Dengan
jemari lentiknya, Naya menyimpulkan tali jubah mandinya sembari
berjalan masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala
macam kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup,
itu semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh
tenaga dan konsentrasinya.
Air segera mengucur deras dengan seketika begitu Naya memutar tuas keran
air yang ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan
putih mulusnya ke air guna merasakan tingkat kepanasan air. “Moga-moga,
mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku.” ucapnya pelan.
Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh
karenanya, selagi menunggu bathup penuh, Naya menuju dapur yang ada di
lantai dasar untuk membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon,
olahan minuman dari buah yang bagi Naya adalah teman setia ketika
menemaninya berendam.
Cobalah oh sayang hatiku pasti jadi milikmu
Bila kau tunjukkan kasih sayang padaku
Sepenuh hati dengan cintamu
Sayangi aku selayaknya aku kekasihmu
Aku wanita yang butuh cinta
Bukan hanya perzinahan
Yang dapat kau lalui lalu kau pergi
Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Naya
melantun sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan
diiringi gerakan tarian manja, Naya menyanyikan keseluruhan tembang yang
dibawakan oleh grup band lawas tersebut. Hingga ketika melewati ruang
tengah, Naya dikagetkan oleh sesuatu.
“Eh, Mitha, kamu kok sudah pulang?” tanya Naya dengan nada kaget akan
keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.
“I-iya, mi. Hari ini lesnya libur, khan sekarang hari jumat.” jawab
Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Naya yang tiba-tiba.
“Haloo, halooo, Mith? Mitha?” panggil seorang pria yang ada di ujung telepon.
“Eh, iya. Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami.” sambung Mitha.
“Hayo, kamu sedang telepon ama siapa, sayang?” tanya Naya menggoda anak
perempuan satu-satunya. Didekatkannya telinga Naya pada gagang telephon
yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena
malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari
jangkauan maminya.
“Ah, Mami kepo banget deh. Cuma temen kok, Mi.” jawab Mitha malu-malu.
“Hahaha… Dasar anak kecil.” tawa Naya yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi putrinya itu.
“Udah sana, mami mandi gih. Tuh denger, suara aer bathupnya dah penuh.”
"Iya deh... Yang masih ABG..." canda Naya genit.
“Halloohh… iya…” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.
Sambil tersenyum, Naya pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang
telepon. Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.
Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Naya sebenarnya
berusaha untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya
itu, namun entah kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika
menelpon, dia terlihat seperti sesosok mata-mata yang sedang membocorkan
rahasia. Duduk disudut ruangan, bergelap-gelapan dengan pandangan mata
yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.
Mau tak mau, Naya pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin
blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam
indra pendengarannya. Dan mendadak, Naya lupa akan tujuan awalnya
membuat jus melon sebagai teman mandi berendamnya.
“Hihihi… iya bener, rasanya bikin deg-degan gimana gitu…” ucap Mitha lirih sambil sesekali ia tertawa kecil.
”...”
“Bener-bener, bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku. Beda banget.”
”...”
“Gedhe dan panjang.”
”...”
“Iya, Mitha juga pengen…”
”...”
“Aduh, kapan ya bisa seperti kemaren lagi?” kembali Mitha celingukan,
menengok ke arah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak
ada seseorang pun yang mendengar percakapannya.
“Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu, sayang, hihihi…” kembali Mitha tertawa kecil.
“Merindukan sodokan batang panjangmu?” tanya Naya dalam hati. “Batang
apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”
Mendadak muka Naya menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu
kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin
teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum
sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.
Naya mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada
beberapa kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.
Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang
paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal
itulah yang membuat pikiran Naya menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang
terjadi pada kelakuan putri satu-satunya itu.
"Ah, kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen.”
Kembali Naya membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk
mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang
membuat detak jantungnya seolah berhenti.
“Mitha juga pengen ngejilatin kontolmu, Mas. Pengen banget minum pejuhmu lagi.”
DEG...!
Naya seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau
terdengar begitu samar, namun Naya yakin, jika barusan ia mendengar
putrinya ingin meminum sperma lelaki teman bicaranya.
“Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren.”
“Udin?” tanya Naya dalam hati.
Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Naya berjingkat
pelan. Mendekat ke arah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan…
“Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya?
Mitha menengok ke arah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. "Sialan! Udah dulu ya, sayang, ada mami…"
Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Naya
langsung menyerbu ke arah Mitha sambil berteriak lantang. "Berikan
telepon itu!" bentak Naya sembari menyambar gagang telephon dari tangan
putrinya.
"Dengar ya, Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue
ga akan segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?" bentak
Naya sambilmenutup telepon.
Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar
lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima. "Miii, apa
yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa, miiiih?”
“Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu.”
“Tapi, miii, aku mencintainya..."
“Buka matamu, sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu.”
“Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha.”
“Jadi kamu menentang pendapat mami?”
“Mami jahat! Mitha benci Mami.”
"Udah-udah, kamu dihukum. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah. Sana masuk kamar!”
"Aku benci mami. Aku benar-benar benci mami!" tangis Mitha histeris. Ia
berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.
Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Naya. Apakah dia salah atau
terlalu keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan
lelaki busuk semacam Udin. Apakah Naya kurang dalam memberikan perhatian
dan kasih sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan spesial
dengan lelaki tak terurus seperti Udin.
Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng,
putih atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam
belel, celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai
pengedar narkoba yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra
Udin mejadi begitu buruk dimata Naya.
Naya kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal
perkenalannya dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang
membantu mengantarkan Naya berangkat interview karena mobilnya entah
kenapa susah untuk dinyalakan. Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin
menjadi tumpuan harapan bagi Naya dalam hal trasportasi. Baik sebagai
sarana antar jemput atau untuk minta tolong segala macam kebutuhan Naya.
Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Naya tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.
Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Naya percaya untuk
menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Naya kurang suka dengan
tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri
semata wayang Naya juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat
mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.
Hingga pernah, Naya beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto
dirinya ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau
baju dengan atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Naya
sempat mendapati adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu
digunakan Udin.
Yup, Udin beronani di kamar mandi.nya
Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Naya
benar-benar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi
itu berasal dari batang penisnya.
Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak
kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai
menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.
Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan
baju seksi, namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani
mengenakan jinsketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang
kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya
“Huuuhhh… “ desah Naya lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau. “Mas
Loddy, apa yang harus Naya lakukan?” tanya Naya dalam hati. Diraihnya
gagang telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan
beberapa tombol.
Naya berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu
memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun
tiba-tiba Naya memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi
menghubungi suaminya. Ia tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan
masalah lagi. untuk sementara, ia pendam saja dulu masalah ini.
Naya kembali ke arah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan
bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi,
meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah
mandinya. Naya berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke
lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya
sendiri sebelum mandi.
Dengan jeli, mata bulat Naya memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Naya
merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun
sudah memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun
terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan
berdua, tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak
adik.
Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang
dibalut kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih
dari 50 kg itu pun sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat
kesintalan tubuh ibu satu anak itu. Belum lagi dengan tonjolan buah
dada 36C dan bongkahan bokongnya yang membulat indah, membuat Naya
benar-benar seperti bidadari.
“Waktunya berendam…” bisik Naya dalam hati.
Segera saja, Naya meluncurkan kaki jenjangnya ke dalam bathup. Mencoba
beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air
yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya
sudah masuk semua ke dalam bathup itu.
“Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya.” desahnya lirih.
Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut,
paha hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua
daerah itu sembari memeriksa kulit mulusnya. Naya memejamkan mata, dan
menenggelamkan seluruh tubuhnya.
***
Tak terasa, sudah hampir sejam Naya tertidur di bathup. Karena begitu
sadar dari lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang
memenuhi bathup itu sudah tak lagi hangat.
Segera saja Naya beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh
langsingnya. Naya mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta
lengannya sebelum pindah ke dadanya.
Mendadak, Naya tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di
sekitar puting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu
sensitif, bukan sensitif lagi, melainkan super sensitif. Sentuhan
sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur
tubuhnya.
Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh ke
depan, sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit
oleh kain branya.Dan saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar
sensitive, keras dan sakit.
Naya menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di
atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan
meluncur ke tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya
berlama-lama di antara kakinya, daerah intim wanita yang selalu
membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.
“Andai kamu ada disini, mas.” sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Naya membayangkan kehadiran suaminya.
Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting
payudaranyamembuat dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat
itu juga, namun Loddy, suami Naya masih dinas diluar kota. Dan masih ada
waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa pulang dan
menyetubuhinya.
Lagi-lagi. Naya harus menahan birahi yang memuncak itu. Naya ingin
ketika suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara
penuh.
Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Naya akhirnya menyudahi
mandi sorenya. Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera
beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan
handuk putih tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.
Mendadak, Naya merasa begitu lapar. Mandi berendam di sore hari seperti
ini memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan
aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua
pulau.
Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Naya keluar dari kamarnya
dan menuju ke dapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha
sedang menjalani hukumannya di dalam kamarnya.
Namun, ketika Naya melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara
cekikikan yang sangat ia kenal. Dengan cepat, Naya membuka pintu kamar
putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang
tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia genggam ke
belakang punggungnya begitu maminya masuk.
“Kesinikan handphonemu…” pinta Naya.
“Buat apa, Mi?” tanya Mitha.
“Kesiniin…!!!” ucap Naya lagi dengan nada sedikit keras.
Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Naya berdiri.
"Mitha smsan ama Rezy, Mii… Bener kok…”
“Yuk kita lihat…”
Merasa pernah muda, Naya tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu
saja. Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya
yang bernama Rezy.
“Baru juga sms-an bentar, sayang. Mitha udah kangen ama kontol abang
udin ya? Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon.
“BANGSAT lo, Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Naya seketika dan mengakhiri
pembicaraan. “Mitha… mami kecewa denganmu. Mami tak mengira kamu masih
berhubungan dengan lelaki mesum itu.”
“Biarin! Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami menghalang-halangi hubungan kami…”
“Berani kamu ya?” Emosi Naya meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu seperti ini.”
"Mitha ga mau ikut…” tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengandi depan dadanya.
“Ikut…!” bentak Naya sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.
Diseretnya putri semata wayangnya itu ke arah kamar tidurnya. "Kali ini
kita tukeran kamar tidur…“ ujar Naya sambil mendorong Mitha secara paksa
memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu
rasanya dikurung…” tambah Naya lagi sambil mengunci pintu kamar
tidurnya.
“Mitha benci mami. Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…!” histeris Mitha dari dalam kamar Naya.
Sebenarnya, Naya merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada
Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar
tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya
dengan ojek kampung itu.
Naya merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody.
Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya
itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.
Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Naya berjalan kearah dapur dan
membuat makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange
jus, satu untuk dirinya, dan satu untuk Mitha.
Sejahat-jahatnya ibu, Naya tak tega juga melihat putrinya hanya
meringkuk di sudut tempat tidurnya. “Mitha, nih makan malamnya udah mami
siapin, yuk kita makan malam bareng.”
Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal akan hukuman dari Naya.
Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Naya juga tak tega
melihat putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan
makan malam itu di dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan
mengunci kamarnya lagi.
“Aku mami yang sadis…” ujar Mitha dalam hati.
Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap.
Dan karena kamar tidur Naya malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak
mau Naya harus tidur di kamar Mitha.
“Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini.”
sejenak, Naya mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio
set, lemari, rak buku dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna
pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli beberapa poster
idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping tempat tidur.
Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe pada
umumnya.
Naya kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya
terdapat beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama
teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat
tubuh putrinya mengenakan bikini, Naya benar-benar bersyukur karena
telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.
Perhatian Naya mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih
aktif karena lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada
dalam laptop Mitha, Naya segera membuka laptop itu.
Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi
tugas-tugas sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang
asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi laptop Mitha, Naya menyadari ada sebuah
folder yang sangat mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha
yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.
Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia
berkenalan dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan
segala macam coretan tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya
di dalam laptop.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika
dijilat. Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika
masuk mulut. Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria
yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan
“Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur
gambarnya.
Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung
itu. Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna,
blowjob, hingga photo penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut
Mitha.
“Ya ampun, sudah sejauh inikah hubungan mereka?” Tak tahan dengan
pikiran yang mendadak menghantui, Naya segera mematikan laptop putrinya
dan duduk di tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Naya
mencoba menenangkan diri.
Satu hal yang dipikirkan Naya semenjak ia melihat photo-photo catatan
Mitha. “Udin harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha. Ya,
itulah satu-satunya cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu
lagi.” batin Naya sembari menenggak seluruh jus orange sisa makan malam
itu hingga tak tersisa.
Mendadak, kepala Naya pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat berat.
***
Naya tiba-tiba terbangun dalam keremangan lampu kamar. Dia tidak tahu
berapa lama ia telah tertidur. Kepalanya masih terasa berat dan nafasnya
terengah-engah. Dengan paksa, Naya mencoba untuk membuka mata. Namun
sejauh ini, hanya kegelapan yang dapat ia tangkap dengan kedua mata
bulatnya.
“Kenapa dengan tubuhku?” tanya Naya dalam hati. Jantungnya berdetak
lebih cepat dari biasanya, nafasnya panas dan pendek, badannya terasa
hangat dan enteng.
“Apa aku terkena demam karena terlalu lama berendam?” tanya Naya lagi.
Naya merasa fantastis. Seluruh tubuhnya terasa begitu berbeda dari
biasanya. Kulitnya terasa begitu kencang, begitu sensitive, hingga ia
mampu merasakan semilir hembusan angin dari lubang hidung yang menerpa
tubuhnya. Payudaranya membesar dan mengeras dengan putting yang seolah
tak mau mengalah, ngilu dan bengkak.
Anehnya, dia tidak merasa lelah sama sekali. Setiap kali ia
menggeliatkan badan, gesekan antara kulit dan kain sprei menimbulkan
gelitikan aneh di sekujur tubuhnya yang membuatnya seketika merinding
nikmat.
“Ooouhh... sssshh… ada apa dengan diriku ini?” tanya Naya sambil terus
menggeliatkan tubuhnya, menggesek-gesekkan tubuh sintalnya dengan kain
sprei.
“Mas Loddy… Kamu kok lama sekali sih pulangnya?!” Naya tiba-tiba
mengigaukan kehadiran suaminya. Malam ini, ia benar-benar merasa kangen
dengan suami tercintanya. Hingga ia menyadari, ada sesosok manusia yang
berdiri di sudut kamar.
“Mas loddy, itu kamu ya?” tanya Naya. “Kamu pulang lebih cepat ya mas?
Sini, mas, mendekat. Adek kangen banget sama kamu, mas. Sini!” pinta
Naya sambil melambaikan tangannya pada sosok tersebut.
Sosok itupun mendekat dan duduk disamping tempat tidur. “Mas Loddy, kamu
kok diam saja, kamu nggak kangen ya sama istrimu yang kesepian ini?”
Dalam gelap, Naya langsung memeluk sosok lelaki yang ada disamping
tempat tidurnya itu dan menciuminya bertubi-tubi.
“Mas, kamu tahu nggak, mendadak adek pengen begituan. Kamu tau khan,
mas, sudah lebih dari 2 minggu adek tak kamu jamah, mas. Yuk, mas. Kamu
mau khan?”
Sosok itu mengangguk.
“Nah, gitu donk, mas. Ayo sekarang buka semua bajumu, mas. Adek udah
bener-bener nggak tahan lagi, mas, pengen buru-buru ngerasain sodokan
batang perkasamu.”
Perasaan kangen yang turut ditunjang dengan birahi yang mendadak muncul,
membuat Naya tak sanggup lagi menahan keinginan dirinya untuk
disetubuhi secepatnya. Naya tak peduli jika suaminya baru tiba, Naya tak
peduli akan rasa capai yang mungkin saja dialami suaminya, yang jelas,
malam itu dirinya harus mendapat kepuasan yang sudah beberapa hari ini
Naya inginkan.
Mengiyakan keinginan Naya, sosok itupun segera melucuti semua pakaian
yang menempel di tubuhnya. “Kamu tiduran aja ya, dek…” ujar sosok itu
dengan nada yang berat.
Sebuah tangan menyentuh kaki Naya dan naik ke lututnya. Sosok itu
berayun dan berlutut di antara kakinya, membungkuk dan memberikan ciuman
basah di lutut dan paha Naya.
Perlahan namun pasti, ciuman demi ciuman mulai bergerak naik ke arah
selangkangan Naya. Ciuman demi ciuman membawa gelijang geli pada paha
dan vagina. Membuat sekujur tubuhnya menjadi merinding.
“Ooohhh, mas… Stop, mas… Geli…“ desah Naya yang sepertinya kurang setuju akan perlakuan sosok suaminya itu. “Geli, mas…“
“Kamu suka?” tanya sosok itu singkat.
“Ho’oh… cuman adek heran, tumben kamu mau jilat-jilat kaki adek?“
“Kenapa?”
“Biasanya kamu khan ga pernah melakukan foreplay. Adek suka, mas…” desah
Naya yang merasa keenakan akan stimulus lidah sosok suaminya.
“Kali ini aku punya kejutan yang pasti akan membuatmu suka, dek…”
"Kejutan apa, mas? Kamu mau apa?”
Mendadak, sosok itu menghentikan jilatan lidah pada kaki Naya, dan
langsung berpindah naik ke atas. Mulai menjilat celah vagina Naya yang
sudah membanjir basah.
“Lendir kamu banyak sekali, dek…” ujar sosok suami Naya.
“Mas, kamu mau apa? Kamu tahu adek nggak suka dijilat di situ." Naya
mengingatkan suaminya, tapi entah kenapa tubuhnya seolah mengijinkan
lidah suaminya bermain disitu.
“Nikmatin aja, dek…”
"Yah, mungkin malam ini adek pengen nyobain sesuatu yang beda." suara
Naya meninggi ketika ciuman sosok suaminya itu jatuh di bibir vaginanya.
Lidah basah itu bekerja dengan cepat dan efisien. Membuat lendir
kenikmatannya membanjir dengan deras.
“Geli, mas… geli…” ujar Naya yang baru kali pertama merasakan oral seks.
Dan dengan kedua tangannya, Naya mencoba mendorong suaminya menjauh
dari vaginanya yang meranum merah. Namun, tubuh suaminya yang cukup
kurus itu terlalu kuat.
“Memek kamu wangi banget, dek…” puji sosok suami Naya yang semakin gencar menjilat dan menyerucup semua lendir vagina Naya.
“Bentar, mas... bentar… adek merasa geli sekali…” Naya menggoyangkan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan, mencoba menghindar dari jilatan buas
suaminya yang terasa begitu nikmat itu. Merasa tak tahan lagi akan
gelitik rasa geli pada vaginanya, Naya mencoba mendorong kepala
suaminya. Di sentuhnya pipi suaminya yang sekarang terasa kempes.
“Shhh… Kamu kurusan, mas…” komentar Naya setelah menyentuh wajah suaminya dalam gelap. “Ooouuggghhh… Enak, maaass…”
Mendengar Naya mulai menikmati jilatan lidah kasarnya, sosok suami Naya
pun semakin bersemangat lagi untuk mengoral vagina tak berbulu milik
istrinya itu.
Naya menyambut keberingasan suaminya dengan meminta kepala yang ada
diantara selangkangannya semakin aktif dalam menstimulus vagina dan
klitorisnya. Tangan Naya naik dari pipi ke rambut suaminya. Naya
mendapati rambut suaminya sudah panjang, dengan pony yang sepertinya
sudah menjuntai melebihi alis.
“Oooouuugghh... Tuhaaaan… enak sekali, mas…” jerit Naya sambil
mencengkeram kepala suaminya ketat supaya ia membenamkan lidahnya lebih
dalam.
Mendadak, salah satu tangan suaminya menggapai naik, ke arah payudara
Naya dan mulai meremas bongkahan dadanya dengan perlahan. Suaminya
meremas puting tegaknya, lalu dengan perlahan ibu jari dan jari telunjuk
mulai menyentil, memelintir dan menyentak putting Naya dengan gaya yang
berbeda. Jauh lebih kasar daripada biasanya.
Tiba-tiba, pinggul Naya menjadi tidak terkendali, dia akan orgasme.
“Mas… maaassss… adek mau dapet, mas… ooouugghhh…“ jerit Naya
menjadi-jadi ketika stimulus lidah kasar suaminya semakin beringas.
“Oooouugghhh… jilat memek adek terus, mas…”
Rupanya, apa yang pada awalnya Naya kurang begitu suka, sekarang ia
mulai menikmatinya. Terbukti dari jeritan dan desahan mulutnya yang
berkali-kali meminta sang suami supaya memberikannya orgasme secepat
mungkin.
“Maasssss… adek mau keluuuaaa…”
Namun mendadak, suami Naya itu menghentikan jilatan lidahnya. Berhenti
seketika dan menatap Naya yang tergolek lemah di depan wajahnya.
“Aaaaahhh… maaasss… kok berhenti…?” Dengan nafas yang masih
terengah-engah, sejenak, Naya merasa begitu sebal akan perlakuan
suaminya barusan. Coba suaminya itu meneruskan jilatan lidahnya, pasti
saat ini naya sudah menggelijang-gelijang keenakan karena orgasme oral
pertamanya. Orgasme yang sama sekali belum pernah ia dapatkan dari
daging yang bernama lidah.
“Yuk, mas… adek udah nggak tahan…” pinta Naya yang sudah tak mampu lagi menahan desakan gejolak birahinya.
Naya merasa begitu menginginkan hadirnya batang penis suaminya untuk
menggaruk kegatalan yang ada di dalam lubang vaginanya. Naya merasa,
inilah saatnya bercinta setelah beberapa minggu ditinggalkan suaminya
keluar kota.
“Mas… yuk, mas… sodok memek adek, mas… adek udah ga tahan lagi…” ujar
Naya sambil meminta badan suami yang masih berada di selangkangannya
untuk naek ke atas dan menindih tubuh langsingnya.
Tanpa membuang waktu lama, Naya menjulurkan tangannya kebawah dan
meraihselangkangan suaminya. Walau masih dalam kondisi kamar yang
remang, dengan sigap, Naya mampu menangkap batang panjang milik
suaminya. “Titit kamu keras sekali, mas… jauh lebih keras dari
biasanya…”
Ada perasaan bangga yang dirasa oleh Naya begitu ia menggenggam penis
panjang suaminya. Karena setelah lebih dari 15 tahun menikah, suaminya
masih menghargai keseksian dirinya dengan bisa ereksi sekeras ini. Bagi
Naya, kerasnya ereksi adalah salah satu penghargaan lelaki yang bisa
ditunjukkan kepada wanitanya.
Tapi, malam ini penis suaminya itu terasa begitu berbeda. Sangat jauh
berbeda. Naya merasa, batang panjang yang menggelantung di selangkangan
suaminya itu bukanlah daging penis seperti yang biasa ia rasakan selama
ini. Naya merasa daging itu lebih mirip pentungan kayu, sama sekali
bukan lipatan daging lembek seperti biasanya.
“Titit kamu beda, mas… rasanya kok panjang banget ya?“ tanya Naya
keheranan. Namun karena keinginan Naya untuk segera mendapatkan birahi
sudah terlalu tinggi. Ia sama sekali tak mempedulikan keanehan batang
suaminya itu, dan dengan sigap Naya menarik batang penis suaminya itu
mendekat ke arah celah vaginanya yang sudah membanjir basah oleh cairan
pelumas.
Malam itu Naya benar-benar sudah terlalu bernafsu. Ia seolah sangat
menginginkan untuk dapat merasakan kenikmatan persetubuhan. Ia ingin
segera dapat merasakan gelinjang orgasme.
“Pokoknya aku harus puas malam ini…” desah Naya pada sosok suaminya itu.
“Iya, dek… kamu bakal mendapatkan semuanya itu malam ini.”
"Buruan, mas… Setubuhi istrimu ini." semburnya keluar. “Adek pengen
ngentot, mas… Entotin adek sekarang." Naya mendadak heran, tak pernah
dalam sejarah kamus hidupnya ia menggunakan pemilihan kata kasar ketika
bercinta. Ia selalu berkata “ Tusuk atau sodok”. Ia tak pernah menyebut
kata "Entot"
Dan itu kata jorok pertamanya ketika lebih dari 15 tahun bercinta
Naya membuka kedua pahanya lebar-lebar, seolah mempersilakan batang
panjang suaminya untuk dapat segera berkunjung ke rahimnya. “Titit kamu
besar banget, mas…” puji Naya berkali-kali kepada suaminya itu. “Adek
pasti puas malam ini…”
Walau sedang dalam kondisi birahi tinggi, Naya sekilas berpikir akan
perubahan penis suaminya saat ini. Penis itu tumbuh menjadi begitu besar
dan panjang. Bahkan tumbuh terlalu besar. Karena ketika kepala penis
itu mulai mendobrak pertahanan celah kewanitaannya, timbul rasa sakit
yang tak pernah Naya rasakan selama ini.
“Pelan-pelan, mas… sakit banget…” desah Naya sambil mencoba merasakan enaknya persetubuhan itu.
Namun, entah karena sudah terlanjur merasakan enak, atau karena
sama-sama tak sabar untuk merasakan nikmatnya persetubuhan, sosok itu
sama sekali tak menggubris permintaan Naya, karena yang terjadi, suami
Naya itu terus mendorong batang panjangnya untuk masuk kedalam celah
sempit yang sudah membanjir basah itu.
Secara berkala, sodokan demi sodokan mulai membuka celah kenikmatan
Naya. Menghantar gelombang geli, sakit dan nikmat yang tak terucap.
Hingga mau tak mau Naya harus membuka membuka kakinya lebar-lebar guna
mengakomodasi besarnya batang penis yang ada diantara pahanya.
“Penis Loddy tampaknya telah tumbuh begitu besar hingga saat ini, vaginaku terasa begitu penuh…” batin Naya.
Naya merasa, jika ujung penis suaminya terasa seperti bola golf yang
sangat besar dan keras. Walaupun saat itu Naya sudah membuka paha dan
vaginanya lebar-lebar, tetap saja, malam itu, ia merasa seperti perawan
yang sama sekali belum pernah bercinta sedikitpun.
Sakit, perih dan tersiksa.
Semua terasa sama sekali tak proporsional. Karena malam itu, yang Naya
rasakan bukanlah rasa nikmat seperti persetubuhan yang biasa mereka
rasakan . Melainkan lebih mirip seperti sakitnya vagina ketika
melahirkan.
Dan dari rasa sakit ini, mendadak Naya sadar, benar-benar sadar, jika penis suaminya ini begitu besar, malah terlalu besar.
“Apakah sekarang Lody menggunakan Viagra?” pikir Naya. Karena hanya itulah satu-satunya pemikiran yang muncul di otak Naya.
Kembali, rasa dan keinginan untuk dapat segera merasakan kenikmatan
orgasme melanda pikiran Naya. Sehingga, guna mencapai itu semua, mau tak
mau Naya harus mengesampingkan rasa sakit yang teramat sangat di
vaginanya itu.
Sejenak Naya mencoba memejamkan mata, berkonsentrasi penuh untuk
menghilangkan rasa sakit dan mencoba focus kepada kenikmatan sodokan
batang panjang suaminya.
“Kesempatan nikmat seperti ini tak boleh aku sia-siakan…” batin Naya
sembari terus mengakomodasi batang panjang suaminya yang sudah banyak
terbenam di vaginanya. “Terlebih dengan segala macam kesibukan pekerjaan
Loddy yang semakin tinggi… Aku harus puas… aku harus puas…”
“Nggak tiap hari aku bisa merasakan kenikmatan bersetubuh…” pikir Naya
lagi. “Terlebih dengan adanya Mitha yang sekarang sudah semakin dewasa…
Tak bisa lagi setiap saat, aku dan Loddy bebas bercinta.”
Pikiran Naya untuk beberapa saat kembali pada Mitha, putri semata
wayangnya yang sekarang sedang menjalani hukuman kurung di kamarnya,
mitha yang semakin susah diatur, semakin bandel, dan sedang kasmaran
dengan ojek kampong.
“Aku harus segera membicarakan masalah ini dengan Loddy besok… yang
jelas, sekarang aku harus puas terlebih dahulu. Tapi…” tiba-tiba, Naya
segera tersadar. Naya dan Mitha khan baru saja bertukar tempat tidur.
Yang ada di kamar tidur Naya adalah Mitha, dan yang sedang berada di
kamar Mitha adalah Naya.
“Mas, kok kamu tahu adek tidur disini?” tanya Naya sedikit heran.
Alih-alih menjawab pertanyaan Naya, Loddy semakin memperdalam sodokan
penisnya.
“Aaahhhsss… Maaas… Kok kamu bisa tahu adek ada disini? “ tanya Naya sambil keenakan.
Heran, bingung, sekaligus penasaran. Berjuta pertanyaan tiba-tiba timbul
dalam pikiran Naya. Bagaimana suaminya bisa tahu jika dia malam ini
tidur di kamar putrinya?
"Ini aneh sekali, mas… benar-benar aneh.“ gumam Naya. "Terlebih, titit
kamu. Tidak seperti biasanya. Titit kamu terlalu besar, mas…"
“Ya beda lah…” ujar sosok lelaki yang masih menindih tubuh langsing Naya
dan menyodok-nyodokkan sekujur batang penis panjangnya ke dalam celah
kenikmatan Naya yang membanjir basah.
”Karena aku bukan suami tante…!!!”
DEG…!!!
Mendengar perkataan sosok yang sedang menyetubuhinya itu, jantung Naya
seolah berhenti berdetak. Sekilas, dari suara dan cara bicaranya, Naya
tahu siapa sosok yang sedang bercinta dengannya. Sekilas, dari postur
tubuh, potongan rambut dan aroma tubuhnya, mia mengenali siapa sosok
yang saat ini sedang menyetubuhinya. Dan sekilas, dari ukuran batang
penisnya yang jauh dari normal, Naya yakin jika sosok yang sedang
memberikan kenikmatan duaniawi ini adalah...
Udin!!!
"Tante bakal suka kontol panjang saya… tante bakal merasakan bagaimana
kontol besar ini akan memuasin memek gatel tante…” suara mesum itu
kembali terdengar dengan jelas. Suara yang beberapa saat lalu sangat ia
benci. Suara yang beberapa saat lalu sangat hina ditelinganya. Suara
yang jelas-jelas bukan milik suaminya.
“Udin?” tanya Naya dengan nada benar-benar panik. Sebelum ia menutuptangannya ke mulutnya.
"Iya, tante… saya Udin… pacar Mitha…”
Astaga, ternyata sosok yang saat ini sedang menyetubuhi dirinya bukahlah
Lody, suami Naya. Sosok itu adalah Udin, si ojek kampung pacar Mitha,
anak semata wayangnya.
Tak pernah sekalipun Naya membayangkan akan terjadinya situasi seperti
ini. Naya tahu sekali akan Loddy suaminya yang sangatlah pencemburu.
Senyum sedikit ke lelaki lain saja, bisa membuat Lody menjadi
uring-uringan, apalagi sampai melakukan perselingkuhan. Naya tak bisa
membayangkan betapa murkanya Loddy jika dia sampai tahu wanita yang ia
nikahi, saat ini sedang bersetubuh dengan orang lain.
“Bangsat lo, Din… cepet cabut tititmu… Cabut…!!!” Dengan segenap tenaga,
Naya berusaha mendorong tubuh Udin. Namun sekuat-kuatnya tangan ramping
Naya, ia seolah mendorong tembok. Tubuh kurus Udin sama sekali tak
bergerak, sedikitpun.
"Tante… Memekmu seperti memek perawan, peret banget…" kata Udin.
“Bangsat lo, Din… Bangsat… CABUUUTT…!!!” Tak kehabisan akal, Naya mulai
memukul-mukulkan genggaman tangannya ke wajah tukang ojek itu.
Tapi, Udin yang sudah merasa berada diatas angin, segera menangkap kedua
pergelangan tangan Naya dan langsung melentangkannya jauh-jauh kearah
samping, sehingga Naya yang dalam posisi tak berdaya, lebih terlihat
seperti orang yang pasrah daripada orang yang meronta-ronta.
“Bangsat lo, Din… Cabut titit lo, Din… Cabut…!!!”
Melihat Naya yang masih mencoba meronta, Udin tak kehabisan akal. Mulut
dengan bibir tebalnya langsung ia majukan kedepan, menyeruput putting
kiri Naya yang tegang kemerahan.
Melihat posisi yang sangat tak menguntungkan ini, “Ooouuugghhhh… Sshhh… “
mau tak mau Naya hanya bisa melengguh. “Ouuhhhggg… Bangghsaaat lo,
Diinn…” ujar Naya yang seolah mencoba merasakan gelijang kenikmatan pada
puting payudaranya. Sejenak rontaan tangannya mereda, dan tubuhnya
melemas.
Melihat Naya yang sudah takluk akan jilatan dan kenyotan bibirnya, Udin
tak langsung mendiamkan wanita jajahannya begitu saja. Dengan gerakan
perlahan, Udin yang merasa jika sekujur batang penisnya sudah sepenuhnya
masuk ke dalam vagina Naya, mulai menggerakkan batang panjangnya mundur
“Bener nih tante ga mau ngentot ama Udin?” tanya tukang ojek itu dengan
nada menggoda sambil mulai menggerak-gerakkan batang penis yang sudah
menancap dalam di vagina Naya.
Mendengar suara cabul Udin, Naya yang semula terlena seolah kembali
tersadar. “Bangsat lo, Din… CABUT BANGSAT… CABUT…!!!” Naya meronta lagi
sejadi-jadinya.
Udin yang masih merasa diatas angin kembali menggoda keimanan vagina
Naya. Dengan tak mengurangi gerakan-gerakan menyodok pelannya, ia terus
menggoda liang kenikmatan Naya dengan batang penis raksasanya. Udin
tahu, jika walau Naya berkata bahwa ia sama sekali tak menginginkan
persetubuhan yang terlarang ini, vagina Naya berkata hal yang berbeda.
Vagina Naya sudah sangat becek dan merekah merah. Lendir yang keluar
dari akibat persetubuhan batang dan celah kenikmatan ibu satu anak ini
pun tak dapat berbohong. Merembes, banjir keluar dengan derasnya dan
mulai berubah menjadi busa-busa putih.
“Bener nih tante ga mau Udin entotin?” goda Udin.
“Cabut, Din… Cabuuuuuttt…!!!” Ujar Naya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya udah kalo tante nggak mau… Udin bakal cabut kontol ini.” ujar Udin
santai. Dibenamkannya batang panjang miliknya itu untuk terakhir
kalinya, sebelum ia benar-benar mencabut keluar secara perlahan.
“Ouuuhhhh…” erang Naya ketika merasakan penis besar Udin itu terbenam
seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya dan menyentuh dinding terdalam
dari vaginanya. “Titit Ojek kampung ini benar-benar enak… Titit ini
mampu menggelitik vagina terdalamku… Beda sekali dengan titit mas Loddy…
Benar-benar beda…” galau batin Naya. Matanya terpejam, dan bibir
bawahnya tergigit.
Tiba-tiba, timbul perasaan galau dari dalam pikiran Naya ketika Udin
mulai mencabut batang panjang penisnya. Naya merasakan sensasi yang
aneh. Naya merasa begitu kosong. Naya merasa, seperti ada kesedihan yang
mendalam seiring tercabutnya penis panjang Udin dari vaginanya.
Depresi di wajah cantik Naya terlihat begitu besar, dan entah apa yang
ada dipikiran Naya saat itu sehingga pada akhirnya, kaki Naya mendadak
merangkul pinggang Udin, menahan gerakan mundurnya dan meminta untuk
maju kembali.
“Kok kaki tante nahan pantat Udin? Tadi bilangnya suruh nyabut…”
Galau, bingung, benci, dan pingin. Semua perasaan itu bercampur menjadi
satu. Memang sih, penis Loddy tak sebesar penis Udin. Penis Loddy juga
tak sepanjang penis Udin. Dan yang paling nyata, penis Loddy tak seenak
penis Udin.
Setetes air mata meleleh dari sudut matanya. Membayangkan kenikmatan
dosa yang sedang ia lakukan. Naya harus segera memutuskan. Persetubuhan
ini adalah salah. Benar-benar salah. Naya adalah wanita yang terhormat,
walau ia tak menjabat apapun, namun di mata tetangga dan lingkungannya,
derajat Naya cukup tinggi. Cukup disegani.
Disatu sisi, Naya sangat menginginkan persetubuhan ini, Naya sangat haus
akan sensasi orgasme yang sudah lama tak ia rasakan dari penis Loddy,
suaminya, dan entah kenapa, Naya mulai menikmati debaran aneh yang
menggelora dalam dadanya dan vaginanya.
Namun, kembali naya bimbang, tak peduli berpedoman pada alasan apapun,
namanya selingkuh adalah hal yang sangat salah. Naya harus memutuskan
sesuatu. Harus…
“Entot aku, Din…” desah Naya dengan bibir yang masih tergigit.
“Hah! Udin ga salah denger nih, Tan?” tanya Udin.
“Gila! Kamu gila, Naya… kamu bakal bercinta dengan orang yang sama
sekali bukan suamimu.” pikiran sehat Naya mencoba menyadarkannya. “Dia
hanyalah tukang ojek…”
Tapi, benar kata pepatah “Nafsu mampu merubah segalanya…”
“Iya… Entot aku, Din… Entot aku dengan kasar…” pinta Naya dengan kalimat
kotor. Pada akhirnya, Naya tak bisa lagi menghiraukan akan segala macam
norma ada yang berlaku. Saat ini, hanya satu hal yang benar-benar ia
inginkan. Mendapat kepuasan dengan maksimal.
Kembali, Naya menggerak-gerakkan kakinya yang masih melingkar di
pinggang Udin. Kaki jenjang itu seolah meminta pinggang Udin untuk
kembali maju, menabrakkan batang panjang penisnya ke liang senggamanya
yang terdalam.
“Entotin aku, Diiinnnn… Entotin aku…” Naya berkata tanpa berpikir.
Pikirannya seolah tertutup oleh kenikmatan dari penis besar Udin. Penis
yang terasa seolah selalu bergetar di setiap saraf vaginanya. Vagina
gatal yang selalu haus akan gelitikan urat-urat penis ojek kampung
ketika meluncur keluar masuk.
Naya merasa penis Udin mampu menyentuh daerah terjauh vaginanya. Penis
itu seolah menggapai dan menggaruk hingga sangat dalam, menekan rahimnya
dengan keras setiap kali ia sodok.
“Tante bakal puas… Tante ga bakal kecewa… dan tante bakal menginginkan
kontol Udin untuk selalu dapat memuaskan tante…” Tanpa mengambil
ancang-ancang, Udin segera menghajar liang senggama milik ibu kekasihnya
itu. Menghajar dengan sekuat tenaga, menusukkan dalam-dalam penis
berukuran ekstranya.
Tanpa rasa ampun.
“CPAK… CPAK… CPAK… CPAK… CPAK…” suara tumbukan penis dan vagina basah
terdengar begitu keras di tengah suasana malam yang gelap ini.
“Ooouuhhh… Memekmu benar-bener enak, Tan… Jauh lebih enak dari memek
pelacur di kampung sebelah…” desah Udin yang semakin mempercepat sodokan
di vagina Naya.
“Kurang ajar, vagina terawat milikku dibandingkan dengan vagina pelacur murahan.” batin Naya.
“Sumpah… Enak banget, Tantekuuu… sepertinya Udin bakal cepet keluar nih,
Tan, kalo peretnya memek tante kayak gini…” Merasakan kenikmatan
jepitan vagina ibu satu anak ini, Udin seolah kesetanan. Matanya merem
melek, dan mulutnya terus melumat kedua putting payudara Naya. Seolah
tak mau kalah, Naya pun merasakan hal yang serupa. Gatal di vaginanya
seolah terobati oleh sodokan-sodokan kasar ojek kampung yang semula tak
ia sukai itu.
Saat ini, Naya sama sekali tak merasakan adanya perasaan jijik
sedikitpun ke Udin. Tak ada perasaan marah, ataupun benci. Dan anehnya,
vaginanya yang beberapa saat tadi terasa begitu perih menyakitkan,
akibat sodokan penis panjang Udin, saat ini tak terasa menyiksa lagi.
Malah, penis besar, hitam, dan menyeramkan itu, sekarang terasa begitu
enak.
“Tante, Udin mau keluar…” ujar ojek kampung itu tiba-tiba.
“Ooouuhh… Kamu pake kondom khan, Din?” tanya Naya keenakan.
"Enggak. Udin kalo ngentot ga pernah pake kondom."
“Sialan…” jerit Naya.
"Tapi tenang saja, Tan… Tante ga bakalan hamil ketika pertama kali
bercinta dengan orang baru... terlebih jika tante merasa keenakan." kata
Udin dengan muka serius.
“Pemikiran bodoh, aneh dan menyesatkan darimana itu?” tanya Naya.
“Dari teman-teman Udin lah, Tan.” jawab Udin lagi.
"Cabut tititmu ketika kamu keluar... Jangan keluarin spermamu di dalam memekku…" pinta Naya.
Seperti sepasang pedagang dan pembeli yang sedang dalam proses
negosiasi, Naya dan Udin pun tawar menawar sembari saling merasakan
kenikmatan persetubuhan yang mereka lakukan.
“Yah… kalo ga boleh di dalem, trus dikeluarin dimana donk?”
“Di kamar mandi aja.”
"Nggak mau ah… Kalo Udin ga boleh keluarin peju di memek Tante, Udin mau
Tante sepongin kontol Udin, trus pas Udin mau keluar, Tante telan peju
Udin...”
“Nggak mau…”
“Ya udah… Kalo gitu Udin tetep keluarin peju Udin di memek Tante…" ujar
Udin sambil terus menyodok-nyodokkan penis panjangnya ke Naya.
Seumur-umur, Naya belum pernah melakukan oral seks. Apalagi sampai menelan sperma lawan mainnya.
"Ternyata… Tante ga sehebat Mitha!" Ujar Udin tiba-tiba sambil menghentikan gerakan sodok-menyodoknya.
“Kenapa dengan Mitha?”
“Ya udah deh… Gapapa… Kali ini Udin keluarin peju di kamar mandi… Besok pagi aja Udin minta Mitha buat nyepongin kontol Udin…”
DEG…!!! Kembali, detak jantung Naya seolah berhenti berdetak setelah mendengar kata-kata Udin barusan.
Tukang ojek ini bakal meminta putri satu-satunya buat mengoral penisnya
jika Naya tak mau mengabulkan permintaannya. Dan seolah tahu akan
kelemahan utama Naya, Udin menyengir lebar.
“Besok kamu minta Mitha nyepongin kontolmu, Din?” tanya Naya bingung.
“Iya… abisnya Tante ga mau nyepongin kontol Udin…” jawab Udin enteng.
“Kalo tante sepongin kontolmu… kamu ga bakal minta ama Mitha lagi khan, Din?”
“Iya. Kalo tante selalu muasin kontol Udin… Udin ga bakal minta Mitha lagi.”
Naya tak bisa berpikir jernih jika sudah disangkut pautkan dengan putri
kesayangannya. Seolah kehilangan kesadaran, akhirnya Naya menyetujui
permintaan aneh Udin.
“Jadi gimana, tan? Tante bakal sepongin kontol Udin khannn?” tanya Udin yang seolah sudah tahu jawabannya.
"I-iya, Din…” jawab Naya terpaksa.
“Mulut tante bakal nerima pejuh Udin?”
“Iya…”
“Tante bakal bakal telen pejuh Udin?”
“…” tak menjawab pertanyaan terakhir Udin, Naya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Gila Naya… Kamu sudah benar-benar gila…!” Selama ini, membayangkan air
mani saja sudah membuat Naya merasa mual, apalagi menelan sperma. Itu
hal yang sangat menjijikkan, tapi, setelah dipikir-pikir, hal itu jauh
lebih baik daripada kemudian ia mendapati dirinya hamil karena benih
tukang ojek.
“Okelah kalo begitu… sekarang Tante bakal merasakan gimana nikmatnya
kontol Udin…” Merasa senang karena permintaaannya dikabulkan Naya, Udin
kembali mengambil ancang-ancang. Membetulkan posisi paha Naya dan
meletakkan betis kaki jenjang Naya pada pundaknya. Kali ini Udin bakal
melancarkan sodokan-sodokan brutalnya dengan cara yang lebih brutal.
Naya yang sudah pasrah, mendadak merasakan kenikmatan dari hal yang
dinamakan persetubuhan. Rasa nikmat yang sudah lama tak ia rasakan. Rasa
nikmat yang sudah lama tak ia peroleh dari suaminya.
“Sssshh… Oooouuggghhh… Diiinnn… Sssshhhh…” desah Naya.
Naya tak lagi banyak berbicara. Ia hanya mendengus dan mengerang. Naya
mulai menyerah pada kenikmatan dan kedatangan gelombang orgasme dari
batang panjang tukang ojek yang dulu ia benci. Ibu 34 tahun ini terlihat
begitu menikmati permainan cintanya yang ia lakukan dengan batang
panjang milik pacar putrinya.
Naya mulai menancapkan kuku jemarinya dan melenguh begitu keras setiap
kali Udin menyodorkan penisnya secara brutal dan tak menentu. Naya di
ambang orgasmenya lagi. Namun kali ini gelombang orgasme yang akan
datang, jauh lebih besar dari gelombang orgasme beberapa saat lalu.
Kakinya secara otomatis dia dirangkulkan ke pinggang Udin. Meminta-minta
supaya Udin membenamkan dengan ganas semua batang panjang itu kedalam
kemaluannya. Hingga pada akhirnya…
“Ooooouuuuggggghhh… Dddiiiinnnnnn…” teriak Naya sembari mencakar
punggung hitam Udin. Orgasmenya pecah. Orgasme yang sudah lama ia
nantikan akhirnya dapat ia rasakan juga. Orgasme besar yang baru kali
ini ia rasakan. Orgasme yang ia peroleh bukan dari suami yang ia cintai.
“Udin juga keluar, Tanteee…” teriak Udin sambil mencengkeram keras buah dada Naya. “Kita keluar bareng-bareng…”
“Ooooouuuggghhh…“ tubuh Naya tiba-tiba mengejang. Punggungnya membusur
ke belakang, kepalanya mendongak keatas dan bola matanya memutih
terbalik. Naya merasa tubuhnya begitu hidup. Karena kedutan orgasme yang
menyerang sekujur organ kewanitaannya begitu hebat.
“Ssshh… Tantee… Ennaaaakkk baaanngeeettt… Ooouuuggghhhtt…” teriak Udin
begitu batang penis panjangnya memuntahkan lahar kenikmatan.
Kaget mendengar teriakan Udin, Naya buru-buru sadar. "Oh tidak," ujarnya tergagap. "Tarik keluar, Din…"
Walau mendengar permintaan Naya, namun Udin sepertinya sudah tenggelam
dalam kenikmatan yang ia terima dari vagina Naya. Alih-alih mencabut
penis dari vagina, ia malah tersungkur jatuh ke depan. Menimpa tubuh
sintal Naya.
Telat. Penis Udin memuncratkan tujuh gumpalan panas ke dalam vagina
Naya. Tujuh gumpalan sperma yang langsung memenuhi rongga rahimnya.
Tujuh gumpalan sperma yang bakal membuat Naya hamil.
Tapi entah apa yang ada di pikiran Naya saat itu. Karena walau baru saja
menerima semua sperma tukang ojek kampung itu, Naya hanya bisa terdiam
sambil sedikit tersenyum.
“Panas sekali sperma tukang ojek ini…” batin Naya.
Untuk beberapa saat, kedua insan ini menghentikan segala aktifitasnya.
Mereka saling tindih dengan nafas yang putus-putus. Naya yang merasa
bahagia akan efek euforia orgasme hanya bisa tersenyum mendengar
gombalan tukang ojek ini.
Orgasme kali ini benar-benar terasa begitu dahsyat, bahkan walau sudah 5
menit orgasme, vaginanya masih terasa berdenyut hebat. Vaginanya masih
terasa kesemutan.
“Tante… kalo Udin mau ngentotin lagi… Tante masih kuat?” bisik Udin sambil mengecupi pipi ibu satu anak ini.
“Emangnya titit kamu masih bisa bangun lagi, Din?” tanya Naya heran.
“Kontol tante… Bukan titit… titit mah punya anak kecil… kalo punya Udin namanya kontol.” koreksi Udin.
“Eh, iya… kontol…” ujar Naya langsung mengoreksi kalimatnya.
Udin hanya tersenyum melihat ibu kekasihnya ini pasrah menerima semua
perlakuannya. “Bisa donkm tante…” jawab Udin enteng sambil mulai
menggerak-gerakkan batang penis panjangnya yang masih menancap erat di
vagina Naya.
Naya langsung merintih lirih begitu merasakan penis lembek Udin yang mulai bergerak keluar masuk lagi.
“Gimana rasanya kontol Udin, Tan…? Enak nggak?” tanya Udin sembari terus menggerak-gerakkan penisnya maju mundur.
Naya mengangguk.
Merasa reaksi Naya kurang menggemaskan, Udin kembali bertanya. “Gimana, Tan? Jawab donk, gimana rasanya?”
“Enak, Din… Enak…”
“Yakin bener-bener enak…?” goda Udin lagi.
“Iya, Din… Bener-bener enak…”
“Enak mana ama kontol suami tante?”
DEG...!!!
Tiba-tiba Naya kembali teringat akan suaminya yang saat ini sedang tak
ada di rumah. Suami tercinta yang saat ini sedang Naya dustai. Suami
setia yang yang saat ini sedang Naya selingkuhi.
“HAP…!!!” Udin tiba-tiba sambil mencaplok payudara bulat Naya.
“Ooouugghh…” seolah terkaget akan perselingkuhan yang belum terselesaikan ini. Naya segera tersadar.
“Enak mana, Tan?” tanya Udin lagi sambil memilin-milin putting payudara
Naya yang bebas. “Enak kontol Udin atau enak kontol suami tante…?”
Perlahan namun pasti, birahi Naya yang baru saja terpuaskan oleh
persetubuhannya dengan tukang ojek ini meninggi, seiring jilatan lidah
kasar Udin di payudara Naya. Perlahan namun pasti, vagina yang masih
saja berkedut dahsyat karena orgasme, mulai melelehkan lendir
kewanitaanya karena goyangan penis lembek udin yang keluar masuk.
Perlahan namun pasti, Naya mulai menikmati perselingkuhan kilatnya ini.
Dan perlahan namun pasti, sensasi nikmat penis Loddy, tergantikan oleh
batang panjang menyeramkan milik Udin. Hingga pada akhirnya, air mata
Naya menetes ketika menjawab pertanyaan Udin barusan.
“Kontolmu, Din…” jawab Naya sambil menatap tajam sosok pria yang sedang menyetubuhinya itu.
“Kenapa, Tan…? Udin nggak denger…”
“ENAKAN KONTOLMU, DIN…!!!”
“Hehehehe… makasih ya, Tan… memek tante juga enak banget…”
“Maafkan adek, mas…“ batin Naya. “Adek tak bisa menjaga kesucian
pernikahan ini. Adek tak tahu harus melakukan apa guna mencegah
perselingkuhan nikmat ini…”
Naya tahu, jika apa yang ia lakukan malam ini adalah sebuah kesalahan.
Naya juga tahu jika tak sepantasnya ia bercinta dengan pacar putrinya.
Namun satu hal yang tak bisa Naya pungkiri.
Persetubuhan yang baru mereka lakukan belasan menit dengan tukang ojek
ini, jauh lebih nikmat daripada persetubuhan yang ia lakukan belasan
tahun dengan suami tercintanya.
“Tante, coba deh tante sepongin kontol Udin…” mendadak, tukang ojek yang
sedang menggerakkan pinggangnya maju mundur, mencabut batang penis
panjangnya dan menyodorkan pada mulut Naya.
“ASTAGA. BESAR SEKALI, DIN…” bisik Naya histeris sambil menutup
mulutnya. Naya tahu jika Udin memiliki penis yang sangat besar, namun
Naya tak tahu jika penisnya sebesar itu.
Selama ini, yang Naya tahu tentang penis udin hanyalah dari photo-photo
yang ada di laptop Mitha. Namun hal itu sangatlah berbeda, karena
setelah mengetahui bagaimana kondisi batang kelamin yang menjuntai
panjang dari selangkangan tukang ojek langganannya itu, Naya baru sadar,
jika penis Udin yang sebenarnya jauh lebih besar daripada photo yang
ada di laptop putrinya.
Penis udin yang walau belum ereksi sepenuhnya, sudah membengkak sebesar
pergelangan tangan Naya. Penis itu terlihat begitu menyeramkan dengan
ditambah oleh urat-urat hitam yang tumbuh di sekujur batang penisnya.
“GILA! Ternyata aku baru saja disetubuhi oleh botol air mineral…” ujar
Naya dalam hati. “Pantesan, penis ini tadi terasa begitu menyakitkan…”
Jemari lentik Naya perlahan mulai menyentuh batang penis Udin yang
menggelantung lemas. Dengan seksama, Naya memeriksa batang raksasa milik
pacar putrinya.
“Tititmu kok bisa besar sekali sih, Din? Mana Hitam sekali…” tanya Naya
sambil berulang kali membalik-balik batang hitam yang berlumuran lendir
vaginanya itu.
“Kontol, tante… Kontol… bukan titit.” koreksi Udin lagi.
“Eh, iya… Kontol…”
“Gak tahu, Tan… dari lahir kontol Udin emang udah seperti ini…”
Iseng, Naya tiba-tiba ingin mengurut batang penis panjang yang ada di
hadapannya. Dan begitu diurut, dari lubang kepala penis Udin, ternyata
masih ada beberapa tetes sperma yang muncrat. Mengenai mulut serta
hidung Naya.
“Hahahahahaha…” melihat Naya terkaget-kaget, mendadak Udin tertawa.
“Masih ada aja, Din, pejuhmu…”
“Iya donk… Udiiinnn…” bangga ojek kampung sialan itu.
Wajar memang jika Udin berbangga ria akan kehebatan batang kejantanannya
itu. Karena walau Naya tak pernah tidur dengan lelaki lain, seorang
pria akan merasa begitu hebat jika ada wanita yang memuji kemampuannya
di atas ranjang.
Mendengar Udin yang masih berbangga ria, entah mendapat semangat dan
dorongan darimana, Naya mendadak merasa ingin mengetahui sebatas apa
kemampuan dirinya dalam memuaskan lelaki.
“Din, boleh nggak…?” tanya Naya malu-malu.
“Pengen apa ya, Tan?”
“Hmm, Tante pengen…”
“Pengen apa, Tantekuuu…?”
“Tante pengen sepongin kontol panjangmu…”
“Hahahaha… idih, tante… kok sekarang kamu nakal sih…?”
Sekarang, Naya, ibu satu anak ini merasa seperti kembali ke masa
beberapa tahun silam. Masa dimana dia dan suaminya sedang akan melakukan
malam pertama. Masa pacaran ketika pernikahan baru saja akan dimulai.
Masa dimana seks terasa serba malu-malu. Namun bedanya, di hadapan naya
bukanlah Loddy suaminya. Melainkan Udin, ojek kampung yang beberapa saat
lalu sangat ia benci.
“Boleh ya, Udin sayaaannggg?”
“Bentar-bentar… kamu mamanya Mitha khan? Bukan pelacur kampung sebelah?”
ujar Udin sambil menjauhkan pinggangnya dari mulut Naya. Sengaja
mencegah Naya ketika ingin melahap kepala penisnya.
“Kamprett!! Lagi-lagi Udin sialan ini membandingkanku dengan pelacur
murahan…” sengit Naya dalam hati. “Namun masa bodoh-lah… yang jelas, aku
pengen ngerasain kenikmatan orgasme lagi…”
“Iya, aku Naya, mamanya Mitha…” ujar Naya singkat
“Yakin… kamu tante Naya? ”
“Iya, emangnya kenapa?”
“Abisan…. Kok sekarang tingkah lakunya mirip pelacur?”
“Aku bukan pelacur… aku mamanya Mitha…”
"Ah, kamu bukan mamanya Mitha… kamu pasti pelacur…” canda Udin lagi
sambil kembali menjauhkan batang penisnya dari mulut Naya. “Soalnya
cuman pelacur yang mau nyepongin kontolku…”
“Udiinnn… siniin…”
“Ngaku dulu donk... kamu pelacur apa bukan…? Kalo kamu bukan pelacur, kamu ga boleh nyepong kontolku…” goda Udin lagi.
"Iyaaaa… Aku pelacur… aku bukan mamanya Mitha…" kata Naya. ”Sekarang...
kesiniin kontolmu…” tambah Naya sebelum akhirnya menerkam panjang Udin
ke dalam mulutnya.
Lidah Naya segera berlari kesana-kemari, menjilati batang penis ojek
kampung itu hingga benar-benar bersih dari lumuran sperma dan lendir
vaginanya. Melumati kepala penis pacar putrinya sambil sesekali menyedot
lubang kencing itu kuat-kuat hingga tak tersisa setetes sperma sedikit
pun.
Ini adalah seks oral pertama yang pernah ia lakukan. Bagi Naya, seks
oral adalah persetubuhan yang jorok, kotor dan penuh kenajisan. Sudah
berulangkali Loddy mengajak Naya untuk melakukan seks oral, tapi Naya
tak pernah sekalipun mengabulkan ajakan suami tercintanya.
Namun anehnya, malam ini Naya begitu antusias untuk mencoba melakukan
oral seks yang tak pernah ia sukai dengan orang yang sebelumnya ia
benci. Naya melakukan oral seks dengan Udin, ojek kampung bau yang
memiliki batang penis ekstra besar.
"Tante tuh salah satu pelacurku..." ujar Udin sambil kembali memaju
mundurkan kepala Naya ke arah Batang penisnya. "Tante, aku mau ngentotin
tante lagi..." ucap Udin singkat sambil mencabut penisnya yang sudah
kembali tegang dan memukul-mukulkannya ke mulut Naya. “Tante, emangnya
tante selalu sebinal ini?” tanya Udin.
“Enggak… Tante tak pernah seperti ini… Sebenarnya tante malu, tapi masa bodoh…”
“Ya udah… kalo gitu sekarang tante telentang…” ucap Udin sambil mencabut batang penis panjangnya dari mulut Naya.
“Bentaran, Din… aku belum puas ngenyot-kenyot kontolmu…
kesini-iiiiiinnnn…” pinta Naya binal sambil menggapai-gapai ke arah
Udin.
Udin sama sekali tak menggubris permintaan Naya. Ia segera menuju kearah
tubuh bawah Naya. Dengan tegasm Udin meminta Naya untuk membalikkan
tubuhnya yang semula telentang menjadi tengkurap. Dan dengan cekatan,
Udin mengangkat pinggang Naya guna memposisikan Naya supaya nungging.
“Aku mau DOGGY, Tan…” ujar Udin santai sambil mulai menepuk-tepukkan
batang hitam kemerahan yang ada di pangkal selangkangannya dengan
bersemangat.
“PEK… PEK… PEK…!” suara yang dihasilkan dari tumbukan batang penis Udin dan vagina basah Naya.
“Basah bener memek kamu, Tante… Udah sange banget ya?”
“Hhhmmm… Ho’oh…”
“Kontolku ini akan memuaskan dirimu lagi malam ini…” Perlahan-lahan,
Udin mendorong kepala penis hitamnya masuk ke dalam celah kenikmatan
Naya.
“Pelan-pelan, Din… sakit…” rintih Naya manja.
“Tenang, Tante… Tahan dikit… Ntar pasti enak lagi…”
“Oooouuuhhh… Pelan-pelan, Diiiinnnn… STOP! Oughhh… Stop… Memekku terasa begitu penuh…”
“Laaaaahh… Tapi khan batang kontolku belum masuk semua, Tan?”
Kalimat Udin kembali menyadarkan Naya, jika melakukan persetubuhan
dengan posisi doggy ini membuat batang penis Udin yang ekstra besar ini
terasa jauh lebih panjang jika dibandingkan melakukan persetubuhan
dengan gaya biasa.
“Serius?“ tanya Naya seolah tak percaya.
“Beneran, Tan… nih…” kata Udin yang langsung melesakkan batang penisnya hingga mentok.
“Ooouuugghhh… Besar sekali kontolmu, Din…”
“Memangnya kontol suami tante tak seperti ini ya?”
“Setengahnya pun tak sampe, Din…”
“Hahaha… “
Ketika Udin kembali mencoba melesapkan batang panjangnya dalam-dalam.
Serangkaian orgasme dalam vagina Naya pun langsung terbangun kembali.
Dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini dalam lima belas tahun
pernikahannya.
Orgasme yang tiap kali ia rasakan ketika bersama Loddy, suaminya, terasa
begitu kecil, sangat jauh berbeda dengan orgasme yang diberikan oleh
Udin. Dan bedanya lagi, walau telah beberapa menit lalu Naya baru saja
diberi orgasme oleh Udin, orgasme itu tak segera menghilang. Orgasme itu
selalu ‘mengetuk’ dinding vagina Naya setiap kali Udin menggerakkan
penisnya.
Semenit, dua menit, tiga menit.
Orgasme dari Udin tak juga kunjung berhenti. Naya mengalami Multi orgasme.
“Bentar, Din… Bentar… jangan buru-buru nyodokin kontolnya…”
“Kenapa, Tan?”
“Aku masih pengen ngerasain kedut-kedutan orgasme barusan…”
“Hahahaha…“ Lagi-lagi Udin tertawa terbahak-bahak. ”Tante mirip ama perawan deh, kayak nggak tahu apa-apa…”
“Ahhh, Udin… khan tante juga pengen ngerasain enaknya kedutan itu…”
“Hahaha… kalo sama Udin, tante bakal terus ngerasain kedutan itu kok…
tenang saja… tante bakal ketagihan terus…” Udin kembali mempergencar
sodokan batang penis pada vagina ibu satu anak itu. Makin lama makin
kencang dan cepat. Hingga kedua insan yang sedang dilanda nafsu birahi
ini kembali melenguh-lenguh keenakan.
“Gimana rasanya kontol Udin, Tan?” tanya Udin sambil terus mempercepat
tumbukan batang penisnya dalam-dalam ke celah kenikmatan Naya.
“Sssshh… enak, Din… Enak banget…” rintih Naya.
Merasa Naya sudah dimabuk birahi, tangan hitam Udin dengan perlahan
mulai meremas pipi pantat Naya, mengusap dan terkadang menepuk pelan.
“Goyangan pantatmu sungguh seksi, Tan…” gumamnya.
“Oooouuhh… sodokan kontolmu juga nikmat, Din…”
“CPEK…CPEK…CPEK…” Suara sodokan demi sodokan yang sudah tak lagi
terhitung jumlahnya, terdengar begitu membahana. Berisik sekali.
Walau saat ini Naya sedang berada di kamar Mitha putrinya, Naya seolah
tak peduli. Ia terus melenguh dan mengembik keenakan. Naya pun seolah
tak peduli jika seandainya Mitha dapat mendengar persetubuhan ibunya
yang dilakukan ketika ayahnya tak berada dirumah.
Lagi-lagi, Naya hanya memikirkan satu hal. Ia hanya ingin mendapatkan
kenikmatan dan kepuasan maksimal dari penis ojek kampung ini. Berulang
kali, Naya melenguh dan menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba
mengimbangi kenikmatan yang diterima oleh liang vaginanya. Hingga
tiba-tiba, Udin meluncurkan salah satu ibu jarinya turun ke dalam
lubang anus Naya.
Naya yang merasa tekanan pada lubang pantatnya langsung menghardik lirih. "Hei, Din… Itu… Itu lubang pantatku."
"Iya… Udin tahu, Tan…" ujar Udin santai sambil terus menggelitik lubang
anus Naya dengan mendorong ke bawah ibu jarinya masuk lebih dalam.
Pada awalnya Naya merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang ibu jari
Udin lakukan pada lubang anusnya, namun karena gelinjang kenikmatan pada
vaginanya semakin menggila, akhirnya Naya membiarkan ibu jari ojek
kampung itu bermain-main di dalam lubang anusnya. Malah, sekarang Naya
mulai menyukai gelitikan ibu jari itu.
Orgasme kedua setengahnya pun mulai datang. Dan seolah lupa akan rasa
risih yang diterima Naya pada anusnya, Naya yang merasa orgasmenya akan
datang beberapa saat lagi, kembali berteriak-teriak histeris.
"Ya Tuhan, Udin… entot tante, Dinn… colok bo’ol, tante… sodok, Din… Sodoookk…!!!”
Tidak mensia-siakan permintaan nakal Naya, Udin segera mendorong ibu
jarinya masuk dan keluar dari lubang pantat Naya, seiring dengan sodokan
batang penisnya.
“Ooouuuhhh… aku keluar lagi, Diinnn…” Satu orgasme sempurna tampaknya
tak mampu dibendung Naya. Menyebabkan Naya tumbang kedepan, merangsek
lembutnya kasur dengan sprei yang tak terpasang rapi.
Melihat Naya yang kelelahan, Udin mencabut penis dan ibu jarinya. Namun...
"Jangan dicabut, Din…" bisik Naya dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Jangan dicabut, Din... Lagi… Jangan pernah sekalli-kali mencabut
jempolmu dari bo’olku…" suaranya begitu lembut, hingga saking lembutnya,
Naya tidak yakin Udin bisa mendengarnya. "Lagi, Din… lagi..."
Ketika gelombang kedut orgasme Naya mulai mereda, Naya segera
melonggarkan otot pantatnya dan menyodorkan lubang anus itu ke Udin.
“Sodok bo’olku, Din…” ujarnya. Entah darimana ide buruk itu, tapi Naya
sepertinya sama sekali tak menghiraukan. “Sodok, Diiinnnn…!!”
Udin tak mengira akan efek dari gelitikan ibu jari pada lubang anus Naya
akan menjadi seperti ini. Ojek kampung ini merasa begitu beruntung. Ia
sama sekali tak menyangka akan mendapat partner seks yang sebinal ibu
satu anak ini.
“PLOP…!!” Suara batang penis Udin ketika tercabut dari kenyotan dinding vagina Naya.
Segera saja Udin membawa kemaluannya mendekat kearah lubang anus Naya
yang masih kuncup saking ketatnya. Dengan penis yang masih berlumuran
campuran sperma dan lendir kenikmatan ibu satu anak ini, Udin mulai
melesakkan kepala penisnya ke dalam lubang anus Naya.
"Anjriiitt… tante, lubang bo’olmu sempit sekali.” jerit Udin.
Naya mendesis lirih. “Terus, Dinnn…”
Semula, Naya yang masih dalam kondisi orgasme berpikir jika Udin
menyodok lubang anusnya dengan ibu jarinya, akan tetapi begitu batang
kecil itu mulai masuk, ternyata pemikiran Naya salah. Yang Udin tusukkan
ke lubang anus Naya bukanlah ibu jarinya, melainkan kepala penis Udin
yang berukuran ekstra besar.
"Ya Tuhan… Udin… yang kamu masukkin bukan ibu jari kamu?”
“Shhh… Tan… enak banget…”
“Hhheeeggh… stop, Din... stop… besar banget…. Bool tante bisa sobek, Dinn… Stoppp…”
"Ooouuhh… ketat sekali, Tantee… " gerutu Udin.
"Bentar lagi juga bakal terasa enak.”
"Tidak, Din… tidak… kontolmu kegedean, Din!!" mata Naya tergulung keatas karena menahan rasa sakit yang mendera lubang anusnya.
Merasa penolakan yang amat gencar dari Naya, mau tak mau membuat Udin
harus memutar otak. Dan seketika, Udin mendapat jalan keluar itu. "Coba
bentar ya, Tan… Udin juga pengen ngerasain enak…” pinta tukang ojek
mesum itu.
“Enggak, Din… aku udah ga kuat sama sakitnya…”
“Coba nikmatin aja dulu, Tante… Udin khan pengen nyobain enaknya ngentotin bo’ol mamanya Mitha…”
“Rasanya perih banget, Din… Ga enak… Saaakiiiiit…”
“Ya udah… Kalo gitu Udin pengen nyobain di bo’ol Mitha aja…”
Mendengar kalimat Udin barusan, Naya merasa bimbang. Entah pemikiran
darimana, Naya mendadak merasa cemburu pada Mitha putrinya. Tak
seharusnya ia memperoleh lelaki dengan penis yang sangat memuaskan
seperti ini. Udin harusnya hanya milik Naya seorang. Udin tak boleh
bersama Mitha.
"Jangan, Din…!" ujar Naya dengan nada emosi yang bingung.
Naya berpikir jika kalimat “Jangan” barusan jalan tidak untuk melindungi
putrinya dari kebrutalan penis Udin. Naya menipu dirinya sendiri hingga
batinnaya membenarkan perselingkuhan nikmat ini.
"Jangan, Din… Jangan… Sodok bo’olku aja, Din… Jauhkan kontolmu dari
pantat Mitha..." pinta Naya sambil mendorong paksa pantatnya kembali
tertusuk penis besar Udin.
“Serius, Tan…?” tanya Udin yang tak percaya jika trik tentang Mitha selalu saja berhasil.
“Iya, Din… Jangan entotin bo’ol Mitha… entotin aja bo’olku, Din…”
"Hahahaha…” Udin kembali tertawa senang. “Tante Nayaku... Kamu memang
pelacur murahan… Udin benar-benar beruntung bisa mendapatkanmu…”
“Udah-udah… Ntar aja rayu-rayuannya… sekarang buruan sodok bo’olku…”
“Kamu memang hot, Tan… benar-benar hot..."
Udin yang merasa mendapat persetujuan Naya, mulai melanjutkan pengeboran
penisnya. Batang penis yang sudah setengah tenggelam ke dalam anus
Naya, mulai ia paksa masuk kembali.
“Apa yang terjadi pada diriku? Apa aku sudah menjadi seorang pelacur
murahan…?” tanya Naya dalam hati. Beberapa saat lalu, dia adalah seorang
istri yang setia. Istri yang memiliki harkat dan derajat yang tinggi.
Istri selalu menjaga harga diri dan kehormatannya.
Namun, hanya karena luapan nafsu birahinya, dalam waktu beberapa jam
Naya telah berubah menjadi seperti seorang pelacur. Yup. Istri sekaligus
pelacur bagi orang lain. Istri yang telah menelan sperma lelaki lain.
Istri yang telah membiarkan penis lelaki lain menumpahkn sperma dalam
vaginanya. Istri yang telah mencoba menikmati seks anal. Istri yang
selalu haus akan kepuasan seksual.
“Aku memang pelacur murahan… aku memang selalu haus akan kenikmatan
seksual…” Naya yang semula hanya berdiam diri, sekarang mencoba
merasakan kenikmatan dari anal seks bersama tukang ojek langganannya
itu. Dengan masih dalam posisi pantat yang menungging, Naya berusaha
menstimulus titik rangsangnya sendiri. Naya tak mau dirasa seperti
gedebog pisang yang diam saja ketika ditusuk tongkat wayang.
Sementara Udin masih menyodokkan penis pada lubang anusnya dengan
brutal, Nayapun tak mau kalah, karena ia mulai memperkerjakan kedua
tangannya. Tangan kiri Naya memilin putting payudaranya dan tangan kanan
mengobel vaginanya.
“Ouuugghh… Udin… aku mau keluar lagi…” desah Naya yang semakin mempercepat kobelan jemari lentik pada vaginanya.
“Udin juga, Tante... Udin udah ga sanggup lagi nahan enak ini...” balas
Udin yang juga menggerak-gerakkan goyangan pinggulnya dengan brutal.
“Sodok yang kenceng, Din... sodok terus...” Tangan kiri Naya yang semula
pinta memilin puting payudaranya, berpindah ke pantat Udin. Dan
memintanya untuk menyodok-nyodok lubang anusnya dengan lebih cepat lagi.
“Terus, Din.. Terus...” jerit Naya beringas, hingga akhirnya...
“Aku keluar, Din... aku keluar...” jerit Naya histeris, disertai dengan cengkraman jemari tangan kirinya pada pantat hitam Udin.
Tak perlu waktu lama bagi Udin untuk bisa sampai pada puncak
kenikmatannya. Karena segera saja, tumpahan sperma dari batang panjang
ojek kampung ini membanjiri rongga anus Naya dengan sperma panasnya.
Sperma yang memenuhi pantat Naya langsung meluap-luap keluar dari lubang
anusnya. Mengalir turun seiring tarikan Udin ketika mencabut
kemaluannya keluar. Walau ini adalah ejakulasi Udin yang kedua, mash
sempat-sempatnya ia menembakkan beberapa tetes air mani ke pantat,
punggung dan rambut Naya.
Karena merasa begitu lelah, tubuh Udin yang masih berada dibelakang Naya
melemah dan ambruk ke depan. Menabrak punggung Naya lalu tergolek lemas
tak berdaya. Selama beberapa saat mereka saling tindih, saling
melekatkan tubuh antara satu dan lainnya. Nafas kepuasan mereka berdua
kejar-kejaran dan cucuran keringat membasahi keduanya.
Sebenarnya Naya sama sekali tak menyukai acara tempel-tempelan badan
seperti ini. Badan yang bermandikan keringat, lendir vagina dan sperma
seperti ini. Tapi mungkin karena Naya sama sekali tak memiliki tenaga
lagi untuk bergerak, dengan terpaksa, ia merelakan tubuh mungil
langsingnya tertindih oleh badan bau Udin.
Kondisi kamar yang sebelumnya bising karena lenguhan dan teriakan
kenikmatan mereka, mendadak menjadi sunyi senyap. Hanya menyisakan suara
desahan nafas dan detak nadi kepuasan yang mencoba memulihkan diri.
“Bo’olmu begitu enak, Tan... sempit dan legit...” puji Udin sambil menjatuhkan dirinya ke samping tubuh Naya.
Naya yang sedari tadi masih dalam posisi telungkup, karena merasa pegal
akan himpitan pada payudaranya, akhirnya menelentangkan badan juga.
Sambil menatap langit-langit kamar, ia menjawab kalimat Udin dengan
pertanyaan.
"Berapa umurmu, Din?" tanya Naya sambil tangan nakalnya meraba tubuh
Udin guna mencari-cari batang panjang lembek milik Udin. Dan begitu
batang itu dapat ia temukan, secara tak sadar jemari lentiknya mulai
mengurut batang itu dengan perlahan.
"Dua puluh tahun, Tan…"
“Udah berapa banyak wanita yang telah kamu tidurin?”
“Wanita? Remaja atau ibu-ibu?”
“Berarti sudah sangat banyak ya, Din?”
Udin tak menjawab pertanyaan terakhir Naya. Ia hanya menoleh ke arah
pemilik suara indah itu, tersenyum dan mengecup kening Naya.
“Kamu suka Mitha, Din?” tanya Naya lagi.
“Suka, Tan... Udin suka banget ama dia…” jawab Udin.
“Kamu udah tidurin dia?”
Mendengar pertanyaan Naya barusan. Penis lembek Udin tiba-tiba mulai
mengeras, perlahan makin keras seiring urutan yang dilakukan jemari
tangan Naya.
“Belum sih, Tan… tapi rencananya begitu…” ujar Udin malu-malu. "Aku akan
menidurinya... Dan kuharap, pelayanan seks Mitha sehebat tante..."
“Kapan, Din?” Bego banget sih kamu, Naya! batin ibu satu anak ini.
Pertanyaan barusan, mungkin pertanyaan terbodoh yang pernah seorang ibu
lontarkan kepada pacar anaknya. Karena Naya tahu, cepat atau lambat,
ojek kampung ini bakal mengambil keperawanan putri satu-satunya itu.
Lagi-lagi, Udin tak menjawab pertanyaan Naya ini, ia kembali mengecup kening Naya. “Aku tak tahu, Tan… secepatnya...”
“Secepatnya?”
“Iya, Tan... secepatnya... karena beberapa hari lalu Mitha sendiri yang minta Udin untuk segera mengambil keperawanannya.”
“Serius, Din?”
“Iya... Anak tante benar-benar binal…. Udin yakin, Tan... Jika kelak Mitha dewasa, dia akan menjadi pelacur kelas atas…”
Sejenak Naya tak bisa membayangkan akan perkataan Udin barusan. “Pelacur kelas atas...”
"Rencananya... Mungkin Udin bakal nidurin anak tante minggu depan...”
“Hhhh...” Naya tak menjawab, ia hanya bisa menghela nafas panjang. Ia
tahu, tak mungkin baginya untuk menyuruh Mitha atau Udin guna menunda
persetubuhan itu. Karena Mitha dan Udin sedang cinta-cintanya. Dan
ketika muda-mudi sedang dilanda cinta, tak ada satupun hal yang bisa
menghalanginya.
“Tapi sepertinya Udin bisa kok memperawani Mitha setelah dia menginjak
usia delapan belas tahun, asal...” Udin menghentikan kalimatnya dan
menatap Naya dalam-dalam.
“Asal apa, Din...?”
Udin tersenyum lebar sambil mencubit puting payudara Naya. “Asal...
kontol Udin selalu mendapat kepuasan dari pemilik pentil ini... yah
sampai waktu itu datang.”
“Sampai Mitha menginjak delapan belas tahun ya, Din?”
“Iya, Tan... hingga tiga tahun ke depan.”
Mendengar rencana ojek kampung itu, Entah kenapa Naya merasa agak
sedikit lega. Ibu satu anak ini merasa jika apa yang baru saja dikatakan
oleh Udin, adalah merupakan petunjuk yang dapat Naya gunakan melindungi
keperawanan Mitha dari Udin. Sekaligus supaya dirinya dapat menikmati
persetubuhan ini hingga putrinya dewasa.
“Ini salah... ini gak bener...” batin Naya kembali bergejolak. “Aku
harus menghentikan ini semua... hal ini sama sekali tak boleh lagi
dilanjutkan...” pikir otak sehat Naya. Namun...
“Okelah kalo begitu... tante hargai keputusanmu... dan sebagai
imbalannya...” Naya beranjak bangun dari posisi telentangnya, tubuhnya
meluncur turun ke arah kaki tempat tidur dan bergerak ke arah
selangkangan Udin. Dengan penuh kasih sayang, Naya mencium ujung kepala
penis ojek kampung itu. Dan sebelum Naya mencaplok penis Udin, kembali
ia berkata, “Kamu boleh menikmati tubuhku, Din... hingga tiga tahun ke
depan...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar