ini Irma mencari cara untuk bisa
mengundang mbah Bromo, tapi sulit karena biasanya yang berurusan dengan
hal-hal klenik adalah Hendarto suaminya.
Saat
malam menjelang, pikiran Irma semakin merindukan kehadiran mbah Bromo.
Setelah berusaha berpikir, Irma akhirnya menemukan cara.
“Halo.. dengan mbah Bromo?,” kata Irma menelpon mbah Bromo.
“Iya benar. Maaf dengan siapa ya?, apa ada yang bisa dibantu?,” jawab mbah Bromo di seberang sana.
“Mbah..
ini Irma istrinya pak Hendarto. Saya mau minta tolong mbah, kamar
pembantu kami kan belum pernah dibersihkan sama sekali.. apa bisa
dibantu, sebab saya takut ada yang usil mengguna-gunai keluarga kami
lewat kamar itu,” kata Irma.
“Oh.. bisa bu Irma, kebetulan mbah juga sedang tidak ada klien. Mbah akan ke sana sekarang,” jawab mbah Bromo.
Irma
senang bukan main. Ia kemudian mandi sebersih mungkin dan mengenakan
gaun paling seksi yang dia punya untuk mengundang perhatian mbah Bromo
nanti.
–
“Wah
memang benar kamar ini kurang aman. Oh ya, mana pembantu ibu yang biasa
menempati kamar ini?,” tanya mbah Bromo. Malam itu mbah bromo
mengenakan celana kolor hitam dan kaos ketat warna hitam. Tubuh
atletisnya tercetak jelas membuat Irma terpesona.
Irma segera memanggil Warti
yang sedang masak di dapur. Mbah Bromo kemudian menjelaskan cara
ritualnya. Sama seperti pembersihan rumah, ritual harus dilakukan dengan
Warti yang selama ini menempati kamar tersebut.
“Hmmm..
apa nggak bisa saya gantikan mbah? Warti kan masih sibuk masak..,” Irma
seperti keberatan jika ritual di kamar itu dilakukan mbah Bromo bersama
Warti. Entah mengapa ia malah jadi cemburu.
Mbah
Bromo menjelaskan bahwa ritual tidak boleh digantikan, kecuali kalau
Warti punya suami yang biasa menempati kamar itu bersama. Warti adalah
janda beranak satu, dicerai suaminya yang kawin lagi, sebelum menjadi
pembantu di rumah Hendarto. Tentu saja tak punya suami.
Irma
masih keberatan, tetapi tak punya alasan lagi untuk bisa menggantikan
Warti. Ia pun menyilahkan mbah Bromo memulai ritualnya.
“Oke..
kalau gitu biar saya yang masak. Warti kamu temani mbah Bromo
membersihkan kamarmu ya,” Irma meninggalkan mereka berdua di kamar
pembantu. Tapi Irma tidak ke dapur untuk masak, melainkan masuk ke kamar
tidur khusus tamu keluarga. Kamar itu dindingnya saling membelakangi
bertemu dengan dinding kamar pembantu.
Irma meraih pigura lukisan di dinding. Ternyata dibalik lukisan itu ada
semacam jendela rahasia yang bisa melihat kamar pembantu, sedangkan
tepat di posisi yang sama tergantung cermin satu arah di kamar pembantu,
sehingga siapapun tak menyadari sedang diintip bila sedang berada di
kamar pembantu.
Jendela khusus itu sengaja dibikin Hendarto untuk menyelidiki tingkah laku pembantu mereka, terutama bila ada pembantu baru.
Irma
melihat mbah Bromo sedang menjelaskan sesuatu pada Warti, sambil
menyiapkan baskom air kembang tujuh rupa. Tapi Irma tak bisa mendengar
pembicaraan itu, karena dinding yang tebal. Warti mengenakan daster
berbaring diranjang dengan mata terpejam, dan mbah Bromo mulai
memercikkan air kembang ke sudut ruangan.
“Warti apa mau mbah rowah sekalian biar cepat dapet suami lagi?,” tanya mbah Bromo sambil memercikan air ke kamar.
“Hmm..
mau sekali mbah. Warti udah nggak tahan juga nih pingin cepet kawin
lagi. Soalnya enak sih,” kata Warti genit. Menjanda selama empat tahun
sudah membuat gairah Warti tak terkendali. Apalagi berada sekamar dengan
lelaki bertubuh atletis seperti mbah Bromo.
“Kalau
mbah kasih rowah yang enak juga gimana? Mau nggak? Tapi jangan sampai
majikanmu tahu ya.. nanti mbah dipecat, nggak dipake lagi sebagai
paranormalnya,” mbah Bromo merasa yakin bisa menikmati tubuh montok
Warti.
“Ah..
mbah ini, Warti jadi malu. Tapi kalo rowahnya memang nikmat dan Warti
cepat punya suami lagi, ya Warti sih nggak nolak. Mau mbah.., Warti
nggak akan ngomong ke nyonya dan tuan kok,” kata Warti.
Dari
kamar sebelah, Irma menyaksikan mbah Bromo duduk di tepi ranjang Warti
sementara Warti tetap berbaring. Tubuh warti tak setinggi Irma, badannya
pun sedikit lebih gemuk. Tapi proporsi tubuhnya nampak montok
menggairahkan untuk ukuran pembantu wajah Warti pun tak bisa dibilang
jelek, kulitnya pun kuning langsat meski tak semulus Irma.
Irma
terperanjat melihat tangan mbah Bromo langsung menelusup darter Warti
di bagian bawah, lalu kepalanya merunduk dan Warti menyambut. Mereka
saling berpagutan bibir, sementara tangan mbah Bromo menjelajah meremasi
payudara Warti.
Ritual macam apa ini? Pikir Irma. Tapi Irma tak bergeming dan tetap menyaksikan adegan dua insan di kamar pembantu itu.
“Ahh
mbahhh.. geli sekalihh..,” Warti mendesis. Kini dua payudaranya sudah
lepas keluar dari BH dan kancing daster. Mbah Bromo meremas dan
mengisapi putting susunya.
“Hmmmpphh..
gimana Warti? Nikmat kan rowahnya?.. mbah terusin ya biar tambah enak,”
kata mbah Bromo sambil tangannya melucuti CD Warti. Warti pasrah,
vagina laparnya sudah basah sejak tadi, ingin dipenuhi dengan sesuatu
yang tegang.
Irma
melihat mbah Bromo berdiri dan menanggalkan kaos ketat dan celananya,
ia pun bugil. Astaga, penis mbah Bromo berdiri tegang mengacung keatas.
Ukurannya dua kali lipat dari yang sempat dilihat Irma, karena saat ini
sudah tegang. Penis mbak Bromo hitam legam dan sangat panjang, bisa tiga
kali lipat dari milik Hendarto.
Tiba-tiba
Warti bangkit dari ranjang, masih menggunakan daster tapi susunya sudah
keluar kemana-mana, dan CD sudah luruh. Tangan Warti seolah menarik
mbah Bromo untuk berbaring di ranjang, mbah Bromo menurut. Warti
kemudian ikut naik ke ranjang mengatur posisi 69 dengan mbah Bromo.
Mbah
Bromo di bawah menghadap keatas sedangkan Warti dari atas dengan tubuh
bagian bawahnya mengarah ke wajah Mbah Bromo. Ia terlihat menungging
meraih penis besar mbah Bromo dan langsung menghisapnya. Mbah Bromo
membelai bongkahan patat Warti dan menyisihkan ujung daster yang
dipakainya.
Sialan, pikir Irma. Rupanya Warti mempraktekkan posisi 69 yang seringkali ditontonnya bersama setiap kali Hendarto tak di rumah.
“Uihh..
gede banget kontolnya mbah.. tua-tua keladi nih. Sampai susah Warti
genggam.. hmmpffhh.. ,” Warti terus berusaha memasukkan utuh penis mbah
Bromo ke mulutnya, tetapi mulutnya kepenuhan dibuatnya. Ia benar-benar
janda binal yang sedang menemukan pemuasnya.
“Waduh
Warti.. pepekmu juga bagus sekali hmmm.. pasti sempit rasanya,” mbah
Bromo mulai membelai vagina Warti yang mulai basah, kemudian mengangkat
wajahnya agar bisa menjilati vagina itu dari bawah. Sasaran utama adalah
klitoris Warti yang mulai mengeras.
“Uihhhkkkss…
mbah… ahhhkkss,” Warti melepas hisapannya di penis mbah Bromo.
Kepalanya menengadah menahan kenikmatan jilatan mbah Bromo di
klitorisnya.
Irma
tertegun menyaksikan adegan ranjang mbah Bromo dan Warti dari kamar
sebelah. Libidonya ikut terpacu dan ingin sekali menggantikan posisi
Warti.
Tiba-tiba
pesawat telepon di ruang keluarga berdering. Irma barlai kecil untuk
mengangkatnya karena Warti pembantunya tentu tak bisa menerima telepon
lantaran sedang menjaani ritual nikmat bersama mbah Bromo.
Hendarto
suami Irma menelepon memberi kabar kalau ia akan berada di Malaysia
selama tiga hari. Keduanya pun terlibat obrolan tentang apa saja yang
diinginkan Irma sebagai oleh-oleh dari Malaysia nanti.
Setelah
pembicaraan telepon dengan suaminya selesai, Irma kembali ke kamar
tidur khusus tamu untuk menyaksikan adegan layak sensor di kamar
pembantunya.
Jantung
Irma berdegup kencang saat kembali melihat ke kamar pembantu. Kini
Warti sudah bugil berada di bawah dengan posisi kaki mengangkang,
sedangkan mbah Bromo di atas mulai menggejot tubuh Warti. Irma melihat
jelas bagaimana penis bersa mbah Bromo menghujam-hujam di vagina Warti,
dan bagaimana wajah Warti menggambarkan kenikmatan yang diterimanya dari
mbah Bromo.
“Ouhh..
ahh… mbah… entotin terus mbah… akhhss, kontolhhh mbahhh.. ahhhkk..,”
Warti menggelinjang setiap kali mbah Bromo menggerakkan pinggulnya.
“Enak ya ndhuk?? Pepekmu juga wenakk.. rapet banget..,” mbah Bromo terus menggenjot Warti.
Pinggul Warti
mengikuti gerakan mbah Bromo, desisan birahi keduanya semakin keras
meski pun di ruang sebelah Irma tak mendengarnya. Mbah Bromo bangkit dan
menarik Warti turun dari ranjang, ia mengarahkan Warti nungging
bertumpu pada sisi ranjang, lalu dari belakang mbah Bromo menyetubuhi
Warti dengan gerakan yang brutal. Warti didera kenikmatan yang luar
biasa, sodokan mbah Bromo yang begitu gencar membuatnya seolah melayang.
Ia mulai menceracau tak karuan.
Doggie
style, sialan, pikir Irma. Selama ini ia hanya bisa membayangkan
disetubuhi dari belakang, sementara pembantunya sudah merasakan
kenikmatan itu.
“Ahh
mbah…,” Irma mendesis, tanpa sadar sedari tadi tangannya mulai
mengusap-ngusap vaginannya sendiri yang sudah penuh cairan birahi,
sambil membayangkan sedang disetubuhi oleh mbah Bromo.
Di
kamar pembantu, Warti merasakan bendungan kenikmatannya sudah hampir
jebol. Goyangan mbah Bromo makin cepat dan makin mantap. Penisnya yang
besar menghajar vagina Warti tanpa ampun.
“Akhh..
mbah… iyahh.. akhh… Warti mbah… ihhh.. ouhhh… nghhh,” Warti mencapai
klimaksnya, tapi mbah Bromo terus memacu penisnya. Beberapa detik
kemudian mbah Bromo secepat mungkin mencabut penis itu dari vagina
Warti.
“Ouhhh..mbah…akhhhhzzz…,” Warti hampir menjarit menerima klimaksnya yang maksimal.
Saat
penis mbah Bromo dicabut, Irma melihat jelas vagina Warti menyemburkan
cairan kenikmatan berkali-kali, sampai karpet di kamar pembantu pada
basah.
Warti
lunglai dan tersungkur di ranjang. Mbah Bromo mengamit tubuh Warti agar
terlentang dan memandu kaki Warti kembali mengangkang. Kemudian mbah
Bromo memasukan lagi penisnya yang masih sangat tegang ke vagina Warti,
dan kembali menggenjotnya.
Irma
melihat kenikmatan luar biasa terpancar dari wajah Warti, dan
sekali-lagi vaginanya menyebur cairan kenikmatan saat mbah Bromo
mencabut penisnya.
Mbah
Bromo belum mencapai puncaknya, namun Warti sudah sangat lemas setelah
menimati tiga kali orgasme. Si mbah mengecup kening Warti dan membiarkan
Warti terlelap kecapaian.
“Sudah puas kan ndhuk..
sekarang tidurlah, mbah pamit pulang ya,” kata mbah Bromo sambil
berpakaian. Warti tak mampu menjawab perasaan lemas luar biasa
menerpanya, ia langsung terlelap.
Sebelum
keluar kamar mbah Bromo menyelimuti tubuh Warti dengan sarung. Melihat
mbah Bromo akan keluar kamar, Irma segera berlari menuju dapur, ia tahu
mbah Bromo pasti mencarinya di sana karena setahu dia Irma sedang masak
di dapur menggantikan Warti.
“Belum selesai masaknya bu Irma?,” tanya mbah Bromo saat menemukan Irma di dapur.
“Eh
mbah Bromo. Sudah selesai ritual pembersih di kamar pembantu kami?.. oh
ya Warti kemana mbah?,” Irma pura-pura berbalik tanya karena ia pun
tidak pernah masak apa-apa dari tadi. Irma mencuri pandang ke bagian
depan celana mbah Bromo yang masih nampak menonjol.
Mbah
Bromo sempat kebingungan mau menjawab apa soal Warti, otaknya cepat
berputar menemukan ide, ”Oh anu bu, kamar itu sudah saya bersihkan. Tapi
Warti sebagai penghuninya harus bersemadi sampai besok pagi agar
prosesi pembersihan lebih tuntas,”.
Mbah
Bromo mau pamit pulang, tapi Irma menahannya dan menyuguhinya kopi susu
hangat. Keduanya beranjak dan duduk di sofa ruang keluarga.
“Mbah
Bromo apa harus pulang malam ini? Maksud saya, kalau istri dan keluarga
nggak khawatir, mbah boleh menginap di sini untuk malam ini,” tanya
Irma.
“Ehm..
sebenarnya sih ndak apa bu. Saya ndak pulang berhari-hari pun keluarga
dan istri ndak akan khawatir, sudah biasa. Tapi ndak enak rasanya kalau
nginap di sini, saya sungkan sama pak Hen, bu,” jawab mbah Bromo sambil
menyeruput kopi susu.
“Gini
mbah.Pak Hendarto sedang ke luar negeri, jadi hanya saya dan Warti yang
ada, karena satpam kami sedang cuti. Lagian saya takut sendirian di
rumah mbah.. apalagi Warti kan nggak boleh keluar kamar sampai besok
pagi. Kalau ada mbah kan jadi ada lelaki yang menjaga,” kata Irma.
Mbah
Bromo sebenarnya takut kalau Warti bangun dan bercerita tentang ritual
nikmat itu ke majikanya. Namun setelah mengetahui kalau Hendarto tak
pulang ke rumah dan hanya ada Irma di situ, pikirannya pun berubah. Ini
kesempatan bagus untuk bisa menyetubuhi Irma, pikirnya.
“Hmm..
iya deh kalau begitu. Biar saya menginap di sini, nanti biar saya tidur
di sofa ini saja bu,” kata mbah Bromo berusaha tetap sopan.
Irma
gembira mendengar kesediaan mbah Bromo. Sambil terus mengobrol Irma
berusaha mencari cara agar bisa mendapat ritual nikmat dari mbah Bromo
seperti yang dilakukan pada Warti. Untuk agresif dan vulgar memintanya
dari mbah Bromo, Irma tak mungkin melakukannya. Bagaimana pun ia harus
menjaga imejnya sebagai istri pengusaha kaya dan ternama.
“Oh
ya mbah. Selain ritual magic, apa mbah bisa mijat? Ini kaki saya kok
sering kesemutan ya.. sudah berulangkali ke dokter tapi nggak sembuh
juga. Sering ngilu-ngilu gitu mbah,” Irma menyingkap bagian bawah gaun
yang dipakainya agar kaki mulusnya dilihat mbah Bromo.
“Emmnh..
sedikit dikit sih bisa bu, permisi ya coba mbah lihat,” mbah Bromo
menjulurkan tangan, sementara Irma mengangkat kaki kirinya ke sofa,
sambil merapatkan duduknya lebih dekat ke mbah Bromo.
Tangan
mbah Bromo mulai memijati kaki mulus Irma, mulai tepalak hingga betis.
Irma merasakan sentuhan mbah Bromo membuat darahnya berdesir.
“Waduh..
pijatan mbah enak juga ya.. hmm saya sambil tiduran mbah ya biar
ototnya lebih rileks,” tanpa menunggu jawaban mbah Bromo, Irma langsung
berbaring di sofa. Mbah Bromo menahan nafasnya yang mulai cepat. Klimaks
yang belum sempat ia raih dari Warti membuat birahinya kembali memuncak
saat melihat Irma berbaring tepat di hadapannya. Tapi mbah Bromo masih
saja takut berbuat macam-macam terhadap Irma, takut kalau Irma keberatan
dan melaporkannya ke Hendarto.
Mbah
Bromo tak hilang akal. Ia terus memijat kaki Irma, dan sedikit demi
sedikit memberanikan diri memijat lebih naik ke lutut dan paha Irma,
dilakukan berulang-ulang sambil menunggu reaksi Irma.
“Ohmm.. kok saya jadi ngantuk mbah ya..,” kata Irma setelah menguap kecil.
“Kalau
ngantuk dibawa tidur saja bu, nanti mbah bangunkan kalau sudah
selesai.. Maaf bu, kakinya saya pangku saja ya biar lebih mudah
memijatnya,” kata mbah Bromo, Irma hanya mengangguk.
Mbah
Bromo merapatkan duduknya bersandar di sofa dan menempatkan kaki Irma
sekitar lutut ke atas pangkuannya. Tangannya kembali memijat paha Irma.
Irma
merasakan pijatan mbah Bromo semakin melemah di pahanya, berubah
menjadi usapan-usapan. Bongkahan pantat Irma sudah menyentuh paha mbah
Bromo, betisnya bisa merasakan sesuatu yang mulai mengeras di dekat paha
mbah Bromo, penisnya.
Tangan
mbah Bromo semakin berani naik memijat dan menjelajahi pangkal paha
Irma, sesekali menyentuh CD Irma juga. Irma berlagak ketiduran agar mbah
Bromo lebih berani lagi menyentuh bagian-bagian vital tubuhnya. Mbah
Bromo berpikiran Irma benar-benar pulas tertidur dipijati.
“Bu
Irma.. bu..?,” mbah Bromo memastikan kalau Irma sudah pulas tertidur.
Ia berhenti sebentar seperti memikirkan akan melanjutkan menjelajahi
tubuh mulus Irma atau tidak. Irma tak bereaksi, seperti sudah
benar-benar tidur.
Dengan
sangat pelan mbah Bromo menyingkap bagian bawah gaun Irma sampai ke
perutnya, membiarkan paha dan CD Irma bebas terlihat. CD string berwarna
biru yang dipakai Irma membuat gundukan daging nikmatnya menyembul
keluar. Tangan mbah Bromo perlahan kembali mengusapi paha putih Irma.
Irma
merasakan sentuhan-sentuhan lembut di pangkal pahanya, tak lama setelah
itu dirasakannya usapan halus di vaginanya yang masih terbungkus CD.
Geli nikmat sentuhan jemari mbah Bromo mulai menjalari tubuh Irma.
“Hmmhh..
mas Hen.. mhhh..,” Irma mendesis berpura-pura seolah sedang bermimpi,
sambil melebarkan kedua kakinya. Hal itu membuat mbah Bromo merasa
mendapat kesempatan emas. Irma sudah benar-benar pulas, pikirnya.
Mbah
Bromo bergeser ke samping agar wajahnya bisa menemukan selangkangan
Irma. Dengan sangat perlahan ia mengamit CD string Irma ke samping
menggunakan jarinya sehingga vagina Irma jelas terlihat. Tetap dengan
posisi duduk di sopa, ia lalu merunduk menempatkan wajahnya di tengah
kedua kaki Irma yang melebar.
Seketika
Irma merasakan sapuan hangat lidah mbah Bromo di bibir vaginanya,
membuat ia menggelinjang kegelian. Irma kembali mendesis sambil menyebut
nama suaminya, pinggulnya bergerak-gerak mengimbangi irama jilatan mbah
Bromo.
Yakin
Irma sudah benar-benar bermimpi, mbah Bromo beranikan diri meluruhkan
CD Irma hingga lepas melewati dua kakinya. Akses lidahnya semakin bebas
menjelajahi vagina Irma yang mulai membasah.
Irma
merasakan lidah mbah Bromo menyusup-nyusup di bibir vaginanya,
sementara kumisnya menekan di klitoris Irma membuat sensasi nikmat.
“Auhmm..
Irma nggak tahan mas henhh.. pingin ditindih masshhh..,” Irma sudah
hilang kendali dilanda birahi. Ia tak ingin cepat klimaks dengan jilatan
mbah Bromo, ia ingin klimaks disetubuhi, dihajar penis mbah Bromo.
Penis
mbah Bromo semakin tegang, tapi ia masih ragu untuk menyetubuhi Irma
karena takut Irma terbangun dan mengetahui apa yang dilakukannya. Di
lain sisi Irma pun ingin sekali menarik mbah Bromo untuk naik menindih
tubuhnya, tapi ia pun khawatir imejnya rendah di mata mbah Bromo.
Mbah
Bromo masih terus menjilati vagina Irma untuk beberapa lama, sampai
akhirnya ia memutuskan untuk lebih berani. Otaknya sudah dipenuhi nafsu
untuk menyetubuhi Irma, tapi di ruang keluarga itu tentu tak mungkin
karena bisa saja si Warti bangun dan melihat .
Mbah
Bromo lalu membopong Irma dengan sangat perlahan, masuk ke kamar tidur
utama milik Hendarto dan Irma, lalu membaringkan Irma di atas ranjang.
Setelah
berbaring, Irma kembali merasakan mbah Bromo menjilati vaginanya, kali
ini lebih bernafsu dan lebih kasar. Tangan mbah Bromo menyusup ke balik
gaun Irma dan menggapai payudaranya, meremas-remas dengan penuh biarahi.
“Enghh.. mass Hennhh..,” Irma meliuk-liuk kenikmatan sambil tetap berpura-pura mimpi.
Mbah
Bromo semakin berani karena yakin Irma sedang bermimpi, ia kemudian
melucuti gaun dan Bra Irma, lalu melucuti pakaiannya sendiri.
Kaki
Irma dikangkangnya, sementara ia mengambil posisi setengah berlutut
diapitan kaki Irma. Vagina Irma yang putih kemerahan semakin basah. Mbah
Bromo memegangi penisnya dan perlahan mulai menyentuh vagina Irma.
Irma
mendesis saat kepala penis mbah Bromo masuk ke vaginanya. Pinggulnya
diangkat agar penis itu lebih cepat masuk ke vaginanya.
“Ouh.. masss.. ayo masukinnn mas…,” desisnya.
Mbah Bromo tetap menahan penisnya di bibir vagina Irma, ia kemudian meniduri tubuh Irma dan mulai menghisap putting susunya.
Hal
itu membuat Irma merasakan birahi yang puncak dan ingin dipenuhi,
pinggulnya semakin naik mengejar penis besar mbah Bromo. Irma
merangkulkan kakinya ke pinggang mbah Bromo dan menarik mbah Bromo ke arahnya. Tapi itu tidak berhasi juga, karena mbah Bromo memang sengaja menahan.
Mbah
Bromo merangkul tubuh Irma dan mulai menggenjot ujung penisnya keluar
masuk di vagina Irma. Irma ingin sekali merasakan penis itu memenuhi
vaginanya membuat bibir vaginanya sesak. Dalam kondisi diapit birahi,
Irma ingin sekali mengakhiri kepura-puraannya tidur. Tapi ia masih malu
melakukannya begitu saja.
“Eh.. mbah.. apa-apaan inih.. ,” Irma pura-pura terbangun dan terperanjat, ia berusaha mendorong tubuh mbah Bromo.
Mbah Bromo sempat tersentak karena Irma terbangun dari tidurnya, ia pun mencabut penisnya dan menjauh dari Irma.
Sebenarnya
mbah Bromo ingin langsung minta ampun dan mengaku khilaf, tapi seketika
pikirannya dikalahkan oleh nafsu birahi yang sudah memuncak.
“Diam
kamu…, jangan melawan. Ingat suamimu sedang ndak ada, aku bisa berlaku
kasar nanti..,” mbah Bromo membentak garang sambil melotot. Mbah Bromo
berdiri di sisi ranjang sambil bertolak pinggang memandang Irma.
“Ampun
mbah.. jangan melukai saya mbah..,” Irma merunduk. Kali ini perasaan
Irma tak karuan, ada rasa takut dengan kemarahan mbah Bromo, tetapi ada
rasa yang mendesak ingin disetubuhi secara kasar oleh penis besar si
mbah.
“Baiklah..
aku tak akan melukai wanita secantik kamu Irma. Tapi, kamu harus
melayaniku sampai puas dan berjanji tidak akan membocorkan peristiwa ini
ke suamimu. Apalagi kalau lapor polisi.. kamu dengar itu?,” bentak mbah
Bromo garang. Hatinya senang karena sudah berhasil menguasai keadaan.
Sebelum
Irma berkata apa-apa, mbah Bromo langsung menerkam tubuhnya. Bibir Irma
yang ranum dilumatnya, sementara tangannya meremasi susu Irma.
Irma
pura-pura memberontak kecil tapi sesungguhnya menjadi sangat gairah
saat lidah-lidah mbah Bromo menyusup masuk memainkan lidahnya, sementara
tangan mbah Bromo meremasi susunya.
“Engghhh…jangan
mbah..,” rintih Irma berpura-pura seolah tak ingin diperkosa. Mbah
Bromo terus mencumbui Irma, kepalanya lalu turun ke vagina Irma dan
kembali menjilatinya, menghisap klitorisnya, dan menyusup-susupkan lidah
ke liang vaginanya. Itu berlangsung terus menerus dan membuat Irma
nyaris mencapai orgasmenya.
“Akhh.. hmmm…mbah.. ampunhhh.. sudah mbah…akhsss,” Irma menggelinjang tak karuan menjepit kepala mbah Bromo dengan dua pahanya.
Mbah
Bromo mengerti Irma sudah hampir klimaks, karena kedutan kecil mulai
terasa di vaginanya. Ia menghentikan jilatannya dan menindih tubuh Irma
sambil menempatan ujung penisnya di bibir vagina Irma.
“Ouh..,”
Irma menjerit kecewa karena orgasme yang gagal diraihnya. Tapi ia malu
untuk menyambut ujung penis mbah Bromo yang sudah menempel di bibir
vaginanya.
“Kenapa Irma? Sudah ndak tahan ya..,” mabah Bromo menggoda.
“Ampun mbah..,”
“Jawab
dulu.. kamu ndak tahan kan? Mau yang ini..,” mbah Bromo memasukan ujung
penisnya ke vagina Irma membuat Irma kembali merintih dan mendesah.
“Ennghhhss..,” desis Irma merasakan penis mbah Bromo di vaginanya.
“Ayo sekarang kamu goyang pinggulmu biar kontolku masuk ke pepekmu.. ayo cepat lakukan,” kata mbah Bromo.
“Ampunhh
mbah… ouh.. ahhkkss,” bibir Irma minta ampun, tetapi bibir vaginanya
justru memberi akses pada penis mbah Bromo lebih jauh. Irma mengangkat
pinggulnya untuk lebih merasakan penis mbah Bromo masuk, tetapi mbah
Bromo diam pematung. Hal ini membuat gairah Irma semakin terpacu, ia
bergoyang semakin liar seakan meminta kenikmatan yang lebih nyata dari
penis mbah Bromo.
Mbah
Bromo mulai tak bisa mengontrol birahinya, meskipun ia masih ingin
mempermainkan libido Irma. Jepitan vagina Irma diujung penisnya dan
goyangan pinggul Irma naik turun membuat mbah Bromo ingin segera
menggenjot Irma.
“Ouhhkk..
hmmm akkkss mbahhh,” Irma melenguh keras saat merasakan secara
tiba-tiba mbah Bromo menekan penisnya memasuki vaginanya secara utuh. Ia
menggoyang pinggulnya semakin kencang menyambut penis itu, vaginanya
terasa sesak dan nikmat.
Mbah
Bromo kembali diam mematung meski penisnya sudah masuk utuh ke vagina
Irma, sementara desisan birahi Irma semakin menjadi mengiringi goyang
pinggulnya.
“Ohhgg.. sekarang gimana Irma.. enak apa ndak?,” mbah Bromo juga merasakan kenikmatan digoyang Irma.
“Hmm..
ampunhhh mbahh..,” Irma tak peduli lagi meskipun mbah Bromo diam tak
bergerak, ia tetap menggoyang pinggulnya mencari rasa nikmat.
“Ayo jawab. Enak apa ndak? Kalo ndak enak aku cabut kontolku,”
“Janganhhh mbahh…akhss.. nikmat mbahh..,” Irma tetap meliuk-liuk menahan birahi.
“Mau diterusin apa dicabut nih?,” kata mbah Bromo merasa diatas angin.
“Oughh.. terusin mbah..,”
“Terusin apanya hah??,”
“Entotin
mbahh… terusinhh entothinnn.. ahhhsss entot mbah..,” Irma meliuk-liuk
kencang menunggu penis mbah Bromo menguak vaginanya.
Mendengar
jawaban menyerah dari Irma, mbah Bromo lalu mulai menggenjotkan
peninsnya keluar masuk di vagina Irma. Secara liar bibirnya menghisap
bibir Irma, leher dan susu Irma juga, sementara penisnya dipacu mulai
keras menghajar Irma.
“Ahh Irmaa.. nikmat pepekmu.. ahhh,”
“Ungghhh..
iya mbahh.. akhsss terus entotinnnhhh.. kontol mbahh…,” Irma semakin
tak terkendali. Hilang sudah harga dirinya menjaga imej sebagai istri
pengusaha ternama. Yang ada kini hasrat meraih kepuasan dari penis besar
mbah Bromo.
Irma
merasakan penis itu intens keluar masuk memenuhi vaginanya, lama
kelamaan kedutan-kedutan mulai terasa di vaginanya dan hawa panas
mengumpul di sekitar pangkal pahanya, pertanda ia segera mencapai
klimaksnya.
Mbah
Bromo mengubah posisi, kaki Irma diangkat ke bahunya sementara ia
bertumpu pada ke dua tangannya. Irma merasa kakinya seolah menggapai
udara, dalam posisi begitu penis mbah Bromo terasa menyentuh hingga ke
dinding rahimnya.
Mbah
Bromo terus menggenjot Irma semakin kencang dan cepat, kenikmatan
vagina Irma membuatnya merasa melayang. Seumur hidupnya baru kali ini
menyetubuhi wanita cantik dan kaya, menambah sensasi yang ia rasakan.
Penis
panjang mbah Bromo yang memenuhi vagina Irma membuat kontraksi di
dinding vagina Irma tertahan, menyebabkan cairan kenikmatan Irma
mengumpul tak tersalur.
Irma
sudah merasakan kenikmatan yang luar biasa kedutan semakin terasa,
namun tak tuntas-tuntas. Kenikmatan terasa mengumpul makin tinggi
dihentak penis mbah Bromo.
“Enghhh..
aaahhhkksss mbaahh… oughhh…,” Irma sudah tak kuat menahan kenikmatan
itu, tekanan nikmat serasa ingin kencing melandanya, sementara mbah
Bromo terus memacu vaginanya.
Mbah
Bromo menghujamkan penisnya keluar masuk semakin keras dengan seluruh
tenaganya, ia merasakan sudah hampir tiba pada klimaksnya. Tak lama
kemudian secara tiba-tiba mencabut penisnya dari vagina Irma. Kaki Irma
ditahannya dengan kedua tangan, sambil ia berlutut di hadapan Irma.
Nafas keduanya semakin memburu, desahan dan desisan kenikmatan silih
berganti.
“Aaahhkkksss…
auhh…. Ouhhhh….,” Irma menjerit kenikmatan. Saat mbah Bromo mencabut
penisnya, saluran cairan kenikmatan Irma bobol. Vaginanya menyemburkan
cairan kenikmatan itu sampai menyemprot ke perut dan penis mbah Bromo
yang berlutut dihadapannya.
Cairan
Irma menyembur beberapa kali, kedutan klimaks dirasakan Irma sangat
lama bersamaan dengan kejang yang melanda seluruh tubuhnya.
Mbah Bromo puas bukan main melihat Irma merasakan sensasi kenikmatan yang pasti belum pernah ia rasakan dari suaminya.
Mbah
Bromo kembali menghujamkan penisnya ke vagina Irma, menggoyangnya lagi
beberapa kali sampai akhirnya ia mencapai klimaksnya juga.
“Ouhhhgg
Aaahhrrggg,” mbah Bromo mencabut penisnya, dan menyeburkan spermanya
tumpah di perut sampai susu Irma, tubuh mbah Bromo menegang sambil
tangannya mengocok penisnya agar spremanya tuntas tertumpah.
Mbah Bromo luruh di samping tubuh Irma yang tergolek lemas, nafas keduanya berangsur pelan dan kembali normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar