Part 1: The Underdesk
"Riki, Mr. Andrew complaint mengenai laporanmu semalam, lead time
production kita tidak mungkin mencapai 45 hari jika proses produksi
masih berantakan seperti kemarin. Tolong perbaiki datanya dan kirim ke
emailku siang ini ya…”
“Iya mbak, aku kerjakan”
Ya, lagi-lagi atasanku sudah ribut-ribut dipagi hari. Maklum, dia
satu-satunya leader di kantor ini yang mampu menjawab pertanyaan setiap
buyer dengan memuaskan, dan itu berarti terwujudnya deal-deal business
yang besar pula untuk kami. Dan aku sebagai bawahannya harus tunggang
langgang membuat data yang benar-benar presisi. Perfeksionis, itu
mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok atasanku, Ibu
Vira Chang.
Namaku Riki, karyawan perusahaan manufaktur asesoris jaringan listrik
tegangan tinggi di Tangerang. Divisi tempatku bekerja adalah Divisi
Market Quality Control, bertugas untuk menerima keluhan dari pembeli,
serta meyakinkan calon pembeli baru untuk memproduksi produknya di
pabrik kami.
Aku bertanggung jawab sebagai market analyst, mencari dan mengolah data
untuk di presentasikan ke pembeli/calon pembeli. Aku sendiri tidak
begitu betah bekerja di sini, karena ilmu ekonomi manajemen yang aku
pelajari di bangku kuliah setahun yang lalu tidak teraplikasikan dengan
baik di sini, apalagi produknya adalah asesoris jaringan listrik
tegangan tinggi. Akan lain ceritanya jika produknya adalah sikat gigi
atau sabun, minimal aku bisa dengan lancar menjelaskan produknya ke
konsumen.
Atasanku bernama Vira Taniasari, seorang wanita berusia 34 tahun
keturunan Cina kelahiran Solo, akan tetapi besar di Jakarta. Orang-orang
di sini menambahkan nama “Chang” untuk membedakan atasanku dengan
seorang wanita dari divisi lain yang kebetulan bernama sama. Atasanku
ini sangat pandai berbahasa Inggris, Jepang, dan Mandarin. Bisa
berbahasa Inggris sangat normal saat ini, dan tidak mengherankan dia
bisa berbahasa Mandarin karena dia wanita keturunan, akan tetapi
kemampuannya berbahasa Jepang didapat saat bekerja selama 5 tahun di
perusahaan Jepang.
Aku kurang tahu tentang ukuran tubuh wanita (34B atau D dan sebagainya),
akan tetapi menurutku tubuh atasanku ini seksi, mirip tubuh artis Vina
Panduwinata, dengan rambut pendek sebahu dan kacamata tipis yang semakin
menunjukkan tingkat intelegensinya. Dia selalu mengenakan blazer,
dengan warna hitam, merah, dan terkadang putih, dipadu dengan rok
selutut. Aku selalu teringat wajah Shannon Tweed (pemeran film dewasa)
yang bertubuh seksi akan tetapi tidak pernah mengenakan baju seksi, dan
justru selalu membuatku penasaran 
“Riki, you know I’m single and so many stupid dumb ass men insulting me
out there, could you please support me?” Mbak Vira chat ke akun Yahoo
Messengerku, mengenai orang Filipina yang suka menggodanya, dan siang
ini kami akan rapat bersama mereka.
“I’ll stand by you, mbak..” jawabku
“Thanks ki, I’m tired dealing with them”
Aku tidak membalas chatnya lagi, karena dikejar data yang harus aku selesaikan.
“Ki, kamu tahu kan, orang Filipina kuat minum”
“Iya mbak”
“Kamu kuat minum engga?”
“Engga mbak, dua gelas aja sudah pusing”, jawabku lugu.
“Nanti malam mereka mau mengajak kita makan malam, kamu ikut ya, aku malas melayani ajakan minum-minum mereka” pinta Mbak Vira.
“Hmm, kalo lain kali boleh mbak, semalem saya sudah lembur sampai jam 11”
“Ki, this will earn us big money”
Aku sudah sangat malas menemani tamu untuk makan malam, karena biasanya mereka mabuk dan berlaku liar, membuat malu tuan rumah.
“Hmm… Tapi besok senin saya boleh cuti kan mbak? Capek banget mbak, lembur tiap malam seminggu ini” pintaku ke Mbak Vira.
“That’s your right to have a day off” tegas Mbak Vira.
“Ok” jawabku.
Rapat bersama tamu dari Filipina benar-benar sangat membosankan dan
membuang waktu. Aku akan jauh lebih produktif jika di belakang komputer
dan mengerjakan report. Untuk mengusir rasa bosanku, aku memainkan
hapeku. Satu-satunya game yang ada hanyalah game billiard, sekali
bermain dan langsung bosan. Paket data internet pun sudah habis, jadi
benar-benar tidak ada yang bisa dilakukan. Aku kemudian teringat ke
istilah yang semalam aku temukan, yaitu “under desk”, teknik hidden cam
yang dipasang di bawah meja untuk mengintip celana dalam sekretaris atau
karyawan wanita. Seru juga jika melihat hasil video-videonya yang
diupload, akan tetapi aku kecewa karena ingat bahwa meja tempat aku
meeting sekarang ini memiliki papan penutup dari kayu di bagian
bawahnya, untuk mencegah orang-orang yang iseng mengintip celana dalam
rok wanita di hadapannya, sehingga aku malas untuk menengok ke bawah.
Kebetulan sekali mbak Vira ada di depanku, dan meja rapat yang digunakan
lumayan besar, sehingga kami berjarak sekitar 1.5 meter.
“Ki, tolong ambil laptopmu sebentar, kemungkinan besar si Pinoy ini
hendak melihat data kita” tiba-tiba Mbak Vira memecahkan otak kotorku
yang sedang bekerja.
Mbak Vira sering memanggil orang-orang Filipina itu dengan sebutan
“Pinoy”. Aku dengan malas dan tanpa menjawab, langsung bergerak ke
mejaku dan 7 menit kemudian sampai ke ruang rapat lagi. Aku menancapkan
charger laptop ke laptop tua nan berat ini (seharusnya laptop memiliki
berat yang ringan, kecuali laptopku ini, yang sepertinya sama beratnya
dengan PC), kemudian aku mencari colokan listrik di bawah meja. Saat
menengok ke bawah, aku benar-benar terkejut, ternyata papan penutup di
bagian bawah meja untuk meeting ini dicopot tepat di depan kursiku
(mungkin sedang diperbaiki oleh tim maintenance atau apalah), dan aku
bisa melihat jelas kaki Mbak Vira yang tidak disilangkan, dan tentu
saja, celana dalamnya yang berwarna putih!!!
Jantungku berdetak kencang, dan aku mencoba duduk kembali dengan tampang
biasa, Mbak Vira juga tidak curiga dengan perilaku yang agak lama
mencari colokan listrik untuk laptop di bawah meja. Perlahan kukeluarkan
hapeku, kumatikan blitznya, dan coba kurekam dari bagian bawah meja.
Aku merekamnya sekitar 3 menit (ternyata lama juga 3 menit untuk video
under desk). Tak sabar ku angkat hapeku, dan ku silent suaranya,
sehingga tak ada yang tahu aku sedang memutar video. Saat kuputar
videonya, aku benar-benar terkejut. Pemandangan yang begitu indah, paha
yang putih mulus, kemudian di pangkal paha terlihat celana dalam
berwarna putih yang ternyata berenda. Rupanya Mbak Vira sedikit menarik
roknya ke belakang saat duduk, sehingga segalanya terlihat jelas dari
depan di videoku. Aku merasa tidak puas, dan kurekam sekali lagi dengan
videoku, kali ini aku melakukan zoom (tentu saja sulit untuk menekan
tombol zoom tanpa melihat kamera, karena semuanya dilakukan di bawah
meja).
“No sir, that’s not the business model we apply here. We can’t have a
good quality control if we don’t have detail product requirement. Our
quality control department must have rule to judge whether the product
is good or bad”, Mbak Vira tiba2 memotong dengan tegas presentasi si
Pinoy. Aku cukup terkejut juga saat itu, untung hapeku tidak terlepas
dari genggamanku.
Si Pinoy kemudian berbicara dengan bahasa tagalog kepada rekan-rekan
mereka selama beberapa waktu, dan Mbak Vira terkesan tidak suka dengan
pembicaraan mereka, meskipun dia tidak tahu bahasanya. Setelah sekitar
15 menit, si Pinoy tersebut memahami permintaan Mbak Vira, dan akan
memberikan product requirement yang diminta. Aku segera mematikan
rekaman video di hapeku begitu mereka memulai berbicara.
“Ki, please show them our data about quality control rule we have for
Australia buyer” Mbak Vira tiba-tiba memberi perintah kepadaku. Aku
segera mengantongi hapeku dan memulai menunjukkan data yang diinginkan.
Setelah satu jam, rapat akhirnya selesai. Wajah Mbak Vira sudah merah
padam karena beberapa kali terlihat marah dengan orang-orang Filipina
yang menurutku memang menjengkelkan. Baru kali ini aku tahu ada calon
pembeli yang bahkan tidak tahu apa rincian data teknis dari produk yang
diinginkannya.
“Ki, I need some fresh air, mail me the minute meeting, ok?”
“Ok boss” candaku ke Mbak Vira, supaya dia sedikit rileks.
Aku tahu dia pasti ingin merokok sebentar di tempat merokok, untuk
meredam amarahnya. Aku kembali ke mejaku, dan mengirim catatan hasil
rapat tadi ke Mbak Vira. Tiba-tiba ada dering sms dari hapeku.
“Ki, prep your self for today’s dinner at 6.30. I’ll meet you there”.
Jiiaah, Mbak Vira ternyata berniat untuk bolos kerja setelah rapat,
entah akan pergi kemana, dan langsung datang ke dinner nanti malam
bersama orang-orang Filipina tadi.
Aku memandangi hapeku sebentar, kemudian teringat hasil video tadi.
Kebetulan posisi dudukku berada di sebelah dinding, dan jauh dari meja
di kiri dan kanan, sehingga aku lumayan “terlindungi” di kubikelku.
Segera kupasang kabel data, dan mentransfer hasil video under desk
buatanku sendiri ke komputer. Tidak lupa earphone kupasang supaya bisa
lebih “menghayati” 
File video pertama adalah video yang sudah kulihat, sehingga aku tidak
terlalu tertarik. Aku sudah tidak sabar melihat video kedua yang
pastinya akan lebih hebat karena keajaiban feature “zoom” 
Saat pertama melihatnya, aku langsung kecewa, karena kedua paha Mbak
Vira menutup erat, sehingga hanya segaris hitam bayangan kedua paha yang
tertutup rapat yang terlihat. Aku hendak menutup video player di
komputerku, dan tiba-tiba jantungku berdegup kencang.
Video tadi tiba-tiba bersuara seperti hentakan yang keras, dan ternyata
itu adalah saat Mbak Vira marah-marah ke Pinoy, dan saat marah tersebut,
kedua paha Mbak Vira terbuka!!!
Kedua paha yang sangat mulus dan putih tersebut membuka dengan lumayan
lebar, dan tampaklah celana dalam putih berenda yang di video pertama
sempat aku lihat secara samar-samar. Akan tetapi kali ini dengan zoom
4x!!! Garis di tengah2 celana dalam bagian paha menunjukkan lekuk bibir
vaginanya, dan satu-dua helai rambut vagina muncul dari balik kain
berenda putih itu. Kain celana dalam Mbak Vira rupanya tidak begitu
tebal, sehingga sedikit terlihat bayangan hitam rambut yang tumbuh di
vaginanya. Sungguh pemandangan yang membuat pusing atas bawah
Dari earphone terdengar lagi suara Mbak Vira yang marah-marah, dan kini
badan Mbak Vira berguncang ke kanan (mungkin reaksi tubuh saat sedang
marah), dan celana dalamnya sedikit tergeser ke kiri, dan munculah
sedikit bagian vagina yang ditumbuhi rambut tipis-tipis. Aku benar-benar
tidak tahan melihatnya dan mengambil screenshot sebanyak-banyaknya
untuk disimpan di hapeku.
Sesaat kemudian terlihat badan Mbak Vira terengah-engah, mungkin
energinya habis setelah marah-marah tadi. Kemudian terlihat badannya
tertekuk ke depan (aku ingat saat itu dia sedikit menunduk dan
menyandarkan tangannya ke meja). Posisi badan yang seperti itu membuat
celana dalamnya tertekuk ke depan dan tidak menempel seluruhnya ke
vagina, sehingga samar-samar terlihat hampir setengah dari liang
kemaluan Mbak Vira!!!
Bibir vagina sebelah kanan yang merah muda, ditumbuhi rambut
tipis-tipis, ditutup sebagian oleh renda-renda celana dalam mbak Vira
yang sangat cantik!!!
Aku benar-benar tidak dapat menahan diri melihat video itu, dan kuambil
tissue dan gelas plastik di mejaku, dan terjadilah apa yang seharusnya
terjadi
Part 2: The Execution
“Riki, could you please do me a favor? I left my doctor’s prescription
in my left drawer, could you please take it with you? Tomorrow is
Saturday and I don’t wanna go to office just for taking that simple
thing” dering sms dari Mbak Vira di hapeku tiba-tiba berbunyi,
membangunkanku dari lamunan panjang video underdesk buatanku sendiri.
“Piece of cake” jawabku.
Tak sadar sudah pukul 4.30 sore, dan dua jam lagi dinner dengan si Pinoy
sudah di mulai di Rolling Stone Café, Kemang. Aku baru sekali pergi ke
kafe itu, dan waktu itupun sound system untuk band sedang bermasalah,
sehingga kunjungan kedua kali ini tidak terlalu membuat bersemangat
bagiku. Apalagi suasana kafe itu agak gelap, jadi tidak mungkin untuk
membuat video underdesk.
Mobil genio civic ku meluncur ke Rolling Stone Café, Kemang. Aku lebih
suka lewat Pejaten Village untuk pergi ke daerah ini, karena biasanya
tidak terlalu macet. Kali ini aku berangkat sendiri ke kafe, karena Mbak
Vira pergi entah kemana sejak selesai meeting siang tadi. Mbak Vira
ternyata sangat suka dengan mobilku, walaupun sudah tua, tetapi masih
bernuansa muda, dengan dua pintu di kiri dan kanan, Mbak Vira suka
diantar pakai mobilku ke daerah Kemang, padahal mobilnya sendiri jauh
lebih keren, CX-7!!!
“Hai Riki, selamaat mallaann… “ sambut si Pinoy yang ternyata sudah
berada di halaman parkir kafe. Mereka mencoba untuk akrab, dengan cara
mengucapkan salam, walaupun salah pengucapannya.
“Hi, Mr. Tim, it’s selamat malam, not malan… how’s the traffic?” balasku singkat kepada salah satu Pinoy itu.
“Ah, Jakarta is no different from Manila, every car’s honking their
damned horn all the time. By the way, where’s your sexy boss?”
“She’s on the way.”
“Oh, so she’s on the way… I hope she’s not going to bring his monkey, hahahaha”
Si Pinoy ini menyebut pacar dengan istilah “monkey”.
“Well, who knows?” jawabku cepat, padahal aku tahu Mbak Vira tidak punya
pacar, meskipun usianya sudah 34 tahun. Mungkin waktunya sudah habis di
kantor dan tempat gym.
Kami melangkah ke dalam kafe, langsung menuju ke lantai atas, di meja
dekat jendela kaca. Orang-orang Filipina ini langsung memesan Bir
Bintang, bir khas Indonesia (best beer in the world, I said), dan
menurutku itu pilihan yang tepat, daripada bir San Miguel khas Filipina
yang rasanya mirip kencing kelinci (rasa kencing kelinci aja ga tahu
kayak apaan). Mereka berdua sepertinya hendak mabuk-mabukan sampai
teler, terlihat dari daftar pesanan minuman yang ditambahkan kemudian,
yaitu Tequila 1 botol, Grey Goose Vodka 1 botol, dan Bols rasa lemon 1
botol. (Anjiiir, aku minum dua gelas aja udah mual..)
Malam itu sound system untuk band ternyata tidak ada masalah. Home band
mulai menghidupkan dan setting alat2nya, kemudian mulai memainkan lagu
pertama, “About a Girl”, lagunya Nirvana. Aku lebih suka melamun dan
terbawa suasana lagu daripada berbincang dengan si Pinoy.
“Hi guys… “ tiba-tiba suara Mbak Vira mengagetkanku.
Bau wangi dan segar, berarti dia dari setelah meeting sempat pergi ke
rumah untuk mandi dulu. Baju yang dikenakan mbak Vira agak berbeda kali
ini, serba putih! Blouse putihnya agak rendah (seperti yang biasa
dipakai Agnes Monika saat jadi juri Indonesian Idol 7) sehingga belahan
dadanya sedikit terlihat. Rok putih yang dia pakai tetap rok selutut (ga
pernah sekalipun Mbak Vira pakai rok mini), dan high heels putih makin
menambah tinggi tubuhnya. Mbak vira termasuk wanita yang tidak suka make
up berlebihan, dia bahkan jarang menggunakan lipstick, meskipun begitu
bibirnya sudah berwarna merah muda.
“Ah, my lady…. Where’s the lucky guy” si Pinoy menanyakan pacar Mbak Vira.
“He’s not that into activities like this” mbak Vira menjawab seakan-akan dia punya pacar.
“oh well, so this night we are now the lucky bastards, hahahahaha” si Pinoy ngakak sangat keras, benar2 memalukan saja.
“Come on, sit next to me” pinta si Pinoy, yang di iyakan oleh Mbak Vira.
Diam-diam aku merasa iri, karena pasti mereka ingin bersentuh-sentuhan dengan Mbak Vira saat kami semua sudah mabuk.
Aku tidak tahu kapan si Pinoy memesan makanan, tiba-tiba saja makanan
pilihan mereka sudah terhidang di meja untuk kami. Dan astaga, semuanya
escargotttt!!! Buset ini orang, kita disuruh makan bekicot, padahal
sama-sama pemakan nasi. Akhirnya aku tetap makan juga, walaupun dengan
hati yang tidak bersemangat, dan tentunya juga tidak berasa kenyang
kalau tidak ada nasi.
“Riki, come on, one shot whit us, hahaha” pinta Pinoy.
Aku langsung mengangkat gelas kecil untuk minum tequila, dan melakukan
toss dengan si Pinoy, kemudian toss dengan mbak Vira, dan langsung minum
satu shot.
“Tim, Riki would drive me home, so he would not have many shots” Mbak Vira mengingatkan kepada si Pinoy.
“Aaaah, too bad… you should celebrate this night with us…” si Pinoy yang
bernama Tim mulai meracau karena dia menambahkan sendiri tequila ke
dalam gelasnya, sehingga dia lebih mabuk daripada yang lain.
Gelas demi gelas mengalir, aku hanya melihat saja tanpa berani minum.
Mbak Vira terkesan memaksakan diri untuk minum, tetapi kali ini dia
lebih kuat dari biasanya.
“My dear Viraa… I have a game for you… take 10 shots with your hands
tied off, and I’ll guarantee you our order for your company for 14
months!!!! Hahahaha, come on, I know you can do it” tiba-tiba si Pinoy
bernama Tim yang duduk di sebelah Mbak Vira menantangnya untuk minum di
gelas dengan kondisi tangan diikat ke belakang (mbak Vira harus
menunduk, menggigit gelas, dan menengadah ke atas untuk meminumnya.
“Ah, no no, I’m not that strong..” Mbak Vira secara halus menolak,
meskipun dia tahu, keputusan rapat siang tadi adalah jaminan order
produksi selama 5 bulan, dan 14 bulan berarti bonus besar, cuti tambahan
20 hari, dan kenaikan pangkat.
“Ah come on, I know you can do it… hahahahaha, come on”.. paksa si Pinoy.
Mbak Vira sejenak memandangku dengan ragu.
“No cheating, OK?” Mbak Vira menuntut si Pinoy utuk tidak ingkar janji.
“I’m a man of my word” si Pinoy menepuk-nepuk dadanya, kemudian memberikan kartu kreditnya kepadaku sebagai jaminan.
“Look, I give Riki my MasterCard, and this is the password, if I cheat,
then you can steal my account. Tomorrow I’ll sign the deal for 14 months
order” janji si Pinoy.
Si Pinoy ini sudah benar-benar mabuk, akun Master Cardnya aku periksa
lewat internet banking di hapeku, dan ternyata saldonya ada US$37,000
(sekitar IDR 370,000,000). Aku tunjukkan angka-angka dihapeku ku ke Mbak
Vira, dan kemudian dia mengangguk tanda setuju.
Si Pinoy kemudian memesan 10 gelas baru yang diberi sedikit garam (entah
kenapa di Rolling Stones ini, setiap gelas minuman keras selalu diberi
garam), kemudian menyusunnya berjejer di meja, dan mengisikannya dengan
tequila (4 gelas terakhir di isi dengan grey goose vodka, karena
tequilanya sudah habis). Mbak vira sedikit memajukan posisi duduknya dan
menyilangkan kedua tangannya ke belakang, kemudian si Pinoy menggenggam
kedua tangan mbak Vira, seperti polisi yang sedang menahan penjahat
wanita, pikirku.
Mbak vira menundukkan kepalanya untuk menggigit gelas pertama, kemudian
perlahan-lahan menengadah dan meminum tequila yang sedikit tumpah
mengalir lewat samping bibirnya, dan menetes langsung ke payudara
kirinya. Aku terkesima melihat pemandangan itu. Renda Bra mbak Vira
sedikit tercetak dari blouse yang terkena tetesan tequila.
“hahaha, first shot, good start, come on honey… “si Pinoy mulai memanas manasi.
Mbak Vira kemudian menunduk dan menggigit gelas kedua, kemudian
menengadah lagi dengan cepat untuk meminumnya. Sepertinya Mbak Vira
ingin agar cepat selesai.
“Hey hey… slow down.. baby… take it easy… “ si Pinoy gila itu mulai menikmati permainannya.
Gelas ketiga mulai digigit mbak vira, akan tetapi saat dia menengadah,
gelas itu tidak tepat berada di tengah-tengah mulutnya, dan setengahnya
tumpah ke payudara kirinya. Si Pinoy memelototi payudara Mbak Vira dari
dekat penuh nafsu. Tangan Mbak vira hendak berontak untuk membasuh
badannya yang sedikit basah, tetapi si Pinoy makin menggenggam dengan
kencang.
Mbak Vira mulai berhati-hati dengan gelas keempat dan kelima, dia
meminumnya dengan pelan-pelan. Orang Filipina teman si Tim ini tertawa
sangat keras dan bertepuk tangan, dan si Tim yang bertugas memegangi
tangan Mbak Vira tetap memelototi payudara kiri Mbak Vira.
“Oh shit!!!” teriak Mbak Vira saat gelas keenam diminum.
Mbak Vira tersentak kaget, karena kali ini bukan tequila, tetapi
greygoose vodka. Meskipun kadar alkoholnya tidak jauh berbeda, tetapi
Mbak Vira sepertinya kaget dengan rasa yang berbeda. Gelas keenam itu
lepas dari gigitannya dan jatuh menumpahi payudara kirinya. Kali ini
payudara sebelah kiri Mbak Vira benar-benar basah, renda-renda bra nya
tercetak dengan jelas. Mata Mbak Vira mulai memerah. Si Tim kemudian
mengambil tissue dan tiba-tiba membasuh payudara Mbak Vira yang basah.
Mbak Vira sama sekali tidak berontak.
“Easy honey… it’s ok… come on, you can do it…” bujuk si Tim orang Pinoy berotak kotor itu.
Aku benar-benar terkesima dengan pemandangan itu, si Tim memegangi
payudara kiri Mbak Vira dengan tissue, dibasuhnya dengan pelan-pelan,
jelas telihat dia tidak bermaksud membasuh, tetapi membuat supaya puting
mbak vira tercetak di blousenya yang basah. Dan putting mbak vira
memang lama-lama mencuat dibalik bra tipis dan blouse putihnya.
Mbak Vira segera menggigit gelas ketujuh, dan meminumnya. Jelas terlihat
mbak vira ingin segera menyelesaikannya. Tim masih belum melepaskan
tangannya dari payudara kiri Mbak Vira, sementara tangan satunya tetap
menggenggam tangan Mbak Vira dengan kencang.
Saat gelas ke delapan, Mbak Vira menengadah untuk meminumnya, Tim
mencium leher Mbak vira. Mbak Vira memejamkan mata, sama sekali tidak
membuka matanya saat lehernya dicium Tim, sementara tangan Tim sudah
tidak hanya memegang, tetapi mulai meremas remas payudaranya.
Mbak Vira mulai merebahkan badannya ke sandaran kursi di belakang sambil
terengah-engah. Matanya memerah, bibirnya gemetar. Masih ada dua gelas
lagi di hadapannya. Tiba-tiba si Pinoy yang tidak memegangi tangan Mbak
Vira berpindah duduk ke sebelah kanan Mbak Vira. Tangan kanannya membuka
kedua paha Mbak Vira, dan mulai mengelus-elus paha Mbak Vira dari balik
roknya. Mata Mbak Vira terpejam lagi, bibirnya sedikit terbuka, dan
mengerang-erang halus, seakan-akan menikmati sentuhan-sentuhan di
payudara dan pahanya.
Mbak vira mulai membuka matanya, dan menunduk untuk menggigit gelas ke
sembilan. Saat dia menengadah, si Pinoy yang di sebelah kanan Mbak Vira
mulai merogoh lebih dalam lagi. Mbak Vira terkejut, dan tidak sempat
terminum semuanya… gelas ke sembilan itu tumpah ke samping. Si Tim sudah
mulai masuk ke dalam blouse untuk meraba-raba isi payudara Mbak Vira,
sedangkan si Pinoy satu lagi sudah menjamah kemaluan Mbak Vira yang
masih dibalut dengan celana dalamnya. Mbak Vira mulai terengah-engah
sambil memejamkan matanya.
“The last shot… the last shot… and I will get 14 months order… okay?” tiba-tiba Mbak Vira berbicara sambil memejamkan matanya.
“Go on honeey…. Take your shot, hahahaha” timpal Tim.
Tangannya sudah masuk ke blouse putih Mbak Vira dan mengelus-elus
putingnya. Sementara si Pinoy satu lagi mulai menggetarkan tangannya di
dalam rok Mbak Vira. Sepertinya Pinoy itu sudah menjamah lubang kemaluan
Mbak Vira lewat samping kanan celana dalamnya. Mbak vira membuka
matanya, bibirnya bergetar, tangannya tersilang kebelakang tak berdaya.
Dia mulai membungkukkan badan, menggigit gelas terakhir, dan mulai
menengadah. Saat alkohol mulai melewati bibirnya, tiba-tiba mbak Vira
mengerang hebat… badannya menegang ke depan, tubuhnnya kaku selama 2
detik, kemudian menggelinjang hebat. Gelas yang dia minum terjatuh, Mbak
Vira memejamkan mata, wajahnya menoleh jauh ke kiri belakang, bibirnya
sedikit tergigit, menunjukkan rasa nikmat mencapai titik orgasme
“Aaaaaaaahhhhhhhhh….. oooohh mmmyyyyyyy……” Mbak Vira mulai meracau…
napasnya memburu dan mulai tersengal-sengal…. Orgasmenya tercapai
diiringi pengaruh alkohol dan sentuhan-sentuhan pada payudara dan liang
kemaluannya.
Mbak Vira terduduk lemas. Tim melepaskan tangannya, dan si Pinoy yang
satu lagi mengangkat jarinya yang basah. Mereka kemudian langsung pergi
meninggalkan Mbak Vira yang terduduk lemas di kursi, dengan menyisakan
satu botol Bols rasa lemon yang belum sempat diminum.
“Riki… take me home”… pinta Mbak Vira memelas.
Part 3: The Final Report
“Hey young boy Riki, come over here..!!!” Tim memanggilku untuk mendekat ke bagian kasir.
Sejenak aku melihat ke arah Mbak Vira yang terduduk lemas dan masih
memejamkan mata. Sejurus kemudian aku pergi mendatangi Tim, walaupun
merasa tidak enak meninggalkan Mbak Vira sendirian.
“Here it is, young boy, the golden-14-month contract. We’ve got to catch
our flight sooner, so next week we won’t meet you in the office”.
Tim menyodorkan hardcover kepadaku, dan aku membukanya. Memang benar,
kontrak 14 bulan order produksi ke pabrik kami, hanya aku sedikit heran,
kenapa tanggal surat itu tidak tertanggal hari ini, melainkan tanggal
kemarin. Setelah membaca setiap detail, kata2, tanda tangan, materai,
dan sebagainya, aku mengembalikan kartu kredit yang tadi Tim berikan
padaku.
“Thanks Tim” ucapku singkat dan enggan.
“Hey boy… I tell you li’ll secret. Kiss her neck, right at the bottom of her ear, then she’ll go crazy. Hahahahahahaha!!!”
“Uhm… she’s my boss” timpalku
“Hehehehe, that doesn’t matter, young boy. Maybe she’s been being too
hard for herself doing the job, you have to ease her pain sometimes… and
I know… she’s not the type of one-squirted woman, she needs to squirt
more this night… that’s your job, young boy… Hahaahahaha”
Aku kurang mengerti dengan istilahnya “one-squirted”, dan aku juga enggan menjawab pertanyaannya.
“OK, young boy… Good Luck for tonight, we’ll have to rush to your damned airport… Byeee”
“Byeee” jawabku singkat.
Aku kembali ke meja sambil membawa kontrak dari Pinoy tadi. Aku heran, Mbak Vira sudah tidak ada di sana.
“Mungkin sudah ada di parkiran mobil” pikirku dalam hati.
Samar terlihat di balik kaca dinding kafe Rolling Stones, terlihat Mbak
Vira yang mengepulkan asap rokok, sambil memandang kosong di langit
kejauhan. Sangat anggun, wanita cerdas yang satu ini. Melihat sorot
matanya yang menerawang jauh, membuatku merasa bahwa dia memiliki power
yang luar biasa di tim manajemen kami, menggerakan semua orang untuk
bekerja dengan pintar, dan memenangkan deal-deal besar, seperti yang
terjadi malam ini.
“Mbak, ternyata mereka sudah menandatangani kontraknya, tinggal kita
mintakan tanda tangan dari Managing Director” sahutku memecah kesunyian.
“I know… “ tegas Mbak Vira singkat tanpa menoleh kepadaku.
Aku terkejut dengan jawaban Mbak Vira, tapi kemudian dia berjalan menuju
mobil, tanda bahwa ada hal yang dia tahu dan aku tidak boleh
mengetahuinya.
Aku menghidupkan mobilku dan menghidupkan AC, tetapi Mbak Vira terus
menghisap rokok merek Raison nya, tanda bahwa AC tidak perlu kuhidupkan,
dan jendela kaca harus dibuka. Entah kenapa dia sangat suka rokok
Raison dari Korea Selatan, bagiku itu rokok yang sangat ringan, hanya 9
kali hisap saja habis.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba hape Mbak Vira berdering.
“Yes Annie, my flight is tomorrow at 11.30 am, I’ve got it all prepped.
I’ve just had my visa approved this day…” ucap Mbak Vira di telepon.
“OK, I won’t let you down, my friend. I know you’re expecting the unexpected. I’ll see you soon. Byee”.
“Riki…” panggil Mbak Vira kepadaku, kali ini sangat halus, tidak biasanya dia begitu.
“Ya Mbak” timpalku.
“Besok senin kamu jadi cuti kan?” Tanya Mbak Vira.
“Iya”.
“Aku akan pergi ke Shanghai besok Sabtu, dan baru pulang hari Selasa
malam. Hari Rabu minggu depan kita harus presentasi ke Managing
Director, sekalian minta tanda tangan di kontrak yang kamu bawa itu.
Silahkan nikmati cutimu hari Senin, akan tetapi hari Selasa pagi kamu
harus membuat presentasinya. Presentasi ini jangan hanya berisi kontrak
yang kita menangkan, akan tetapi juga berisi apa yang harus dilakukan
semua pihak, Engineering, Procurement, Finance, Research Team,
Production, dan juga that damned Quality Control team” urai Mbak Vira
panjang lebar.
“Wah, mbak, gimana bikinnya? Itu kan berisi perintah ke bos-bos besar, yang harus ditulis apa?” jawabku putus asa.
“Semuanya ada di kepalaku saat ini, ki. Aku akan merekam suaraku dengan
hapemu, akan aku jelaskan apa saja yang harus kamu tuliskan di
powerpoint. OK? I know I can count on you”.
“Hmm, OK mbak” jawabku singkat.
Tiba-tiba Mbak Vira memegang pahaku dan mengambil hapeku yang masih aku
kantongi. Aku tidak menyangka dia akan merekamnya sekarang di dalam
mobil. Tangan Mbak Vira menggengam dulu hapeku di dalam kantong kiri
celanaku yang berbahan kain sebelum mengambilnya. Tiba-tiba mobilku
melintasi polisi tidur yang tidak diberi penanda, dan mobil sedikit
berguncang. Badanku sedikit terhuyung ke depan. Mbak Vira terkejut,
tangan kirinya terlepas dari paha kiriku dan reflek berpegangan ke
pangkal pahaku, sedangkan tangan kanannya terjebak di kantong celana
sebelah kiri. Aku merasa batang kemaluanku tergenggam.
“Ah, maaf mbak, maaf, ga liat polisi tidurnya” aku gugup sambil malu.
Mbak Vira masih dengan wajah yang agak terkejut, membetulkan posisi
duduknya, dan mengambil hape dari kantongku tanpa menjawab satu katapun.
“Ki, ini hapemu android ya? Dimana voice recordingnya?” tanya Mbak Vira.
“Pilih saja tombol di tengah bawah, lalu dari ikon2 yang banyak itu ada menu Voice Recording” jawabku.
“OK, here we go”
“The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines is a company
established in 2006. established what is envisaged to be the fourth
largest shipyard in the world, in Subic - Zambales, Philippines. As of
September 2011, HHIC Phil is the largest shipyard and one of the largest
private employers in Philippines.”
“This company is having a contract of 14 month High Voltage Insulator
for Shipyard production with our Company to supply their shipyard
needs.”
“Dealing with stable-14-month production order, Production Team must
rearrange their production line to focus on producing HV (High Voltage)
Insulator for Shipyard. The warehouse must recalculate the storage
capacity to support this, in spite of our bad JIT (Just in Time)
execution.”
Di tengah-tengah suara Mbak Vira merekam suaranya dengan hapeku, aku
membayangkan bagaimana caranya dia mengingat semua hal itu. Setiap
detail dari team-team di pabrik dapat diketahuinya, hingga ke
permasalahannya masing-masing.
“Riki, gimana caranya mendengarkan hasil recordingku tadi?” tiba-tiba Mbak Vira membuyarkan lamunanku.
“hmm, biar mudahnya sih, coba dari menu Gallery, pilih folder Voice, pilih file recording yang terakhir dibuat.”
“Oh, salah, ini bukan Voice, tapi Video, sama-sama depannya huruf V” balas Mbak Vira sambil mengutak atik hapeku.
Mbak Vira terdiam sebentar. Dia terkesan bingung. Aku sejenak tidak
sadar apa yang terjadi, kemudian. Astaga… rekaman video underdesk ada di
folder Video!!! Aku berkeringat dingin, jangan-jangan Mbak Vira membuka
folder Video dan menemukan rekamanku mengintip celana dalamnya!!!
Beberapa saat kemudian terdengan suara hasil rekaman Mbak Vira. Aku
merasa lega. Mbak Vira sepertinya tidak sadar dengan file2 video di
hapeku.
“Engineering team must learn from the Mexico Buyer case. The high
production order would come into unstable production process if it’s not
supported with robust engine.” Mbak Vira meneruskan rekamannya.
Aku menyetir mobilku hingga tak terasa sudah sampai ke daerah Cinere.
Halaman depan rumah Mbak Vira sudah terlihat. Di kebunnya tumbuh ratusan
kaktus-kaktus mini di dalam pot, dan beberapa kaktus besar. Selera yang
aneh, menurutku.
“Sudah sampai mbak” timpalku memotong recording Mbak Vira.
“Yah ki, masih ada pembahasan untuk team Quality Control yang belum aku rekam…” jawab Mbak Vira.
“Gini aja, kamu masuk ke rumahku aja sebentar, silahkan ambil minum
sendiri, sementara aku selesaikan recordingnya di ruang tamu” lanjut
Mbak Vira.
“OK mbak” jawabku enggan.
Ruang tamu Mbak Vira tidak terlalu besar, tapi didesain serba putih. Di
dinding ada lukisan bergambarkan tulisan Cina besar yang tidak aku tahu
artinya. Tidak ada satu fotopun yangterpajang, hanya sofa putih, meja
kaca bening, pot hias berwarna putih, dengan bunga lily putih di
dalamnya.
“Riki, kamu duduk aja dulu di sofa, aku ganti baju sebentar, blouseku basah kuyup.”
Aku tidak menjawab, sambil melihat sekelilingku. Terlihat koper traveler
yang besar, rupanya Mbak Vira sudah siap berangkat ke Shanghai. Aku
menunggu dengan bosan, karena tidak ada satuhalpun yang bisa dilakukan.
Bahkan tidak ada majalah di meja tamu.
Tiba-tiba Mbak Vira melintas dari satu ruangan ke ruangan yang lain, hanya berbalut handuk!!!
“Buseet ini orang, cuek banget!!!” pikirku dalam hati. Aku buru-buru
menutup pintu rumah supaya Mbak Vira yang hanya berhanduk tidak terlihat
dari luar.
“Riki” panggil Mbak sambil berjalan ke arah ruang tamu.
“Berapa biaya yang kita harus bayar untuk product reject di kasus Mexico Buyer? Kamu ingat?”
“Hmm, USD 175 juta mbak” jawabku, sambil kemudian menoleh ke arah Mbak Vira, dan tampaklah pemandangan itu.
Berbalut baju tidur warna putih berenda, setengah dari payudara bagian
atas menyembul, dan puting susunya tercetak jelas. Pahanya yang putih
mulus terlihat jelas karena gaun tidur terusan itu hanya menutupi sampai
setengah paha. Aku terkesiap melihatnya. Mbak Vira terus mengatakan
sesuatu di depan hapeku, sambil bersandar di dinding tanpa melihat ke
arahku. Dia kemudian berjalan menjauh lagi dari ruang tamu menuju ruang
lainnya. Kemudian sambil terus berbicara di depan hapeku, dia berjalan
lagi ke arah ruang tamu.
Jantungku berdetak kencang, semakin menjadi jadi begitu melihat lagi
tubuh Mbak Vira berbalut baju tidur. Mbak Vira duduk di sofa, merebahkan
punggungnya kebelakang, kemudian menyilangkan kedua kakinya sambil
wajahnya menghadap ke atas, tidak menghiraukanku yang sedang
memelototinya. Terlihat Mbak Vira sedang berpikir keras, dia sama sekali
tidak menyadari pandanganku. Jarak kami hanya sekitar setengah meter,
dan Mbak Vira duduk si samping kananku.
“Oh Shit!!!” teriak Mbak Vira.
Hapeku rupanya terlepas dari tangan Mbak Vira. Aku secara spontan
mengambil hapeku yang terjatuh ke lantai bekarpet putih gading, dan
ternyata Mbak Vira juga spontan melakukan hal yang sama.Kami sama-sama
menunduk. Aku terkejut dan tidak bergerak. Beberapa saat kemudian baru
kusadari posisi kami. Tangan kiri Mbak Vira secara spontan berpegangan
ke badanku, akan tetapi terlepas karena jari-jemarinya gagal
mencengkeram lenganku, dan kini tangan kirinya itu ternyata berpegangan
ke pangkal pahaku. Wajahku dan wajah Mbak Vira berdampingan dan hampir
bersentuhan, telinga kirinya berjarak 4cm dari hidungku. Kami sejenak
kaku dan terdiam, menyadari posisi kami.
Jantungku berdetak kencang. Bau wangi tubuh Mbak Vira benar-benar
terasa. Otak kotorku tak kuasa untuk semakin mendekatkan wajahku dan
mencium bagian bawah telinganya. Perlahan-lahan kusentuhkan bibirku ke
telinga, kemudian leher Mbak Vira. Aku merasa cengkeraman tangan kiri
Mbak Vira di pangkal pahaku semakin keras, seiring batang kemaluanku
yang semakin keras juga.
“Riki… hmmmm… eeghhh” Mbak Vira sedikit mengerang saat ciumanku
menyusuri lehernya. Mbak Vira tiba-tiba melepaskan ciumanku dari
lehernya, kemudian mengambil hapeku yang terjatuh. Aku merasa sangat
malu, karena ternyata Mbak Vira melepaskan ciumanku.
Mbak Vira berdiri menghadapku yang masih terduduk, kemudian mendorong badanku ke sandaran sofa.
“Riki! Finish what you’ve started!!!!” ucap Mbak Vira. Mbak Vira
menaikkan kaki kirinya ke sebelah kananku, dan kaki kanannya di sebelah
kiriku, kemudian duduk di atas pangkuanku dengan kedua pahanya terbuka
lebar ke samping kiri dan kanan. Pangkal paha Mbak Vira beradu dengan
batang kemaluanku yang masih terlindungi celana berbahan kain.
Perlahan-lahan Mbak Vira menggesek-gesekkan pangkal pahanya maju mundur
diatas batang kemaluanku yang sudah mengeras. Aku merasa makin berani,
dan mulai menyentuh kedua payudara Mbak Vira.
“Quality control team must follow the rule. The ISO 2859 Quality
standard which is… aaaahhhh” Mbak Vira melanjutkan recordingnya sambil
sedikit mengerang karena pangkal pahanya bergesek-gesek dengan batang
kemaluanku, dan payudaranya aku belai lembut sambil menggesek-gesekkan
jariku ke putingnya yang masih terlindungi baju tidur tipis.
Perlahan-lahan aku mengesampingkan tali yang menggantungkan baju tidur
itu di bahu Mbak Vira. Perlahan-lahan kulihat payudara putih mulus itu,
dan putng susu yang coklat merah muda. Kubelai-belai kedua payudara itu.
“The ISO 2859 which is the master rule for inspection must be educated
to all quality control member…” Mbak Vira masih melakukan recording
sambil sedikit mencondongkan badannya kedepan, memberikan kedua
payudaranya untuk kucium.
“The basic concept of Quality Control must be understood and applied in every step of … aaaaaaahh… Rikiii… “
Mbak Vira mengerang saat payudara kanannya kukulum dengan lembut,
sedangkan tangan kananku membelai-belai payudara kirinya. Tangan kanan
Mbak Vira memegangi hapeku, sedangkan tangan kirinya merangkul kepalaku,
seakan-akan menjaga supaya ciumanku ke payudaranya tidak boleh
terlepas. Aku perlahan-lahan mengalihkan tangan kananku ke pantat Mbak
Vira dan mulai meraba-rabanya.
“Riki! I’m your boss, OK! Never do anything without my permition!” Mbak
Vira tiba tiba menyela sentuhanku ke pantatnya. Kemudian dia berdiri
dari pangkuanku, dan duduk di sofa di sebelah kananku.
“Riki sayang… maaf aku marah-marah. Minta tolong lepasin CDku dong, dan ciumin itu ku ya” pinta Mbak Vira dengan sangat ramah.
Aku bangkit dari sofa, kemudian berlutut di depan Mbak Vira.
Perlahan-lahan kusingkap gaun tidur terusan berwarna putih itu, kemudian
kuraih tali samping kiri dan kanan CD Mbak vira yang berenda-renda, dan
perlahan-lahan kucopot CD Mbak Vira. Pandanganku kuarahkan ke kaki Mbak
Vira saat mencopot CD nya menyusuri kedua kaki itu kebawah, tanpa
berani melihat alat kemaluannya. Kemudian perlahan-lahan aku menyusuri
lagi kedua kaki itu keatas, lutut, dan pahanya yang sangat mulus. Mulai
dari atas lutut, kusentuhkan bibirku mengelus pahanya, hingga hampir ke
alat kemaluan Mbak Vira.
“The lesson we got from Mexican Buyer where the quality control team did
not follow the rule, had taught us how important of understanding the
basic concept of quality is.” Mbak Vira tanpa henti merekam apa saja
yang terlintas di pikirannya.
Ciumanku semakin memburu, dan akhirnya sampailah ke pangkal paha, dan
vagina merah muda berambut tipis-tipis itu benar-benar berada di
hadapanku. Kucium ringan alat kemaluan kemaluan Mbak Vira dengan lembut,
kemudian mulai kujilat pelan bibir vaginanya.
“Production process must apply… oooohhh…. Hmmmmffftt.. aaaah… Riki…
aahh.. .. must apply quality… aaaaahhh…ahhh…. “ erang Mbak Vira tak
tahan dengan ciumanku di vaginanya.
“must apply ooh… must apply quality control items on… aaah aaah aaah… on
each assembly steps… aaah… Riki honey, go get it tiger!!! Aaaaahhh… eat
my cunt… eat my cunt… aaaaaaahh…”
Ciumanku semakin memburu di vagina Mbak Vira yang semakin lama semakin
basah. Ujung lidahku membelai-belai lubang vagina itu semakin dalam.
Cairan yang berasa asin sedikit demi sedikit mulai keluar dari lubang
vagina itu. Seluruh lubang vagina Mbak Vira kini berwarna merah muda dan
basah
“The Hanjin heaa… the hanjin of …. The hanjin Heavy Industries of …
oooohhh … shit! Aaaaahhh…. Aaaaahhh….” Mbak Vira begitu menikmati
ciumanku di vaginanya hingga tidak bisa mengucapkan nama perusahaan si
Pinoy itu.
“We’ve got to.. we’ve… the production… aaaaaahhh… Riki!!!! I’m gonna
cum.. I’m gonna cum… Riki….. I’m cummmmiiiinggg……. Aaaaaaaahhhhhhhhh”
Badan Mbak Vira terdorong ke atas dan kaku selama dua detik, kemudian
badannya bergetar-getar hebat, tanda puncak kenikmatan sudah tercapai.
“Riki, open your cloth and sit down!” pinta Mbak Vira dengan suara lirih sambil terduduk lemas di sofa.
Aku kemudian melepas kemeja dan celanaku. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak dan keras.
“Don’t wanna be rough, but I’m still your boss. I don’t wanna get fucked
by my subordinate. I want to be the one who fuck. I always wanna be on
top” ucap Mbak Vira sambil sedikit tersengal-sengal mengatur nafasnya
yang masih memburu.
Mbak Vira berdiri, duduk lagi ke pangkuanku seperti posisi yang semula,
hanya kini tidak ada lagi satu helai benangpun yang melindungi alat
kemaluan kami.
“The blue print of production system for this product must be updated
with detail of each component. The machinery must be explained and
traceable.” ucap Mbak Vira di dekat hapeku yang masih dipegangnya untuk
recording.
Mbak Vira menyentuh alat kemaluanku, mendekatkannya ke pangkal pahanya,
dan menggesek-gesekkannya ke bibir vaginanya. Tangan kiri Mbak Vira
kemudian berpegangan ke pundak kananku, sedangkan tangan kanannya masih
memegang hapeku. Sungguh pemandangan yang sangat indah dari tubuh Mbak
Vira yang berbalut baju tidur, dengan tali gaun yang sudah tidak
menggantung di pundaknya sehingga payudaranya menyembul keluar dengan
gagah, dan bagian bawah gaun yang tersingkap ke atas menunjukkan vagina
yang sedang bersentuhan dengan alat kelaminku. Gaun tidur Mbak Vira kini
hanya terlipat-lipat dan menggantung di pinggangnya, tanpa satu
bagianpun melindungi payudara dan vaginanya.
“The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines would have their
product requirement prepped within 1 week. After receiving that, we
would be able to start designing our production line” ucap Mbak Vira.
“Riki… go get in…” pinta Mbak Vira.
Perlahan-lahan kupandu batang kemaluanku ke lubang vagina yang dari tadi
terus bergesekan. Setelah ujung kemaluanku tepat di mulut vagina,
kupegang pinggang Mbak Vira dan mulai mendorongnya ke bawah.
“High Voltage Insulator may have big risk when… oooooohhhhhhh….
Mmmmyyyyyyyy…. Aaah aaah aaah aaah aah aaah aaah aaah…” badan Mbak Vira
naik turun, lubang vaginanya menelan batang kemaluanku dalam-dalam. Aku
merasa kenikmatan yang luar biasa dari lubang yang hangat dan basah itu.
“Slep slep slep slep slep” terdengar suara alat kelaminku yang beradu dengan alat kelamin Mbak Vira.
Kedua payudaranya kupegangi sambil kubelai-belai, sedangkan Mbak Vira
semakin mengatur ritme gerakanku. Mbak Vira tidak membiarkan satu
gerakanpun diatur olehku. Hentakannya naik turun benar-benar membuatku
semakin mendekati puncak.
“The .. aaah aaah aaah aaahh aaaahh… The risk of producing… aah aah aaah
aah… producing insulator.. aaaahh aah aah aah aaaaah … mmmmmmm aaah
aaah aah… The risk is coming from… aaah aah… the damage on the… aaaah
aaah… on the surface… ooooohhh… Riki… aaaaahh aaah aah”
“The damage on High voltage…. aaah aah.. insulator mmmm aaaahhhh Riki….
Ooooohh…. The damage will come to condition where…aaaaaah aah aah aaah…
the corona could come out of…. Fffffffuuuuckkkk….. oooh my…. Aaaah
aaah…”
Jantungku berdetak sangat kencang. Puncak kenikmatan sepertinya sedang
berlari seiring lubang vagina Mbak Vira menelan habis batang kemaluanku.
Mbak Vira mulai mempercepat ritme gerakan naik turun.
“Rikiii… ooooh… aku udah ga kuat lagii…. Aaaaaahhh I’m gona cum riki…. Aaaaaah aah aaah aaah aaah aaaahhhh….”
“Mbak, aku sebentar lagi sampai mbak… aaah.. aahh.”
“Rikiii… aaaahhh.. keluarin aja di dalam… aaaaah aaaah… Rikiii…. Aaaaahh”
Gerakan Mbak Vira semakin cepat, jarinya menggenggam erat pundakku.
“Rikiiii…. Aaaaaaaaaah…. Rikiii…. Aaah aaah aaah aaah aaaahhhhh aaahh I’m cummmmiiiingggggg…….”
Mbak Vira mencapai puncak seiring batang kemaluanku menyemburkan cairan
orgasme yang saling bercampur dengan cairan kenikmatan Mbak Vira. Mbak
Vira menggelinjang hebat sebelum terduduk lemas di badanku. Kami
terduduk lemas dengan alat kelamin masih saling beradu.
*PAGI PECAH DI LANGIT*
From: Vira Taniasari
To: Riki Waworuntu
Date: June 4, 2013, 07:35:47
Hai Riki… Good morning tiger!!!
You’re so awesome that night, I believe you’re very experienced in that “thing”, hehehehe 
Go work on the presentation I requested, based on the recording I made.
Well, there will be so many “ah ah ah ah” voice in it, just try to
focus, hihihi.
I’ll be in the office to present your presentation on Wed, June 5 in the
morning, without any review before the show. So, make it perfect,
honey!
Regards
Vira Chang
P.S:
Your video of underdesk is cute, hehehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar