Paginya, ibuku tidak berkata satu katapun kepadaku dan ayah. Akhirnya
setelah siang permintaan maaf kami diterima oleh ibuku dengan suatu
perjanjian bahwa mulai malam aku harus meninggalkan rumah untuk pergi ke
Yogya dimana aku dititipkan ke adik ibuku yang paling kecil, sebut saja
Bibi Nani, sedang ibu dan ayah harus pisah ranjang. Malamnya dengan
perasaan berat aku meninggalkan rumah untuk ke Yogya, tapi sebenarnya
yang memberatkan perasaanku bahwa aku harus berpisah dengan ayahku yang
dimana tumbuh perasaan cinta terhadap ayahku sendiri.
Di kereta menuju Yogya, pikiranku hanya tercenung ke ayahku. Sampai di
Yogya pada pagi harinya, Bibi Nani menjemputku di stasiun KA. Ibuku
mengirimku ke Yogya dengan tujuan kalau aku bisa berubah dan kuliah di
Yogya, ini disebabkan Bibi Nani adalah seorang kepala sekolah agama,
beliau terpaut dengan ibuku 15 tahun, Bibi Nani usianya 30 tahun, ibuku
usianya 45 tahun, sedangkan Ayah usianya 47 tahun.
Bibi Nani adalah seorang yang taat agamanya, selain sebagai kepala
sekolah Aliyah, malam harinya pasti bersama-sama ibu-ibu tetangganya
melakukan pengajian, inilah yang ibuku pikirkan kalau aku ikut bersama
Bibi Nani, aku bisa belajar ngaji lebih banyak, tetapi pikiran ibuku
sangat berbeda dengan pikiranku, makanya suami Bibi Nani, yaitu Paman
Hendi tergoda juga olehku. Paman Hendi usianya 2 tahun lebih muda dari
Bibi Nani, dia seorang guru olahraga di sebuah SMP Negeri di kota Jogja.
Bibi dan Paman sudah dua tahun menikah tapi kehadiran seorang anak
belum didapatkannya.
Satu Minggu sudah aku tinggal di Jogja, rasa kangenku atas sentuhan ayah
tiba-tiba bangkit. Hari itu adalah hari Jumat, kira-kira jam 01.00
siang aku pulang dari kampus-kampus untuk mendaftar kuliah, ketika aku
masuk rumah kulihat ada sarung dan sejadah di atas meja tamu, aku agak
takut karena biasanya paman dan bibi baru pulang dari sekolah pada sore
hari, tiba-tiba di ruang dapur ada suara lemari es terbuka. Dengan agak
takut aku menuju dapur, begitu sampai di dapur rupanya Paman Hendi
sedang mempersiapkan makan siang.
"Eh.. Paman.. sudah sampai.. biasanya pulang sore.. Paman..?"
"Iya.. Paman pulang agak cepat, rasanya Paman sakit perut, kamu baru pulang dari mana?"
"Nov.. muter-muter Yogya, habis cari tempat kuliah.."
"Ooohh.. Kamu sudah makan belum.. biar sekalian Paman siapkan.."
"Eh.. Paman istirahat saja.. biar Nov yang siapkan makan siangnya.."
"Kamu bisa.. kalau begitu terima kasih deh.. Paman di kamar yach.. nanti kalau sudah siap tolong bangunin Paman!"
"Baik Paman.. biar Nov.. aja.."
Paman lalu meninggalkanku di dapur menuju kamar tidurnya, aku pun ke
kamarku untuk ganti baju lalu mempersiapkan makan siang. 15 menit
kemudian setelah makan siang kusiapkan di atas meja makan, aku ke kamar
tidur paman untuk membangunkannya. Kubuka pintu kamar tidur paman,
kulihat paman sedang tidur di tempat tidurnya, paman hanya mengenakan
kaus dan celana pendek. Perlahan-lahan
aku dekati paman yang sedang tidur. Begitu dekat dengan paman,
pandanganku terpaku pada batang kemaluan paman yang agak menonjol dari
balik celana pendeknya, rasa kangenku terhadap lelaki muncul, aku lalu
duduk di sebelah paman, tanganku mengusap batang kemaluannya yang ada di
balik celananya dengan perlahan, karena nafsuku tiba-tiba melonjak,
batang kemaluannya mulai kuremas-remas. Tiba-tiba paman terbangun.
"Hah.. kamu ngapain Nov, astaga.. kamu ini.."
"Maaf Paman, nafsu birahi saya lagi memuncak nih."
"Tapi.. kamu.. Nov.. kamu ini.. gila.."
"Tidak.. Paman.. saya tidak gila.. saya ingin Paman bisa memuaskan nafsu
saya.. karena sudah 1 minggu saya tidak tersentuh lagi dari ayah.."
"Jad.. jadi.. kamu sama ayahmu..?"
Paman tidak meneruskan kata-katanya lagi selain melongo melihatku mulai
melepaskan baju daster, BH sehingga celana dalamku dimana aku langsung
bugil. Paman tidak berkedip melihatku yang bugil berdiri di hadapan
paman. Payudaraku yang putih mancung dan vaginaku yang merekah seakan
menantang pamanku. Aku lalu duduk disamping paman yang duduk terbengong
di tempat tidur, tanganku mulai meremas lagi batang kemaluannya,
sedangkan tanganku yang satu memegang tangannya lalu kutuntun ke arah
vaginaku. Bibirnya yang tipis mulai kuciumi, Paman hanya mengikuti
keinginanku saja. Paman mulai membalas ciumanku pada bibirnya, lidahnya
dikeluarkan dan dipautkan dengan lidahku. Paman mulai meningkat
nafsunya, tangannya terus mengorek vaginaku lebih ke dalam lagi, jarinya
ditusukkan masuk ke liang vaginaku hingga menyentuh biji klitorisku.
Setelah cukup puas memainkan tangan dan jarinya di vaginaku. Paman lalu
menarik celana pendeknya hingga ke dengkulnya, rupanya paman tidak
mengenakan celana dalam sehingga otomatis batang kemaluannya yang sudah
tegang setelah kuremas-remas kini terpampang jelas di hadapanku. Batang
kemaluan paman ukurannya agak kecil dari punya ayahku, tapi urat-urat
pada batangnya lebih keluar.
"Paman, batang Paman uratnya gede-gede yach, sampai menonjol, rasanya sakit nggak sih?"
"Tidak sayangku, tapi Paman yakin Novi pasti lebih puas deh selesai mencoba daripada punya ayahmu."
"Ah, Paman bisa aja nih, mana mungkin?"
"Coba aja buktikan."
Tanpa banyak bicara lagi batang kemaluan paman langsung kupegang dan
mulai kuciumi perlahan-lahan. Bau khas batang paman membuatku makin
bernafsu maka cepat-cepat kukulum, kujilat dan kugigit batang kemaluan
paman. Aku layaknya seorang anak kecil menikmati coklat batangan,
rasanya aku tidak ingin melepaskan mulutku dari batang paman. Paman
mulai gelisah menggelinjang kenikmatan menikmati serbuanku pada
batangnya. Kepalaku diusap-usap kedua tangannya. Hampir 30 menit lamanya
batang paman kuhisap dan mulai basah oleh ludahku sendiri, sementara
vaginaku mulai kembang kempis. Aku lalu berdiri di atas badan pamanku,
lalu batangnya paman kuarahkan ke vaginaku, sementara tangan paman
melingkari tubuhku.
Setelah posisi batang kemaluan paman sudah tepat di bibir vaginaku, aku
menekan ke bawah sehingga tertusuklah vaginaku dengan batang paman walau
hanya kepalanya saja yang baru bisa masuk. 10 kali aku memberikan
hentakan dengan bantuan paman, akhirnya masuklah seluruh batang paman ke
dalam vaginaku. Batang paman kerasnya luar biasa, seperti pentungan
polisi menghentak liang vaginaku, kerasnya batang paman mungkin
disebabkan paman sering berolahraga. Hentakan batang paman ke vaginaku
dilakukan berkali-kali.
"Aaahh.. aarrgghh.. aarrghh.. sshh.. Paman.. batang Paman keras sekali..
enak.. deh.. nyodok.. vagina Nov.. rasanya vagina Nov.. melebar nich.."
"Nov.. heegh.. heeghh.. vaginamu juga.. nikmat.. sekali.. rasanya..
lebih.. nikmat.. dari punya.. Bibimu.. wah.. Ppaman jadi ketagihan
nih.."
Satu jam lamanya batang paman yang keras sekali menembus vaginaku,
bobol-lah pertahananku dimana vaginaku banyak sekali mengeluarkan cairan
putih dan hangat membasahi batang paman yang masih tertancap dalam
vaginaku. Saking banyaknya cairan yang keluar dari vaginaku hingga
meleleh ke paha kami berdua. "Aaah.. aahh.. Paman.. enak sekali.. aahh
hh.. arrghh.. sshh.. sshh.. Nov.. ke.. keluar.. nih.."
Lemaslah tubuhku menimpa paman yang sedang asyik melumatkan payudaraku
yang putih, montok dan kenyal yang lagi dihisap-hisap oleh pamanku.
Paman lalu memutarkan badanku dimana batang paman masih tertancap di
vaginaku hingga sekarang posisiku sekarang duduk di atas membelakangi
pamanku, kemudian tubuhku diangkat dan dijatuhkan di tempat tidurnya,
jadi posisi kami sekarang aku menungging dan paman berdiri dengan
dengkulnya. Batang paman yang masih menancap lalu ditekannya
berkali-kali ke vaginaku, kedua tangannya memegangi pantatku sedangkan
aku terbaring lemas. "Agh.. agh.. aghh.. Nov.. vaginamu.. memang enak
sekali.. rasanya.. agh.. agh.. agh.. sshh.. sshh.."
Batang paman yang keras menghujam lagi ke vaginaku berkali-kali sampai
kira-kira satu jam kemudian aku mengeluarkan cairan dari vaginaku untuk
kedua kalinya dan paman pun mengeluarkan cairan yang banyak sekali
dimana paman menumpahkannya cairan paman yang hangat di punggungku
karena paman terlebih dulu menarik batangnya dari vaginaku sebelum
mengeluarkan cairan. "Aaahh.. aahh.. sshh.. sshh.. Nov.. vaginamu.. luar
biasa deh.. baru kali ini paman mengeluarkan cairan segini banyaknya..
lain kali lagi yach.. aahh.."
Lemaslah tubuh paman sambil memeluk tubuhku dimana batang paman yang
masih keras walau mengeluarkan cairan yang banyak menyundul pantatku.
Sementara aku pun sedang terbaring lemas dimana vaginaku basah oleh
cairanku sendiri dan punggungku basah oleh cairan pamanku. Kami pun
tertidur selama kurang lebih 1/2 jam ketika jam berdentang pukul 04.00
sore.
"Nov.. vaginamu enak sekali deh.. boleh paman coba lagi lain waktu."
"Boleh dong.. Paman.. tapi lain kali cairan Paman dibuangnya di dalam vagina Nov aja.. yach!"
"Iya.. deh.. sayang.. makasih.. ya.."
"Iya.. Paman."
Kukecup bibir pamanku lalu kutinggalkan pamanku yang terbaring bugil,
aku pergi ke kamarku lalu mandi. Selesai mandi ketika aku mau makan
makanan yang dari siang tadi sudah kusiapkan sementara paman juga sudah
selesai dari mandi dan akan makan bersamaku. Pulanglah bibiku dari
kerjanya.
"Loh.. Ayah sudah pulang?"
"Kok cepet Yah?"
"Badanku agak sakit jadi jam 2 tadi aku sudah pulang, untung keponakanmu
Novi, bisa masak jadi baru sekarang aku bisa makan setelah tidur."
"Wah.. Nov.. hebat yach.. bisa masak juga, kamu pulang jam berapa dari daftar ke kampus?"
"E.. e.. jam 04.00 sore.. Bi.."
Kujawab pertanyaan bibiku sambil tersenyum ke arah pamanku yang juga
tersenyum kepadaku dimana sebenarnya aku telah membohongi bibiku
sendiri. Bibiku lalu meninggalkan aku dengan suaminya di meja makan
untuk berganti baju. Aku lalu berbisik pada pamanku.
"Paman, ma'afin Nov yach, sudah membohongin Bibi, Paman jangan ngadu yach..!"
"Enggak.. Nov.. Paman nggak akan ngadu.. malah Paman terima kasih kamu telah berbohong pada bibimu, soalnya Paman juga takut sama Bibimu, pokoknya kejadian tadi siang jadi rahasia kita berdua.. yach?"
"Oke.. Paman!"
Hari berganti hari membuat hubunganku dengan Paman Hendi semakin intim
layaknya suami istri dan tentu saja kami lakukan jika Bibi Nani tidak di
rumah. Selain di rumah, kami juga sering melakukan di Parang Tritis.
Hubungan kami berlangsung selama 1,5 bulan di saat aku pun sudah
terdaftar jadi mahasiswi di sebuah akademi di Jogja dan mulai tercium
oleh Bibi Nani. Hari itu hari Jum"at, seperti biasa Paman pulang dari
sekolahan dan setelah lepas sembayang Jum'at kami pasti janjian di rumah
untuk melakukan hubungan suami istri, di saat Paman sedang telanjang di
atas tubuhku yang juga telanjang, Bibi Nani langsung masuk kamarnya.
Dia langsung menjerit dan pingsan melihat kami. Aku dan paman pun lalu
menghentikan perbuatan kami dan merasakan keheranan atas kepulangan Bibi
yang lebih awal dari biasanya.
Setelah siuman Bibi Nani menyidangi aku dan suaminya, dengan perasaan
menyesal dan minta maaf akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan kota
Jogja dan statusku sebagai mahasiswi untuk kembali ke Jakarta. Tetapi
setelah Bibi Nani dan Ibuku bicara melalui telepon malam itu, akhirnya
ibuku yang masih marah kepadaku memutuskan untuk tidak kembali ke
Jakarta tapi aku disuruh ke Surabaya untuk tinggal dengan Pakde Gatot
yang merupakan kakak tertua ibuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar