Pagi harinya dengan menaiki bis, kutinggalkan Jogja dengan sejuta
kenangan bersama Pamanku menuju Surabaya. Siang harinya aku tiba di
rumah Pakdeku di Surabaya. Pakde Gatot adalah kakak ibuku yang tertua,
usianya 50 tahun. Pakde seorang pengusaha yang sangat sibuk sekali
sehingga dia jarang sekali di rumah. Di rumah paling-paling dalam
setahun dia hanya 1 bulan, selebihnya mengurusi bisnisnya yang banyak di
luar negeri. Mungkin inilah pertimbangan ibuku aku ikut Pakde pasti
tidak akan menggoda lagi, memang betul sih pendapat ibuku, tapi pada
akhirnya yang tergoda bukannya Pakde tapi Ayah dari Budeku. Budeku
seorang yang masih muda, usianya baru 30 tahun, dia merupakan sekretaris
Pakdeku yang dinikahi oleh Pakdeku. Saking sibuknya Pakde, otomatis
Bude sering ikut bisnis dengan Bude pergi ke luar negeri, Bude pun
jarang di rumah.
Sudah dua bulan aku di Surabaya, di rumah Pakde yang besar dengan 6
kamar tidur. Aku tinggal beserta 3 pembantu wanita dan 2 orang penjaga
malam. Sejak aku datang dari Jogja, 2 hari kemudian Pakde dan Bude pergi
ke Singapura menjalankan bisnisnya dan menemani kedua sepupuku yang
masih SMP di Singapura sampai 2 bulan lebih tidak kembali ke Surabaya.
Rasa bosanpun timbul pada diriku, aku malas untuk mendaftarkan diri
untuk kuliah. Akhirnya hari-hariku aku lewatkan hanya berenang di rumah
Pakde, Nonton film dan jalan-jalan di Surabaya, sesekali kuhubungi
ayahku di jakarta yang rupanya sejak aku tinggal di Jogja, ayah tidak
tinggal lagi di rumah tapi tinggal di bengkel miliknya, jadi ayah dan
ibuku sudah pisah rumah. Terus terang, kuhubungi ayahku untuk melepaskan
rinduku atas belaian pria yang sudah 2 bulan tidak menyentuhku.
Suatu siang aku sedang berenang tiba-tiba suara pembantu rumah Pakde mengejutkanku.
"Mbak, di ruang tamu ada Tuan Iwan lagi nunggu."
"Siapa itu Mbok?"
"Tuan Iwan khan bapaknya Nyonya, Mbak Nov belum kenal yach..? Wah..
waktu Mbak belum di sini Pak Iwan sering ke sini, orangnya baik loh Mbak
tapi suka ngodain pembantu di sini."
"Hush, Mbok ini nggak boleh bicara begitu!"
"Wah, Mbak ini nggak tau sih, wong 6 bulan lalu ditinggal mati sama istrinya."
"Mbok, sudahlah nanti saya adukan ke Bude loh."
"Eh, jangan Mbak, tapi hati-hati loh Mbak!"
Kulilitkan baju handuk dan kutinggalkan sang pembantu itu di kolam
renang, aku menuju masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu. Di ruang tamu
kulihat orang yang bernama Iwan lagi duduk di kursi tamu, dan kuhampiri
yang lagi asyik menyeruput minuman jeruk.
"Maaf, saya Novita, saya keponakannya Pakde Gatot, Bapak siapa?"
"Eh, saya Iwan, saya Bapaknya Budemu. Pada kemana mereka, apa lagi keluar negeri?"
"Oh iya Pak, Pakde dan Bude sudah dua bulan ada di Singapura."
"Oh, pasti lagi nemuin kedua cucuku yach, Ivan dan Maya."
"Oh iya betul, Pak."
Keraguanku terhadap orang ini terjawab setelah dia menyebutkan kedua
sepupuku, tapi yang aku rasakan tidak enak adalah tatapan matanya yang
tajam ke arahku dimana dia seakan terangsang melihat tubuhku yang basah
oleh air kolam hanya terbungkus bikini dan baju handuk. Pikiranku
langsung tertuju kepada perkataan pembantu tadi.
"Kamu, Nov, keponakan Gatot dari mana?"
"Saya dari Jakarta, tujuan saya mau kuliah di sini, kalau Eyang Iwan dari mana?"
"Saya dari Banyuwangi, Budemu khan asalnya sana, tapi tolong jangan
panggil saya Eyang yach, panggil saja Pak Iwan, Saya biasa nginap di
sini kalau ke Surabaya, yach kalau lagi kangen dengan Budemu."
"Oh, iya Pak, ya sudah silahkan Pak, nanti kamar Bapak biar disiapkan, sekarang saya mau ganti baju dulu sehabis berenang."
Kutinggalkan bapaknya budeku di ruang tamu, sementara aku berjalan
menuju kamarku yang ada di lantai atas untuk ganti baju seusai berenang.
Kumasuki kamar tidur lalu kulepaskan jubah mandi yang agak basah dan
masuk kamar mandi. Setiap kamar tidur dilengkapi kamar mandi.
Kutanggalkan bikini lalu kuputar tombol kran shower dan kubasuh badanku
yang bugil dengan air. Seperti biasanya aku mandi tidak pernah kututup
pintu kamar mandi yang kututup hanya pintu kamar dan kukunci, tapi
mungkin aku lupa menguncinya karena aku tidak sadar kalau Pak Iwan
(bapaknya budeku) mengikutiku dan sekarang ada di kamar sedang
memperhatikan aku mengguyur badanku di bawah shower. Sepuluh menit
sesudah aku mandi, ketika aku keluar dari kamar mandi dan akan mengambil
handuk di dalam lemari untuk membasuh tubuhku tiba-tiba aku dipeluk
oleh Bapak Iwan yang muncul dari balik pintu kamar mandi yang terbuka.
Aku pun kaget setengah mati dan berusaha berontak untuk melepaskan
dekapan Bapak Iwan.
"Nov, tubuhmu indah sekali sudah 10 menit aku menikmati tubuh bugilmu terguyur air, sekarang layanilah aku!"
"Ah, jangan paksa saya Pak, Bapak kok bisa masuk kamar saya, tolong lepaskan Pak.."
"Kamu khan sengaja tidak mengunci kamarmu khan, biar aku bisa masuk."
"Ah.. jangan.. lepaskan saya, Pak..!"
Tenagaku yang lebih kuat dari dekapan Pak Iwan akhirnya terlepas juga.
"Nov, maafin saya yach, tolong jangan kasih tau kepada budemu yach kalau saya berbuat tidak baik padamu tolong yach..!"
Pak Iwan lalu berbalik dan akan menuju keluar dari kamarku tapi kucegah
karena tiba-tiba rasa kangen atas sentuhan laki-laki timbul dari diriku.
"Pak.. maafin Nov juga yach, kalau Bapak minta baik-baik pasti saya kasih kok Pak.."
"Ah, yang benar nih, kamu nggak marah dan kamu nggak akan ngadu ke Pakde dan Budemu.."
"Enggak Pak, dijamin kerahasiaannya deh, sini Pak!"
Pak Iwan kaget melihat reaksiku yang tiba-tiba menerima dirinya. Pak
Iwan yang sekarang di depanku semakin kaget ketika tanganku menjamah
batang kemaluannya yang masih tersembunyi di balik celananya kuelus dengan lembut. Aku yang
makin terangsang segera jongkok di depannya dan kuturunkan celananya
sehingga batang kemaluan Pak Iwan yang sudah mulai mengeras terpampang
jelas di hadapanku dan mulai kumainkan lidahku dengan menjilati batang
kemaluan itu yang kira-kira panjangnya 20 cm, bentuk dan ukurannya tidak
jauh berbeda dari milik kepala sekolahku dulu tapi kulitnya agak
keriput mungkin karena usianya yang jauh berbeda. Pak Iwan kuperkirakan
berusia 60 tahun.
Seranganku bukan hanya lidah saja, mulai kucoba kumasuki ke dalam
mulutku batang Pak Iwan yang membuat dirinya makin mengelinjang, matanya
pun merem-melek dan tangannya mulai mengusap-usap kepalaku. Hal itu
kulakukan kira-kira 15 menit dan kusudahi ketika batang itu mulai basah
oleh ludahku dan vaginaku juga sudah mulai merasa kembang kempis ingin
ditusuk sesuatu. Aku lalu berbaring di tempat tidurku sementara Pak Iwan
sedang melepaskan baju dan celananya hingga dia bugil, kulihat dia
berjalan ke arahku yang terbujur bugil di tempat tidur, kakiku
kulebarkan sehingga bau harum vaginaku menyerbak ke ruang tidurku.
"Nov, Bau apa nih wangi sekali.."
"Bau dari vagina Nov, Pak Iwan mau khan?"
"Woow, mau sekali."
Pak Iwan (ayah budeku) kini telah berdiri di samping tempat tidur,
batang kemaluannya yang sudah mulai keriput menggantung dengan tegang di
hadapanku, dimana tadi sudah basah oleh ludahku. Tapi Pak Iwan malah
berjongkok dekat pahaku. Tangannya yang juga sudah keriput mulai
mengusap sekitar pahaku yang putih dan mulus lalu kepalanya yang agak
botak didekatkan ke vaginaku. Hidungnya mengendus-endus membaui
vaginaku.
"Nov, wangi sekali yach, pasti rasanya enak deh, boleh Bapak coba sekarang?"
"Silakan Pak, pokoknya yang enak aja deh buat Bapak, mau diapain juga boleh."
"Terima kasih ya, Nov."
Lidah Pak Iwan mulai menyapu sekitar bibir vaginaku lalu ditusukkan
lidahnya ke dalam liang vaginaku dan disedot-sedot liang vaginaku yang
membuat diriku melintir keenakan, maklumlah sudah 2 bulan tubuhku tidak
disentuh oleh laki-laki.
"Aahh.. aahh.. Pak.. enak.. sekali lidah Bapak.. vagina.. Nov.. rasanya ditarik-tarik arghh.. terus.. terus Pak.. arghh.."
"Vaginamu enak sekali.. Nov.. seumur hidup.. baru.. kali ini.. saya nemu.. vagina.. begini enak.. slurpp.."
Vaginaku disedot-sedot berkali-kali hingga aku menggelinjang ke kiri dan
ke kanan membantingkan kepalaku. Rasa nikmat yang sangat barulah aku
dapatkan sekarang dari Pak Iwan, sedangkan dari pria sebelumnya aku
belum pernah senikmat ini. Vaginaku disedot selama 15 menit, dimana
cairan putih dan kental mulai membasahi vaginaku tapi dengan cekatan Pak
Iwan melahapnya sampai habis.
Setelah puas dengan vaginaku, Pak Iwan lalu berdiri tepat di sisi tempat
tidur, tubuhku diputar hingga kakiku menjuntai ke bawah, lalu batangnya
diarahkan tepat pada vaginaku yang sudah basah oleh cairan putih dan
kental. Batang kemaluan Pak Iwan sudah menempel tepat di liang vaginaku
dan mulai dihentakkan keluar-masuk vaginaku yang agak basah. Batang yang
besar dan panjang dihentakkan berkali-kali ke dalam vaginaku, baru yang
ke-10 kali hentakan, masuklah batang itu ke dalam vaginaku. Batang
kemaluan Pak Iwan rasanya seperti punya ayahku, baik panjang maupun
besarnya, bedanya hanya pada kulitnya yang agak keriput yang membuatku
agak kegelian atas gesekan di dalam vaginaku.
"Ahh.. ehh Pak.. batang Bapak membuat saya geli-geli enak deh.. habis
agak keriput, maka gesekannya membuat saya kelojotan keenakan."
"Oh.. iya, vaginamu juga rasanya enak sekali, punya saya kayak dijepit dan dipelintir, aahh.. aahh.."
Vaginaku disodok-sodok sama batang Pak Iwan sampai kira-kira satu jam
lamanya yang membuat tubuhku kejang di saat aku mencapai titik orgasme
dimana cairan putih kental keluar dengan derasnya dari vaginaku yang
masih tertusuk batang kemaluan Pak Iwan yang masih saja tegang dengan
kerasnya. "Ohh.. ohh.. aarghh.. arghh.. aahh.. aahh.. sshh.. aahh.. se..
sedap.. deh.. Pak.." Lemaslah tubuhku hingga berasa sampai tulangku,
tapi Pak Iwan masih saja bertenaga untuk melanjutkan permainan seks
denganku dimana tanganku lalu ditarik dan digendongnya tubuhku oleh
tubuhnya yang lebih kecil dari tubuhku tapi tenaganya luar biasa, lalu
gantian sekarang Pak Iwan yang berbaring dan tubuhku terbaring lemas di
atasnya. Selama dia melakukan tukar posisi, batangnya masih ada di dalam
vaginaku.
Hentakan batangnya pada vaginaku berlanjut hingga aku makin tidak
bertenaga karena tenaga Pak Iwan yang sungguh luar biasa, hampir 1 jam
lamanya vaginaku diserang oleh batang Pak Iwan bertubi-tubi, payudaraku
yang putih, ranum dan menantang pun sudah menjadi bulan-bulanan dari
mulut Pak Iwan, payudaraku sudah diisap, dikenyot dan ditarik-tarik
puting coklatku oleh giginya yang mulai ompong. Vaginaku akhirnya
mengeluarkan kembali cairan putih, kental dan harum untuk kedua kalinya
sedangkan Pak Iwan belum berasa apa-apa. "Argh.. argh.. aagghh.. oohh..
oohh.. Pak.. saya.. keluar.. lagi.. nich.. aagghh aghh.. aghh.."
Lemaslah tubuhku di atas tubuh Pak Iwan, untuk kedua kalinya. Sementara
Pak Iwan yang masih bertenaga mencoba posisi baru lagi yaitu dimana
batang kemaluan Pak Iwan yang masih menancap di vaginaku dia memutarkan
badanku hingga sekarang posisinya berubah menjadi aku di bawah seakan
aku menungging dan disodok oleh batang kemaluannya yang masih saja
keras. Posisi dimana aku menungging dan disodok oleh Pak Iwan
dilakukannya selama kurang lebih satu jam lagi yang mana aku tidak
merasakan apa-apa karena saking lemasnya tubuhku.
Pak Iwan akhirnya mencapai puncak kenikmatan yang pertama kalinya dimana
sebelumnya aku juga mencapai puncak kenikmatan untuk ketiga kalinya.
"Aghh.. aghh.. Pak aku.. keluar lagi nich.. aghh sshh.. oohh.. oohh.. nikmat.. sekali.. Pak.."
"Aghh.. aawww.. oohh.. Nov.. aku.. juga.. keluar.. nih.. vaginamu.. luar
biasa sekali.. deh.. aahh.. tapi aku.. masih belum terlalu puas.. nih..
tapi.. lumayanlah.. vaginamu.. nikmat, juga.."
Cairanku membasahi paha dan vaginaku dengan banyak sekali. Sementara
cairan Pak Iwan yang hangat dan kental membasahi punggungku karena pada
saat dia akan mengeluarkan cairan, batang kemaluannya sudah dilepaskan
dari vaginaku. Lalu ambruklah tubuh Pak Iwan di atas tubuhku yang sudah
lebih dulu ambruk.
Setengah delapan malam aku terbangun dari tidur sehabis 3 jam aku
melayani nafsu lelaki Pak Iwan dan Pak Iwan sudah tidak berada dalam
kamarku. Setelah aku membersihkan bekas cairan di vaginaku di kamar
mandi, aku keluar kamarku untuk makan malam dimana aku hanya menggunakan
daster untuk menutupi tubuhku sementara BH dan celana dalam
kutanggalkan di kamar. Ketika aku sampai di ruang makan, kulihat Pak
Iwan baru saja selesai makan dan akan meninggalkan ruang makan kulihat
dia hanya tersenyum kepadaku yang kubalas dengan senyuman. Selesai makan
sebenarnya aku mencari Pak Iwan tapi di ruang keluarga tidak kutemukan,
aku lalu berpikir mungkin dia sudah ada di kamarnya.
Jam 11.30 malam setelah nonton TV, aku beranjak menuju kamar tidurku
untuk istirahat setelah tadi siang aku mengeluarkan banyak tenaga
melawan permainan nafsu dari Pak Iwan, aku sedang berbaring di tempat
tidurku tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan Pak Iwan berdiri di depan
pintu dengan menggunakan piyama model baju handuk.
"Eh.. Pak Iwan, ada apa Pak?"
"Maaf, yach.. Nov.. boleh aku masuk.."
"Silakan Pak.."
Pak Iwan lalu masuk ke kamar tidurku dan langsung duduk di sampingku di
tempat tidur, otomatis aku lalu merubah posisiku duduk di samping Pak
Iwan.
"Nov, maaf yach tadi siang, saya berbuat salah."
"Eh, nggak apa-apa kok Pak, Nov senang kok, Nov benar-benar puas tadi siang, bagaimana dengan Bapak.. puas nggak?"
"Ah yang benar Nov, kamu nggak apa-apa nih, tapi memang saya belum puas
tadi siang, bisa nggak kamu muasin saya malam ini, soalnya saya lagi
coba pakai tangkur buaya.."
"Ah, masa sih Pak, tadi siang belum puas, tapi kalau malam ini Bapak mau
puas juga boleh, tapi badan saya agak capai gara-gara tadi siang."
"Nggak, apa-apa kok Nov, kalau kamu capai kamu diam saja biar saya yang berpacu.. OK!"
"OK.. lah terserah Bapak."
Pak Iwan lalu langsung melepaskan baju piyama yang dikenakan setelah aku
setuju untuk memuaskannya malan ini, batangnya yang menggantung keras
menantang ke arahku. Baju dasterku langsung diloloskan dari tubuhku oleh
bantuan tangannya dan kami pun melakukan hubungan layaknya suami istri.
Malam itu aku dibikin pingsan sampai 3 kali, tenaga Pak Iwan
benar-benar luar biasa, permainan kami berlangsung dari jam 12.00 malam
dan berakhir kira-kira jam 05.00 pagi, ketika terdengar ayam berkokok.
Hebatnya Pak Iwan selama 5 jam permainan, dia hanya 1 kali mencapai
puncak orgasme yaitu pada saat akhir permainan, sedangkan aku 5 kali
orgasme dan 3 kali pingsan. Dan yang lebih hebatnya batang Pak Iwan
selama permainan berlangsung tetap tertancap dalam vaginaku dan bermacam
posisi serta tetap keras dan tegang selama 5 jam.
Hubungan permainanku dengan Pak Iwan (bapaknya budeku) tidak hanya
terjadi di rumah Pakde dan Bude di Surabaya, kami pun melakukannya di
Malang, Banyuwangi (rumahnya Pak Iwan sendiri) dan di Bali. Selama 4
bulan hubungan kami, dua bulan aku berada di Banyuwangi dan sisanya kami
lakukan di Bali, Malang dan Surabaya. Sesudah 4 bulan hubunganku dengan
Pak Iwan akhirnya terbongkar juga oleh anaknya Pak Iwan (Budeku
sendiri) dimana disaat aku sedang telanjang di atas Pak Iwan yang juga
bugil, kami tidak tahu kalau Bude dan Pakde pulang dari luar negeri pada
hari itu, kami kepergok ketika kamar tidurku dibuka oleh Bude, dia pun
langsung pingsang melihat ayahnya sedang berbuat mesum dengan
keponakannya.
Hari itu juga aku diusir dari Surabaya, sementara Pak Iwan pulang ke
Banyuwangi. Dengan uang yang kupunya hasil pemberian Pak Iwan selama
kami berhubungan aku kembali ke Jakarta. Aku ke Jakarta untuk pulang
tapi aku tidak pulang ke rumah melainkan ke bengkel ayahku, karena ayah
dan ibu sejak kejadian yang gara-gara aku, mereka berpisah rumah, ibu
tinggal di rumah, ayah tinggal di bengkel yang di atasnya ada 2 ruang
untuk tidur.
"Yaah.. Nov pulang Yah.."
"Hah.. Nov, kamu.. kabarnya gimana..?"
Ayah memelukku setelah hampir 6 bulan kami tidak bertemu, setelah
kuceritakan nasibku pada ayahku, ayah bersedia menerimaku untuk tinggal
bersamanya di bengkel. Sejak saat itu hingga kini, 2 bulan aku tinggal
bersama ayahku, dan nostalgia kami pun muncul yaitu melakukan hubungan
layaknya suami istri.
Sekarang aku hidup bersama ayahku, aku seperti istri bagi ayahku
sendiri, aku melayani hidup ayahku, dan aku berkomitmen untuk tidak
melanjutkan kuliah, dan pikiranku kepada para lelaki korban godaanku pun
kubuang jauh-jauh yaitu terhadap kepala sekolahku, pamanku dan Pak
Iwan, saat ini pikiranku hanya melayani ayahku dan membantunya di
bengkel.
Inilah kisahku sebagai wanita penggoda, semoga para pembaca tidak ada yang nasibnya seperti diriku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar